Kasus HAM Berat di Paniai, LPSK Belum Buka Ruang Perlindungan Saksi dan Korban

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 3 April 2022 21:56 WIB
Jakarta, MI- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) belum mengambil sikap untuk membuka ruang perlindungan saksi dan korban dalam kasus dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Paniai. Wakil Ketua LPSK, Livia Iskandar mengatakan, pihaknya telah mengambil keterangan dari korban ataupun saksi dalam peristiwa tersebut. Setidaknya 10 orang telah masuk dalam daftar pihak yang diwawancara tersebut. “Kalau sekarang belum, namun beberapa saat setelah peristiwa Paniai, LPSK sudah ke Paniai untuk wawancara korban dan saksi,” kata Livia kepada wartawan, ditulis pada, Minggu (3/4). Sementara itu, Komisi Kejaksaan (Komjak) memberi ruang bagi penyidik untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat di Paniai setelah penetapan tersangka dilakukan. Tersangka yang ditetapkan ialah satu orang dari unsur TNI dengan inisial IS. Ketua Komjak Barita Simanjuntak mengatakan, penetapan tersangka ini masih permulaan dari serangkaian upaya hukum yang dilakukan penyidik. Sehingga, pihaknya belum akan mendorong penyidik untuk menuntaskan perkara ini hingga ke tingkatan pemegang komando para prajurit dalam peristiwa tersebut. “Ini masih permulaan sejak dimulainya penyidikan kasus ini, kami berikan ruang yang cukup agar penyidik dapat menyelesaikan proses hukumnya secara komprehensif dan tuntas,” kata Barita kepada wartawan ditulis pada Minggu (3/4). Barita memandang penyidik masih mengikuti bukti-bukti yang mengarahkannya ke tersangka IS. Pihaknya memastikan akan menyoroti perkembangan kasus ini untuk melihat sejauh mana kewenangan penyidik berlabuh. “Secara teknis tentunya ini berkaitan dengan bukti-bukti formal yang telah disidik. Jadi merupakan bagian dari teknis penyidikan yang menjadi kewenangan penuh penyidik,” ujar Barita. Sebagai informasi dalam kasus ini, penyidik telah mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 jo 184 KUHAP terkait dugaan pelanggaran HAM berat di Paniai pada 2014 tersebut. Insiden itu adalah kasus pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h jo Pasal 7 huruf b UU Pengadilan HAM. (La Aswan)