Jaksa Agung Ultimatum Jajaran untuk Profesional Terapkan Restorative Justice

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 11 November 2021 20:30 WIB
Monitorindonesia.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin mengeluarkan ultimatum kepada jajaran untuk profesional menerapkan restorative justice (keadilan restoratif). Hal ini ditekankan Burhanuddin sewaktu menyaksikan penghentian penuntutan perkara menggunakan keadilan restoratif di wilayah hukum Kejati Aceh, Kamis (11/11/2021). Ultimatum dari Jaksa Agung dilakukan untuk memastikan jajaran tidak melakukan perbuatan tercela dalam melaksanakan Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). Apabila ditemukan jajaran yang memanfaatkan situasi dalam penerapan keadilan restoratif, Burhanuddin tidak segan menghadiahinya sanksi berat. "Jaksa Agung menekankan secara tegas, apabila ada yang berani dan terbukti melakukan perbuatan tercela dalam pelaksanaan keadilan restoratif, beliau tidak akan segan-segan menghukum berat pegawai Kejaksaan tersebut dan akan memberhentikan tidak dengan hormat," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Simanjuntak. Burhanuddin hadir menyaksikan ekspose penghentian penuntutan di Kejari Banda Aceh pada pukul 10.00 WIB. Kesempatan itu dijadikan untuk berkomunikasi dengan para tersangka maupun korban dan mengonfirmasi adanya perbuatan tercela yang dilakukan aparaturnya dalam proses tersebut. Kehadiran Jaksa Agung mengikuti ekspose penghentian penuntutan perkara keadilan restoratif merupakan peristiwa pertama yang terjadi dalam sejarah Korps Adhyaksa. Umumnya ekspose hanya dilakukan oleh Jampidum. "Hari ini menjadi suatu hal yang sangat istimewa karena untuk pertama kalinya dari Serambi Mekkah, pelaksanaan ekspose dihadiri langsung oleh Bapak Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi," ujar Leonard. Menurut Leo, ekspose penghentian penuntutan berjalan dengan lancar. Para tersangka dan korban menerima hasil ekspose dan bersalaman menandai persoalan telah selesai dengan baik. Penerapan keadilan restoratif umumnya dilaksanakan dalam perkara tindak pidana ringan (tipiring). Misalnya dalam kasus seorang nenek yang mencuri karena lapar. Secara prinsip, keadilan restoratif mengedepankan mediasi antara pelaku dengan korban sehingga penyelesaian perkara bisa dilakukan di luar proses hukum peradilan. Hingga Oktober 2021 sebanyak 313 perkara berhasil diselesaikan menggunakan model keadilan restoratif, sementara di Aceh total sudah lima perkara diselesaikan dengan keadilan restoratif.