Paus Fransiskus: Homoseksual Bukan Kejahatan

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 26 Januari 2023 19:58 WIB
Jakarta, MI - Paus Fransiskus menyebut homoseksualitas bukan kejahatan. Ia mengkritik undang-undang yang mengkriminalkan homoseksualitas, dan menyebutnya "tidak adil". Ia juga mengatakan bahwa Tuhan mencintai semua anak-Nya sebagaimana adanya. Ia pun meminta para uskup Katolik yang mendukung undang-undang tersebut untuk menyambut kaum Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, dan Queer (LGBTQ) ke dalam gereja. “Menjadi homoseksual bukanlah kejahatan,” kata Paus Fransiskus dalam wawancara eksklusif dengan The Associated Press pada Selasa (24/1). Paus Fransiskus mengakui bahwa para uskup Katolik di beberapa bagian dunia mendukung undang-undang yang mengkriminalkan homoseksualitas atau mendiskriminasi orang LGBTQ. Ia menyebut masalah ini sebagai "dosa". Namun dia mengaitkan sikap seperti itu dengan latar belakang budaya, dan mengatakan para uskup khususnya perlu menjalani proses perubahan untuk mengakui martabat setiap orang. "Para uskup ini harus memiliki proses pertobatan dan menerapkan nilai pertolongan, kelembutan, seperti yang Tuhan miliki untuk kita masing-masing," katanya. Dengan mengutip Katekismus Gereja Katolik, Paus Fransiskus mengatakan, kaum gay harus diterima dan dihormati, dan tidak boleh dipinggirkan atau didiskriminasi. “Kita semua adalah anak-anak Tuhan, dan Tuhan mencintai kita apa adanya dan untuk kekuatan kita masing-masing berjuang untuk martabat kita,” kata Paus Fransiskus. Paus Fransiskus juga mengatakan, perlu ada perbedaan antara kejahatan dan dosa sehubungan dengan homoseksualitas. Ajaran Gereja berpendapat bahwa tindakan homoseksual adalah dosa, atau "tidak teratur secara intrinsik", tetapi kaum gay harus diperlakukan dengan bermartabat dan hormat. “Itu bukan kejahatan. Ya, tapi itu dosa. Tapi pertama-tama mari kita bedakan antara dosa dan kejahatan,” ujarnya. Pernyataan Paus Fransiskus itu tidak secara khusus membahas tentang orang transgender atau non-biner, hanya homoseksualitas. Meski begitu, para pendukung inklusi LGBTQ di Gereja memuji komentar paus itu sebagai sebuah kemajuan penting. Adapun sekitar 67 negara atau yurisdiksi di seluruh dunia mengkriminalkan aktivitas seksual sesama jenis konsensual, 11 di antaranya dapat atau memang menjatuhkan hukuman mati, menurut The Human Dignity Trust, yang berupaya untuk mengakhiri undang-undang tersebut. Para ahli mengatakan bahkan ketika hukum tidak ditegakkan, mereka berkontribusi pada pelecehan, stigmatisasi, dan kekerasan terhadap orang-orang LGBTQ. Di Amerika Serikat, lebih dari selusin negara bagian masih memiliki undang-undang anti-sodomi, meskipun putusan Mahkamah Agung tahun 2003 menyatakan bahwa undang-undang tersebut tidak konstitusional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah berulang kali menyerukan diakhirinya undang-undang yang mengkriminalkan homoseksualitas secara langsung, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut melanggar hak privasi dan kebebasan dari diskriminasi. Ini juga merupakan pelanggaran kewajiban negara di bawah hukum internasional untuk melindungi hak asasi manusia semua orang, terlepas dari orientasi seksual mereka atau identitas jenis kelamin.