Suap HGU Sawit, KPK Duga PT Adimulia Agrolestari Dapat Karpet Merah

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 2 November 2021 14:44 WIB
Monitorindonesia.com - Kasus suap HGU Sawit, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) duga PT Adimulia Agrolestari (PT AA) mendapatkan karpet merah dalam proses perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) Sawit di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing). Diketahui, Franky Widjaja merupakan komisaris di perusahaan tersebut. Terkait dugaan karpet merah HGU Sawit itu, KPK pun gerak cepat mengusut dengan mengantongi keterangan sejumlah saksi. Mereka semua diminta memberikan informasi soal proses perpanjangan izin HGU sawit di Kabupaten Kuansing. Ali enggan merinci pihak-pihak tertentu yang memberikan karpet merah untuk PT AA di proses perpanjangan HGU Sawit. Namun, pemberian karpet merah perpanjangan HGU Sawit itu dikaitkan dengan pekerjaan Bupati nonaktif Kuansing Andi Putra. "Didalami juga mengenai posisi tersangka AP (Andi Putra) dalam memberikan persetujuan izin HGU tersebut," ujar pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa (2/11/2021). Terhitung ada sepuluh saksi yang dihadirkan dalam proses pemeriksaan kali ini. Para saksi disinyalir mengetahui ihwal terjadinya suap perpanjangan HGU Sawit. Sepuluh orang yang diperiksa yakni PJ Sekda Kuansing Agus Mandar; Kabag Perekonomian SDA Setda Kuansing Irwan Nazif; Senior Manager PT AA Paino Harianto; Staf PT AA Rudy Ngadiman; Staf Legal PT AA Fahmi Zulfanfi; Staf PT AA Yuhartaty; Staf PT AA Riana Iskandar; Kepala Kantor PT AA Syahlevi; pegawai negeri sipil (PNS) Indrie Kartika Dewi, dan Supir Joharnalis. "Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait pengajuan perpanjangan HGU oleh PT AA (Adimulya Agrolestari) dan dugaan adanya pemberian fasilitas tertentu pada beberapa pihak terkait pengurusan dimaksud," kata Ali Dalam kasus ini, Lembaga Antirasuah menetapkan dua tersangka terkait OTT di Kuansing, Riau. Mereka ialah Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso. Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya. Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024. Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp2 miliar. KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Lembaga Antikorupsi menyebut Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu. Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Pertama, Rp500 juta pada September 2021, dan Rp200 juta pada 18 Oktober 2021. Dalam kasus ini, Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.  

Topik:

KPK HGU Sawit