Kompolnas Nilai Koordinasi Polri dan Jaksa Sangat Buruk dalam Pemberantasan Korupsi

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 28 Februari 2022 15:25 WIB
Monitorindonesia.com- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Indonesia (Kompolnas) Poengky Indarti menilai, Koordinasi antara Kepolisian (Polri) dan Jaksa sangat buruk dalam hal pemberantasan korupsi. Salah satunya yaitu penetapan Nurhayati sebagai tersangka setelah melaporkan kasus dugaan korupsi. Menurut Poengky, hal tersebut bisa menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Khususnya bagi warga yang ingin melaporkan dugaan kasus korupsi. "Nurhayati dapat dikategorikan sebagai pelapor. Meski tidak sebagai pelapor ke polisi, tetapi yang bersangkutan lapor melalui jalur desa ke BPD. Sehingga akan menjadi preseden buruk jika pelapor kemudian dijadikan tersangka. Kami menganggap komunikasi dan koordinasi Penyidik dan Jaksa Peneliti berkas perkara kurang bagus," kata Poengky kepada wartawan, Senin (28/2/2022). Kendati demikian, lanjut dia, Kompolnas mengapresiasi Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto yang akhirnya turun tangan dalam kasus tersebut. Hasilnya, Polri sepakat akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). "Penyidik diharapkan dapat berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum memutuskan kasus ini. Kami berharap kasus Nurhayati segera di-SP3 untuk keadilan dan perlindungan terhadap pelapor kasus korupsi," jelas Poengky. Poengky menambahkan bahwa kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi Polri untuk lebih profesional dalam berkoordinasi dengan Jaksa. Sehingga ke depannya, tak ada kasus Nurhayati lainnya yang mengalami hal serupa. "Terkait apakah ada pelanggaran prosedur, kami lebih melihat masalahnya pada koordinasi dan komunikasi penyidik dengan jaksa peneliti berkas perkara. Oleh karena itu kasus Nurhayati ini harus dijadikan momentum untuk memperbaiki dan meningkatkan koordinasi penanganan kasus agar lebih profesional," pungkasnya. (Aswan)