Aktivis Perempuan Ragukan Pelecehan Putri Candrawathi: Ada Nggak Korban Dibanting Sampai 3 Kali?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 Desember 2022 12:53 WIB
Jakarta, MI - Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual Ratna Batara Munti menegaskan tidak akan membela Putri Candrawathi yang masih bersikeras mengaku jadi korban perkosaan oleh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Pasalnya, kata dia, Putri Candrawathi bukan mencerminkan kebanyakan, mayoritas korban perempuan yang didampingi selama ini. "Kasus Putri Candrawathi ini banyak kejanggalan meski mengaku diperkosa," kata Ratna, Minggu (18/12). Bahkan, Ratna meragukan kebenaran Putri Candrawathi mengalami kekerasan seksual. Menurut Ratna, bagaimana mungkin orang yang diperkosa dan dibanting tiga kali sebagaimana pengakuan Putri mampu bertemu pelakunya beberapa saat setelah kejadian. “Ada enggak korban perkosaan yang dibanting sampai tiga kali, yang mengalami tentu saja perkosaan itu pemaksaan penetrasi yang tidak dikehendaki oleh korban," lanjutnya. "Itu kan pasti secara fisik dan psikis itu menimbulkan depresi trauma, ada enggak yang meminta ketemu pelakunya belum lama kejadian,” sambung Ratna. Untuk itu, ketimbang membela Putri Candrawathi, lebih baik dia berada di kubu ibunda Brigadir J, Rosti Simanjuntak. “Kita membela Ibu Yosua, Ibu Yosua itu korban yang anaknya dibunuh dengan keji, dieksekusi seperti itu. Kita tentunya enggak terima ya, main hakim sendiri dan sangat keji, tentunya kita bersama dengan Ibu Yosua dan keluarganya,” ujar Ratna. Selain itu Ratna menyatakan, pihaknya juga akan berdiri untuk istri puluhan anggota Polri yang suaminya menjadi korban skenario bohong mantan kadiv propam Ferdy Sambo. Disebutkan dalam persidangan, setidaknya sampai saat ini ada 95 anggota Polri yang terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. “Itu tentunya ketika dipecat, itu juga banyak perempuan-perempuan yang menjadi korban yang selama ini secara ekonomi bergantung dengan suaminya, itu korban,” ungkapnya. Karena itulah Ratna menyatakan, hakim juga perlu mempertimbangkan hal-hal tersebut. “Itu harus dipertimbangkan, bukan hanya PC (Putri Candrawathi),” tambahnya. Sebelumnya, Aktivis perempuan yang juga Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK Indonesia, Nursyahbani Katjasungkana juga blak-blakan tak percaya jika Putri Candrawathi menjadi korban kekerasan seksual. "Saya meragukan motif pelecehan seksual itu," kata Nursyahbani. Nursyahbani bukannya tanpa alasan berkata demikian. Adanya skenario kebohongan yang pernah disusun Ferdy Sambo dan turut diikuti Putri Candrawathi menjadi penyebab utamanya. Diketahui, pada awal kasus ini mencuat, disebutkan bahwa pelecehan seksual terjadi di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Hal itu membuat laporan polisi dilakukan di Polres Metro Jakarta Selatan. Namun usai skenario Ferdy Sambo terbongkar dugaan pelecehan seksual beralih jadi terjadi di Magelang, Jawa Tengah. "Karena pertama ada kebohongan yang merupakan obstruction of justice lalu kemudian dibangun argumen baru yang benar, yang dikatakan ada dua saksi tapi saksi itu orang yang dibayar," ujar Nursyahbani. Dalam kasus ini, Putri Candrawathi, Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. Mereka didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pembunuhan terhadap Brigadir J terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022 di rumah dinas Ferdy Sambo nomor 46 yang terletak di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Dalam surat dakwaan, Bharada E dan Sambo disebut menembak Brigadir J. Latar belakang pembunuhan diduga karena Putri telah dilecehkan Brigadir J saat berada di Magelang, Jawa Tengah pada Kamis, 7 Juli 2022. Dugaan ini juga telah dibantah oleh pihak keluarga Brigadir J.