Wamenkumham Pastikan Pemerintah Tak akan Bangkitkan Kembali Pasal Penghinaan Presiden

Venny Carasea
Venny Carasea
Diperbarui 25 Mei 2022 11:00 WIB
Jakarta, MI - Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, memastikan pemerintah tidak punya keinginan untuk membaktikan kembali pasal tentang penghinaan presiden dan wakil presiden yang sebelumnya pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) melalui putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006. "Jadi sama sekali kami tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi, justru berbeda.  "Kalau yang dimatikan Mahkamah Konstitusi itu adalah delik biasa, sementara yang ada dalam RUU KUHP ini adalah delik aduan," kata Wamenkumham dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan tim pemerintah terkait RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan Rabu (25/5/2022). Sebagai informasi, rapat dengar pendapat antara Kemenkumham dan Komisi III DPR itu merupakan tindak lanjut pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Wamenkumham melanjutkan, bahwa dalam RUU KUHP juga ditambahkan penjelasan bahwa pengaduan terkait pasal tersebut harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis. "Kami menambahkan itu bahwa pengaduan dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden. Dan juga ada pengecualian untuk tidak dilakukan penuntutan apabila ini untuk kepentingan umum. Ini memang berbeda dengan yang sudah dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi," jelasnya. Namun itu, soal aturan yang tertuang di Pasal 218, menurut Edward, itu merupakan delik aduan. "Terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, jadi kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," katanya. Untuk diketahui draf RKUHP terbaru memuat ancaman bagi orang-orang yang menghina Presiden dan/atau Wakil Presiden melalui media sosial diancam pidana maksimal 4,5 tahun penjara. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 218 ayat 1 dan Pasal 219 yang bunyinya sebagai berikut: Pasal 218 (1) Setiap orang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau denda paling banyak kategori IV. (2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri. Pasal 219 Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV. Pasal 220 (1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden. [La Aswan]