Martin Lukas: Jika Tidak Bilang Ada Pemerkosaan, Ferdy Sambo Akan Lebih Mudah Berbohong!

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 2 Januari 2023 10:55 WIB
Jakarta, MI - Pengacara Keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak menjelaskan, bahwa kalau seandainya Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi itu tidak megatakan ada pemerkosaan, itu akan lebih mudah untuk berbohong. “Karena tidak perlu dibuktikan secara materil, tidak relevan kausalitas itu. Jadi misalkan, seperti di Duren Tiga itu kan dia bilang hanya diraba-raba dan itu kan nggak akan butuh visum," kata Martin dalam acara Uya Kuya bersama Kamaruddin Simanjuntak, dikutip Monitor Indonesia, Senin (2/1). "Cuman karena dia mendalilkan terjadinya dibanting tiga kali, diancam dan juga diperkosa gitu ya tujuan yang pertama adalah menghabisi karakter Yosua. Bahwa Yosua ini adalah orang jahat, bahwa pribadi Yosua ini tidak bermoral, Yosua layak untuk dibunuh,” sambungnya menjelaskan. Kemudian, lanjut Martin, mereka (Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi) membangun ini untuk membuka jalan keluar buat mereka sebagai alasan pembenar tadi yang mana bisa membuat Hakim yakin bahwa orang ini (Yosua) layak dibunuh. “Lalu emosi (Ferdy Sambo) menurut beberapa lawyer, bahkan ada layer kondang juga nih yang mengatakan bahwa hanya dengan emosi itu bisa menggugurkan perencanaan (Pasal 340),” lanjutnya. Karena, tegas Martin, menurut beberapa ahli yang sudah memberikan pendapat dan beberapa juga lawyer yang lumayan terkenal. Tapi ada juga yang cukup unik dan ada yang mengatakan, kalau ada emosi maka tidak ada perencanaan. “Makanya dua hal itulah yang sampai saat ini konsisten diperjuangkan oleh Ferdy Sambo dan Putri candrawati. Supaya nanti pasalnya 338 KUHP. Karena kalau pasal 338 KUHP ini tergenapi maka Putri itu nggak akan bisa ditarik sebagai sebagai pemeran,” bebernya. Martin menjelaskan bahwa Pasal 338 KUHP merupakan pembunuhan yang secara spontan, dalam hal ini bisa dikatakan Putri Candrawati tidak berperan dalam kasus ini. “Karena kalau itu pembunuhan spontan maka yang bertanggung jawab cuma dua yaitu yang menembak dan yang memberikan perintah, Bhadara Richard Eliezer atau Bharada E dan Ferdy Sambo. Sementara Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf itu tidak ada peran di situ kalau di pasal 338 jadi itu dikasih bebas arahnya kesitu,” ungkapnya. Mengenai pasal pembunuhan perencanaan (340), kata Martin, ini sudah terbukti karena sudah terang benderang. Kalau menurut ahli kriminologi, tegas Martin, motifnya ini sudah ada, tidak lain dan tidak bukan adalah adanya informasi yang disampaikan oleh terdakwa Putri Candrawathi kepada Ferdy Sambo sehingga memicu yang bersangkutan menjadi marah. “Tapi marahnya yang dimaksud itu adalah bukan marahnya spontan, tapi marahnya yang masih bisa merencanakan, memilih tempat, memilih waktu, mengikutsertakan orang lain, memilih alat dan juga merencanakan cara untuk melakukan penutupan jejak ataupun Obstruction of Justice,” pungkasnya. Dalam kasus ini, ada lima (5) terdakwa yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR dan Kuat Ma’ruf. Mereka didakwa dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Selain itu, Ferdy Sambo juga didakwa merintangi penyidikan kasus tersebut atau Obstruction of Justice. Atas perbuatannya itu, Sambo didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.

Topik:

Ferdy Sambo Putri Candrawathi Martin Lukas