Sedikitnya 230 Orang Tewas, 200 Terluka Akibat Serangan Bersenjata di Sudan

John Oktaveri
John Oktaveri
Diperbarui 26 Oktober 2022 13:47 WIB
Jakarta, MI - Sedikitnya 230 orang tewas dan lebih dari 200 terluka dalam serangan bersenjata di desa-desa di negara bagian Nil Biru, Sudan selama beberapa hari terakhir, menurut pihak berwenang. Gamal Nasser al-Sayed, menteri kesehatan di negara bagian selatan yang berbatasan dengan Ethiopia dan Sudan Selatan itu, mengatakan bahwa lebih dari 30.000 orang di delapan desa di daerah Wad al-Mahi terpaksa mengungsi karena rumah mereka dibakar dan penduduk desa diserang. Banyak wanita dan anak-anak berjalan selama beberapa jam untuk menyelamatkan diri ke kota Damazin dan Roseires di kedua sisi Sungai Nil Biru. Al-Sayed mengatakan sangat memilukan melihat semua anak-anak dan para ibu mereka yang harus berjalan berjam-jam untuk berlindung di sekolah-sekolah. Banyak dari mereka sakit malaria dan kami harus meminta sumbangan tenda sebagai pelayanan dan tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mendapatkannya, katanya. Kerusuhan politik dan krisis ekonomi meningkat di seluruh Sudan sejak kudeta militer tahun lalu yang dipimpin oleh panglima militer negara itu, Abdel Fattah al-Burhan. Sementara itu, di negara bagian Nil Biru dan Kordofan Barat, ketegangan meningkat menjadi kekerasan brutal antara masyarakat akibat sengketa tanah yang tidak terselesaikan oleh pemerintah pusat selama lebih dari satu dekade. Faksi lawan dari partai yang berkuasa dituduh mendukung dan mempersenjatai komunitas saingannya. Masalah akses ke tanah sangat penting di Sudan, di mana pertanian dan peternakan menyumbang 43% dari lapangan kerja dan 30% dari PDB, menurut statistik PBB dan Bank Dunia. Abdo Yassen, 37, seorang pegawai pemerintah menceritakan bagaimana dia meninggalkan segalanya di desanya untuk melarikan diri bersama istri dan anaknya. “Ketika para penyerang datang dengan parang untuk membunuh seseorang dari desa kami, mereka memotongnya menjadi beberapa bagian, mereka memotong kakinya, kemudian lebih banyak penyerang datang dengan senjata untuk membakar rumah kami," katanya. Kami tidak punya apa-apa lagi, harus pergi saja, katanya seperti dikutip TheGuardian.com, Rabu (26/10). Kami meninggalkan beberapa pemuda untuk mengamati desa dari jauh sehingga ketika aman, orang bisa kembali, katanya menambahkan. Seorang wanita dari desa yang sama memberi tahu melalui telepon bagaimana orang-orang berhamburan karena panik, katanya. Amani Ali, seorang ibu dari empat anak, berkata: “Saya membawa anak-anak saya dan berlari. Kami benar-benar berjuang di sini. Beberapa orang hilang; kami tidak tahu apa yang terjadi pada mereka. Kami hanya membawa anak-anak kami dan pergi. Beberapa keluarga terpisah di antara kamp-kamp yang berbeda,” katanya. “Kami petani, bertani kacang dan sayuran lainnya. Sekarang semua itu hilang," kata Ali. Serangan selama seminggu terakhir terjadi di desa-desa kelompok etnis Funj, yang menuduh orang-orang dari kelompok etnis Hausa berada di balik kekerasan. Pada bulan Juli, ratusan orang Hausa, yang mengklaim mereka telah didiskriminasi dalam kepemilikan tanah, tewas dalam bentrokan setelah mereka mencoba untuk menciptakan kepemimpinan tradisional mereka sendiri, sebuah langkah yang ditentang oleh Funj yang mengkalim sebagai pribumi.