Reza Indragiri Ungkap 3 Poin Pertanggungjawaban Pelaku Pembunuhan Brigadir J

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 26 Desember 2022 16:11 WIB
Jakarta, MI - Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan, Reza Indragiri Amriel dihadirkan oleh pihak Richard Eliezer atau Bharada E dalam sidang pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12). Sebagai ahli psikologi forensik, Reza menjelasakan soal pertanggungjawaban seorang pelaku tindak pidana. Kaitannya dengan pemahaman serta kehendak pelaku tersebut dalam pembunuhan Brigadir J. Menurut Reza, ada 3 kemungkinan pertanggungjawaban pelaku, yakni; bertanggung jawab penuh, sebab pelaku paham serta berkehendak terjadinya tindak pidana, sama sekali tidak bertanggung jawab, sebab tidak paham serta tidak berkehendak dan dertanggung jawab secara parsial. "(Poin tiga) Dikarenakan mungkin dia paham tapi dia tidak punya kehendak atau sebaliknya dia tidak paham tapi dia berkehendak," ungkap Reza. Lantas, Pengacara Richard Eliezer kemudian mengkonfirmasi Reza soal kaitan poin-poin tersebut dengan perkara yang menyangkut Richard Eliezer dikaitkan dengan tekanan dari Ferdy Sambo. Poin-poin tersebut, jelas Reza, perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan unsur makro. Sementara unsur mezzo ialah terkait interaksi hubungan antara Sambo dengan Eliezer. "Konsekuensinya ketika kita memberikan sorotan kepada Richard Eliezer atau Ferdy Sambo misalnya, kita tidak bisa abai terhadap jiwa korsa ini, termasuk kemungkinan adanya jiwa korsa menyimpang," kata Reza. Namun, ia mengaku tidak mendalami lebih lanjut soal hubungan Eliezer dengan Sambo tersebut. Termasuk soal unsur mikro, yakni kepribadian secara spesifik Eliezer selaku individu. Richard Eliezer ialah terdakwa pembunuhan Brigadir Yosua di Duren Tiga pada 8 Juli 2022. Polisi berpangkat Bharada itu menembak Yosua sebanyak 3-4 kali atas perintah Sambo. Dalam kesaksiannya beberapa waktu lalu, Eliezer mengaku sempat bingung dan kaget saat mendapat perintah Sambo untuk mengeksekusi Yosua. Ia pun mengaku tak berani menolak karena takut senasib dengan Yosua. Ia sempat dua kali berdoa yang isinya berharap Sambo berubah pikiran. Namun perintah itu tetap disampaikan Sambo. Secara terpisah, Sambo membantah perintahkan Eliezer menembak Yosua. Ia berdalih perintahnya ialah 'hajar', bukan 'tembak'. Menurut Reza, harus ditelaah secara komprehensif terlebih dulu untuk memahami soal perilaku atau perbuatan jahat terhadap manusia atau individu. Yakni dari sisi makro, mikro, dan mezzo. Untuk makro, terkait Sambo dan Eliezer yang tergabung dalam organisasi kepolisian. Menurut Reza, ada sebuah instrumen penting yang harus dimiliki personel kepolisian. "Dalam organisasi kepolisian ada satu instrumen yang sangat vital yang sangat penting yang sangat krusial yang harus dimiliki setiap personel, harus dimiliki setiap personel, yaitu jiwa korsa," ungkap Reza. Ia menyebut bahwa jiwa korsa merupakan sumber stamina, energi, hingga eksistensi setiap insan kepolisian. "Termanifestasikan lewat perilaku setia kawan, menggunakan kosa kata sama, menggunakan pola pikir yang sama, menujukkan ketaatan ketundukan, kepatuhan, keseragaman," papar Reza. Ia kemudian menyinggung muncul fenomena jiwa korsa yang menyimpang. Ia menyinggung studi yang dilakukan Farouk Muhammad. "Berdasarkan studi, tidak dapat dipungkiri, bahwa ada tempo-tempo jiwa korsa yang muncul dalam bentuk yang menyimpang. Ini yang menurut Prof Farouk Muhammad disebut salah satu sub kultur menyimpang yaitu kode senyap," ungkap Reza. "Kode senyap adalah istilah menunjuk bahwa jiwa korsa, sekali lagi tempo-tempo termanifestasikan dalam bentuk penyimpangan. Misalnya menutup-nutupi kesalahan sejawat, contoh lain ketaatan kepatuhan dan tidak memberikan koreksi kepada siapa pun yang sudah memberikan perintah, itu contoh jiwa korsa yang menyimpang," ungkapnya. Selain Reza, pihak Bahrada E juga menghadirkan Romo Frans Magnis Suseno sebagai Guru Filsafat Moral dan Psikolog Klinis Dewasa Liza Marielly Djaprie Diketahui, Bharada E menjalankan lanjutan persidangan dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Ia didakwa melakukan hal tersebut bersama dengan empat terdakwa lainnya. Empat terdakwa lainnya ialah Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Maruf. Kelima terdakwa tersebut kini diancam dengan hukuman mati.