Kriminolog UI Sebut WNA Paksa Eks Polwan Sembah Matahari Langgar Pasal Penodaan Agama

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Oktober 2022 17:31 WIB
Jakarta, MI - Yuni Utami yang dulu diadili PTDH karena dianggap desersi selama 2 tahun setelah menolak rekayasa kasus perkosaan di wilayah Polsek Biromau Polres Donggala, Polda Sulawesi Tengah tahun 2014 saat menjadi Unit Penyidik PPA Polsek Biromau dan terakhir berpangkat Brigadir Dua (Bripda). Kali ini, Yuni Utami kembali melaporkan secara terbuka dalam videonya di media sosial menyatakan menjadi korban penganiayaan Berat yang diduga dilakukan oleh WNA RRC, warga Perumahan Resinda Blok A6 No.20 Karawang Jawa Barat hingga patah kakinya karena menolak memyembah matahari. Yuni Utami mantan Polwan meminta keadilan agar WNA tersebut segera ditangkap dan ditahan dan dilakukan proses hukum karena telah melakukan penganiayaan berat mengakibatkan orang lain luka permanen (cacat) karena patah kaki. Menurut Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria, sesuai Pasal 354 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana maksimal 8 tahun penjara. Penganiayaan berat yang dilakukan pelaku telah mengakibatkan korban : a. Jatuh sakit b. Tidak mampu melakukan pekerjaan satpam di perumahan Resinda Karawang c. Dapat cacat (patah kaki) d. Terganggunya pikiran secara psikis e. Traumatis "Dalam UU No.6 Tahun 2011 tentang Imigrasi, pelaku tidak dapat dideportasi ke Negara asalnya karena tidak memenuhi pasal 13 UU No.6 Tahun 2011 dan bila ada bukti hasil visum et repertum dan saksi yang bersangkutan dianggap minimal 2 orang yang mengetahui melihat mendengar kejadian tersebut peaku dapat ditangkap dan ditahan sesual aturan UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP," jelas Kurnia saat berbincang dengan Monitor Indonesia, Jum'at (7/10). Menurut pakar Hukum Pidana dari Universitas Bung Karno ini juga, alasan mengapa korban Yuni Utami secara terbuka bercerita di video yang viral di media sosial, karena takut kasus laporannya tidak diproses oleh Polres Karawang. "Karena dianggap mantan Polisi yang mempunyai cacat buruk dan di PTDH kan oleh Polda Sulawesi Tengah," tegas Kurnia. Hal ini, lanjut Kurnia, sudah menjadi rahasia umum yang kemungkinan korban takut bila golongan "High Class" dan mempunya relasi kuasa dapat merekayasa kasus perkara pidana laporan penganiayaan menjadi laporan palsu dan pencemaran nama baik dan fitnah. "Maka dia perlu dukungan opini publik masyarakat sebagai keadilan masyarakat dalam menuntut Keadilan dan kepastian hukum," katanya. Soal tradisi kepercayaan menyembah matahari ini, menurut Kurnia, biasanya dianut penganut Agama Shinto yang dianut mayoritas penduduk Negara Jepang, dimana Tuhannya adalah Dewa Matahari Amaterasu. "Tetapi bila ada etnis China yang menganut Dewa Matahari ini disebut penganut kepercayaan Dewa Pangu. Yang percaya Dewa Pangu matanya menjelma menjadi Matahari dan Bulan," bebernya. Selain itu, Kurnia juga menjelaskan, bahwa dalam hal WNA memiliki rumah di Indonesia sesuai PP No.103 Tahun 2015 mengatur WNA boleh membeli dan memiliki rumah di Indonesia dengan mengajukan Hak Pakai yang berlaku selama 30 tahun. Kemudian diperpanjang pertama 20 tahun dan dapat diperpanjang kedua terakhir 30 tahun lagi. Totalnya hak pakai WNA hanya boleh 80 Tahun. Dengan syarat WNA mempunyai KITAS (Izin Bekerja dan tinggal menetap sementara) dan membeli property harus diatas 5 milyar rupiah dan sudah tinggal di Indonesia minimal 1 tahun dan ijin menetap minimal 2 tahun. "Saya mendapatkan informasi harga jual perumahan Resinda Karawang dari pihak Developer dibawah berkisar ratusan juta hingga 3 milyar rupiah, awalnya sebelum rumah itu direnovasi/dipugar menjadi mewah dan perumahan ekspatriat etnis Asia Timur yang bekerja di Kawasan Industri Pabrikasi Karawang," ungkapnya. Dengan begitu, Kurnia menduga, pelaku (WNA penghuni rumah Blok A6 No.20 Kompleks Resinda Karawang) tersebut sudah melanggar Pasal 28 huruf E dan pasal 29 UUD Negara RI Tahun 1945 jo Kovenan Hak Sipil dan Politik No.22 jo Kepmenag No. 70 Tahun 1978 tentang Pedoman Penyiaran Agama. "Dan melanggar Pidana sesuai UU No.1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan Pasal 156a KUHP," tutupnya. [Aan] Polwan