AKP Irfan Widyanto Peraih Adhi Makayasa: Saya Jalankan Perintah, Kenapa Saya Dipidanakan?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Desember 2022 01:33 WIB
Jakarta, MI - AKP Irfan Widyanto kecewa lantaran kini berstatus terdakwa perkara obstruction of justice dalam penyidikan pembunuhan terhadap Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Irfan merasa hanya menjalankan perintah tapi sekarang malah terancam pidana. Hal itu diungkapkan Irfan dalam sidang lanjutan perkara itu untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Irfan merupakan peraih Adhi Makayasa yang adalah penghargaan untuk lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) yang dinilai berprestasi dalam tiga aspek, yakni akademis, jasmani, dan kepribadian. AKP Irfan Widyanto meraih penghargaan tersebut pada 2010. Awalnya majelis hakim menanyakan apa perintah mantan Kaden A Ropaminal Divisi Propam Polri Kombes Agus Nurpatria pada Irfan. Menurut Irfan, dirinya mendapat perintah untuk mengganti DVR CCTV di kompleks Polri Duren Tiga. "Ketika saya masuk ke dalam saya langsung masuk menemui Pak Agus di depan sambil merangkul ditunjukkan di depan CCTV di gapura," ucap Irfan dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (6/12). "Singkat cerita Saudara mengganti DVR gitu?" tanya hakim kemudian. "Siap, Yang Mulia," jawab Irfan. Setelah itu, Irfan mengaku terbelit kasus ini. Dia mengaku tidak tahu-menahu tentang skenario karena hanya menjalankan perintah. "Saya menjalankan perintah namun ternyata ada perintah tersebut disalahartikan," ucap Irfan. "Maksudnya disalahartikan?" tanya hakim. "Menurut saya itu perintah yang wajar dan normal namun kenapa saya yang dipidanakan," kata Irfan. Dalam sidang sebelumnya yaitu Jumat, 25 November 2022, di mana Arif duduk sebagai terdakwa, jaksa menghadirkan AKBP Ari Cahya alias Acay yang merupakan atasan dari Arif. Saat itu hakim dalam perkara itu mengatakan bila ada peran Acay di balik kasus yang menjerat Arif. Saat itu hakim membacakan keterangan Acay terkait komunikasi dengan Kombes Agus Nurpatria dan mantan Karo Paminal Propam Polri Hendra Kurniawan sehari setelah Yosua dibunuh. Pada saat itu, Hendra menelepon Acay selaku Kanit 1 Subdit 3 Dittipidum Bareskrim Polri untuk melakukan screening CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga. Ternyata Acay saat itu tengah berada di Bali. Acay kemudian memerintahkan anak buahnya, Irfan Widyanto, untuk mengecek CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo itu. "Kemudian Saudara atas perintah Ferdy Sambo datang dengan membawa motor bersama dengan Irfan seperti itu untuk di tanggal 8, kemudian Saudara ditelepon tidak bisa dihubungi karena Saudara ada di pesawat menuju ke Bali. Saudara ditanya siapa yang bisa, Saudara tidak jelaskan tadi, tapi Saudara perintahkan si Irfan untuk menghadap," kata hakim. Hakim menilai rangkaian peristiwa itu menunjukkan Acay mengetahui persis peristiwa yang terjadi setelah Yosua dibunuh di rumah Ferdy Sambo. Akan tetapi, kata hakim, di persidangan ini, keterangan Acay seolah-olah tidak mengetahui apa-apa. "Iya, artinya Saudara mengetahui persis peristiwa terjadinya itu, dihubungkan dengan yang Saudara rekomendasikan nama Irfan untuk menghadap, bahkan kemudian Irfan saat ini menjadi orang yang terdakwa. Benar tidak dia terdakwa dia?" tanya hakim. "Perkara yang sama?" Acay balik bertanya. "Iya, pertanyaannya kan simpel jadinya, Saudara rekomendasikan orang, orang kemudian jadi terdakwa. Terus kemudian seperti yang dikatakan tadi, kok sesingkat itu, seolah-olah Saudara tidak tahu apa-apa," timpal hakim. Acay mengaku saat ini telah berkata jujur bahwa dirinya tidak diperintah apa pun oleh Ferdy Sambo saat di rumah dinas. Acay pun mengaku tidak mengira anak buahnya diperintah oleh Kombes Agus untuk mengambil CCTV di Kompleks Polri Duren Tiga. "Izin, Yang Mulia, dalam konteks pada saat itu ditelepon Pak Agus maupun Pak Hendra, komunikasinya, saya jujur secara pribadi tidak tahu, maksudnya karena pada saat Irfan datang ke Duren Tiga itu, di hari tanggal 8, kami berdua juga tidak diperintahkan apa-apa, kemudian saya juga tidak mengira Irfan akan diberikan perintah seperti itu oleh Kombes Agus di tanggal 9," jawab Acay. Jawaban Acay langsung ditimpali hakim ketua Ahmad Suhel. Hakim menyinggung jabatan yang diemban Acay saat itu bukan jabatan recehan. Apalagi, kata hakim, Acay sudah 18 tahun menjadi anggota Polri. Atas dasar itulah, hakim mengaku heran Acay seolah tidak tahu-menahu mengenai peristiwa di hari pembunuhan Yosua. Sementara itu, kata hakim, kondisi itu justru berbanding terbalik dengan anak buahnya, Irfan, yang saat ini duduk di kursi terdakwa, yang justru penyebabnya karena rekomendasi Acay. Menurut hakim, Irfan menjadi terdakwa dalam kasus ini karena Acay. "Iya kan, jadi kalau seandainya tidak tahu sampai kemudian Irfan menjadi terdakwa atas rekomendasi Saudara, kemudian Saudara tidak tahu tahu kan, itu menjadi pertanyaan, ya," kata hakim. "Makanya pertanyaannya kok bisa sesimpel itu gitu lho. Orang yang sadar rekomendasikan ternyata menjadi terdakwa, kemudian Saudara seolah-olah menjadi menjadi tidak tahu kalau itu peristiwa itu, padahal malam itu Saudara ada di sana?" tanya hakim dan dijawab 'siap' oleh Acay. Sebagai informasi, AKP Irfan Widyanto  telah dimutasi dari jabatannya di Bareskrim Polri dimutasi ke Pelayanan Markas Polri bersama 23 polisi lainnya melalui surat telegram Kapolri nomor ST/1751/VIII/KEP./2022 yang diterbitkan 22 Agustus 2022. Perwira muda asal Depok, Jawa Barat, tersebut dicopot dari jabatan Kepala Sub-Unit I Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri. Kini AKP Irfan ikut menjadi terdakwa perkara obstruction of justice dalam kasus pembunuhan Yosua. Irfan dalam dakwaan jaksa disebut sebagai orang yang mencopot dan mengganti DVR CCTV Kompleks Polri Duren Tiga pada 9 Juli 2022, yang merupakan TKP pembunuhan Yosua.