RKUHP Disahkan Jelang Vonis Ferdy Sambo, Hukuman Mati Dipotong Jika Berkelakuan Baik!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Desember 2022 00:40 WIB
Jakarta, MI - Menjelang vonis hukuman terhadap terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Ferdy Sambo, Rancangan tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan DPR menjadi Undang-Undang (UU) yang kini masih menyisakan pro dan kontra. Hal yang menjadi salah satu problem masyarakat saat ini adalah soal pemotongan hukuman mati bagi seorang terpidana yang dijatuhkan vonis yang termaktub dalam Pasal 100 KUHP baru itu. Dalam ayat (1) disebutkan bahwa, hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama sepuluh tahun dengan memperhatikan, rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri. Atau, peran terdakwa dalam tindak pidana. Pada ayat (2), pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan. Ayat (3) tenggang waktu masa percobaan sepuluh tahun dimulai satu hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Ayat (4), jka terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung. Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan. Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung. "Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu diancamkan secara alternatif," bunyi Pasal 67 tersebut dalam KUHP terbaru seperti dikutip Monitor Indonesia, Rabu (7/12). Adapun tindak pidana yang mendapatkan ancaman hukuman mati di antaranya adalah, makar Pasal 191, berkhianat kepada negara saat perang, pembunuhan berencana Pasal 459, tindak pidana terorisme Pasal 600. Kemudian, tindak pidana narkotika Pasal 610 dan tindak pidana berat terhadap HAM Pasal 598. Kembali kepada kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan. Lima terdakwa yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Ma'ruf kini didakwan dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, Ferdy Sambo juga didakwa merintangi penyidikan kasus tersebut atau Obstruction of Justice. Atas perbuatannya itu, Sambo didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP. Dalam Pasal 340 KUHP (lama) menyebutkan bahwa “Barangsiapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun,” Sementara Pasal 338 KUHP berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.” Mengingat dalam KUHP yang baru saja disahkan, yakni dalam pasal 100 KUHP mengatur tentang hukuman mati dan potongan hukumannya. Dalam hal ini dimungkinkan bahwa hukuman terhadap terdakwa Ferdy Sambo dan kawan-kawan dipotong juga. Sebab Ferdy Sambo, baru-baru ini sudah menunjukan bahwa akan memperbaiki dirinya dengan menyesali perbuatannya juga meminta maaf kepada keluarga Briagdir J dan kepada institusi Polri serta rekan-rekannya di kepolisian, baik seniornya maupun seniornya. Meski demikian, hanya pengadilan yang menentukan vonis hukuman terhadap para terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J itu. Mengingat persidangan para terdakwa sampai saat ini masih berlanjut. Saat ini berkas perkara mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo bahkan sudah dilimpahkan ke Pengadilan sejak 10 Oktober 2022 dan proses sidang telah memasuki tahapan pemeriksaan saksi dan pembacaan putusan sela. Sebamana diketahui, bahwa DPR RI telah menyetujui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sebagai Undang-Undang dalam pengambilan keputusan tingkat II yang dilakukan DPR dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Selasa (6/12/2022). Mengenai adanya protes dari berbagai kalangan, Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus mengatakan pihak yang tidak puas bisa menempuh langkah hukum ke Mahkamah Konstitusi (MK). #Vonis Ferdy Sambo