Tidak Tepat Pemerintah Menanggung Restitusi Korban Pemerkosaan Herry Wirawan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Februari 2022 16:51 WIB
Monitorindonesia.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai tidak tepat putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bandung yang membebankan kewajiban restitusi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual Herry Wirawan kepada Pemerintah. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan putusan PN Bandung yang membebankan restitusi kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) sebagai yang tidak tepat. “Apakah negara berkontribusi terjadinya tindak pidana ini?" gugat Edwin Partogi Pasaribu, di Jakarta, Rabu (23/2/2022). Dia menjelaskan, restitusi itu merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga. Pembayaran ganti rugi korban oleh pelaku atau pihak ketiga diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK). Namun dalam kasus Herry Wirawan, lanjut Partogi, putusan majelis hakim PN Bandung merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. “Sedangkan PP tersebut tidak mengenal istilah pihak ketiga. Sementara, dalam kasus Herry Wirawan, negara bukan pihak ketiga karena negara tidak ada hubungannya dengan perbuatan pidana pelaku. Kalau negara jadi pihak ketiga, apakah negara berkontribusi terjadinya tindak pidana ini?" tanyanya. Dia uraikan bahwa pihak ketiga yang dimaksud dalam UU Nomor 43 Tahun 2017 harus memiliki hubungan hukum secara jelas dengan pelaku. “Dalam kasus Herry Wirawan, keluarga atau yayasan lembaga pendidikan milik terpidana yang harus bertanggung jawab membayar ganti rugi korban,” terangnya. [tar]