Kejagung Periksa Pejabat Kemendag di Korupsi Ekspor CPO

wisnu
wisnu
Diperbarui 21 April 2022 00:37 WIB
Jakarta, MI - Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, berinisial FA. FA diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi ekspor CPO yang menjerat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Pedagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan tiga tersangka lainnya. Saksi FA diperiksa bersama dua orang saksi lainnya dari pihak swasta. “Saksi diperiksa terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana, Rabu (20/4). Dua saksi dari pihak swasta, yakni inisial AAA selaku Sales Manager PT Incasi Raya dan BR selaku Supplay Chain Manager PT Synergy Oil Nusantara. “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut,” kata Ketut. [caption id="attachment_425082" align="aligncenter" width="300"] Tersangka kelangkaan minyak goreng saat akan ditahan pihak Kejagung. (Foto: Dok/MI)[/caption] Diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengumumkan empat tersangka dalam perkara dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya yang terjadi pada kurun waktu Januari 2021 hingga Maret 2022. Keempat tersangka, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Pedagangan Indrasari Wisnu Wardhana. Kemudian, Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group, dan Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas. Burhanuddin menyebutkan perkara tersebut terungkap dari adanya peristiwa kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran pada akhir tahun 2021. Untuk merespons hal itu, pemerintah melalui Kemendag telah mengambil beberapa kebijakan, yakni domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) bagi perusahaan yang ingin melakukan kegiatan ekspor CPO dan produk turunnya. Namun dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO (20 persen), tetapi tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah. Jaksa menduga bahwa Indrasari menerbitkan izin ekspor kepada para pengusaha dengan melakukan perbuatan hukum. Di mana, perusahaan yang mendapat izin tidak berhak untuk mendapatkan izin tersebut.