Bersandiwara di Persidangan, Kriminolog: ART Susi Hina Pengadilan, Terancam Tersangka Obstruction of Justice

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Oktober 2022 17:12 WIB
Jakarta, MI - ART Ferdy Sambo, Susi menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Seni (31/10). Diketahui, Susi jadi saksi untuk terdakwa Bharada E untuk memberikan kesaksian soal kematian Brigadir J yang terjadi pada hari Jum'at (7/8/2022) lalu. Dalam ruangan sidang Susi berahdap langsung dengan Majelis Hakim sidang. Dirinya dinilai memberikan keterangan kerap berubah-ubah bahkan dinilai kesaksiannya palsu. Menurut Krimonolog dari Universitas Indonesia (UI) Kurnia Zakaria, bahwa dalam kasus kesaksian palsu keterangan saksi dimana termasuk alat bukti sesuai pasal 184 kuhap, akan  membuat persidangan akan cacat hukum.  Untuk itu, Kurnia meminta Majelis Hakim agar terhindar dari putusan salah dan rekayasa kasus pidana maka perlu menkonfontir keterangan saksi satu dengan saksi lainnya, maka hasilnya maka Majelis Hakim akan menyakini keterangan saksi yang jujur mana yang berbohong. "Mmenyakini fakta hukum yang terjadi sebenarnya, meninjau fakta persidangan dan berita acara  keterangan saksi dan tanggapan terdakwa," kata Kurnia saat dihubungi Monitor Indonesia, Senin (31/10). Kurnia menambahkan, bahwa dalam mengambil putusan, hakim harus menyakini minimal dua alat bukti dihadirkan dalam persidangan dan keyakinan hakim. "Dalam kesaksian Susi art keluarga FS dan PC bersaksi di persidangan bertele-tele dan berbeda antara di persidangan dengan BAP Susi di saat penyidikan di Bareskrim Polri, maka bisa dikenakan pasal 174 KUHAP, dimana majelis hakim memerintahkan Jaksa penuntut umum menahan saksi yang memberikan keterangan palsu dan bisa di proses hukum melanggar pasal 242 KUHP telah ada, dugaan memberikan keterangan palsu atau berbohong," jelas Pakar Hukum dari Universitas Bung Karno (UBK) itu. Menurut Kurnia, keterangan Susi dalam persidangan dan membuat keterangan berdasarkan hafalan, bersandiwara di depan persidangan dan memberi keterangan mengikuti skenario Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Kuat Ma'ruf. "Maka dapat dikenakan pasal penyerta menghalangi proses penyidikan atau obstruction of justice dan bersengkokolan jahat. Susi juga dianggap melakukan penghinaan pengadilan dan bisa dianggap kesaksian diabaikan," ungkapnya.Keterangan Susi, lanjut Kurnia, bisa diambil kesimpulan diatur harus berkata apa bukan keterangan saksi yang berdasarkan pengalaman atau pengetahuan keterangan yang dialami, didengar sendiri, di lihat sendiri dan diketahui sendiri. "Susi seperti menyembunyikan kejadian yang sebenarnya, menghikangjan atau menutupi fakta hukum yang terjadi dan menambah nambah kesimpulan atau berpendapat sendiri," katanya melanjutkan. Kendati demikian, menurut Kurnia, Saksi Susi bukan saksi ahli seharusnya keterangannya berdasarkan apa yang dialami, dilihat sendiri  didengar sendiri, bukan kesaksian de audisi atau keterangannya orang lain. "Namun, Susi dianggap penghinaan pengadilan. Memberikan keterangan palsu  dan menghalangi pemeriksaan  pengadilan mendapatkan fakta hukum yang sebenarnya. Fakta hukum yang salah dan fakta persidangan yang salah mengakibatkan putusan pengadilan yang salah," jelasnya. Untuk itu, Kurnia menyarankan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus memerintahkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk melindungi Susi agar berkata jujur siapa yang perintahkan dia berbohong. Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengancam asisten rumah tangga (ART) Ferdy Sambo, Susi, ditetapkan sebagai tersangka apabila memberikan kesaksian yang terus berubah-ubah. Hal itu disampaikan hakim saat jaksa penuntut umum (JPU) terus mencecar Susi lantaran keterangannya berbeda dengan berita acara pemeriksaan (BAP) miliknya maupun saksi lain."Saudara penuntut umum, besok dia akan diproses dengan saudara Kuat besok Rabu. Nanti kita lihat sendiri. Udah biarin aja. nanti pada saat dia berubah baru kita tetapkan tersangka di situ," kata majelis hakim di PN Jakarta Selatan, Senin (31/10). Susi diketahui terus memberikan pernyataan berbeda dalam kesaksiannya di sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J dengan terdakwa Bharada E hari ini. Baik hakim dan JPU mengingatkan bahwa Susi dapat diancam pidana apabila tidak memberikan kesaksian sebenar-benarnya. Beberapa keterangan Susi yang berbeda yakni keterangan bahwa Brigadir J belum sempat mengangkat Putri Candrawathi di rumah Magelang. Dalam BAP, Susi menyebut Brigadir J mengangkat Putri dan melihatnya menurunkan Putri. Kemudian, keterangan selanjutnya terkait Susi yang melihat Brigadir J mengendap-endap di rumah Magelang. Dalam kesaksiannya, Susi mengaku tidak melihat Brigadir J saat naik maupun turun tangga, dari dan menuju kamar Putri. Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Bharada E, Ronny Talapessy meminta hakim mengenakan Pasal 174 KUHAP tentang kesaksian palsu terhadap Susi. Hakim pun menyatakan bakal mempertimbangkan permohonan kuasa hukum tersebut. "Izin majelis ini terkait aturan main di persidangan sesuai Pasal 3 KUHAP, kami memohon agar saksi dikenakan Pasal 174 tentang kesaksian palsu dengan ancaman pasal 242 KUHP, tujuh tahun, mohon dicatat, terimakasih majelis," kata Ronny. "Baik, kami pertimbangkan," ucap majelis hakim. Susi menjadi salah satu saksi dari pihak Ferdy Sambo yang hadir memberikan keterangan dalam sidang dengan terdakwa Bharada E. Dalam perkara ini, Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022. Bharada E diduga melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma'ruf. Atas perbuatannya tersebut, Bharada E didakwa melanggar Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (MI/Aan)

Topik:

ART Susi
Berita Terkait