Pembunuh Yosua Dihargai 8 Tahun Penjara, Martin Lukas Kecewa: Bebaskan Ajalah, Hukum Tebang Pilih!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Januari 2023 19:13 WIB
Jakarta, MI - Martin Lukas Simanjuntak, Pengacara keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, kecewa atas tuntutan delapan (8) tahun penjara terhadap terdakwa Putri Candrawathi. Menurut tulang Brigadir Yosua ini, tuntutan Jaksa terhadap Putri Candrawathi sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan bagi Brigadir Yosua selaku korban maupun keluarganya. Terlebih lagi, tegas dia, Putri Candrawathi terbilang aktif dalam perencanaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua itu. "Jujur saja sangat kecewa ya, karena apa, pasal 340 KUHP mereka mendalilkan bahwa pasal 340 terbukti secara sah dan meyakinkan. Namun tuntutannya tidak sesuai dengan pasal 340, hanya 8 tahun, membunuh atau merampas nyawa orang secara berencana dengan sengaja hanya dihargai 8 tahun, lebih baik menurut saya bebaskan saja sudah. Tuntut bebas aja, buat apa dituntut 8 tahun, tuntut saja bebas biar sekalian," tegas Martin Lukas kepada wartawan, Rabu (18/1). "Bahwa memang ternyata hukum kita itu tebang pilih gitu ya, saya tidak tau apa yang menjadi dasarnya  sehingga mereka hanya menuntut 8 tahun," sambungnya. Jadi, lanjut martin Lukas, jika mempertimbangkan rasa keadilan bagi korban yang sudah dihilangkan atau dirampas nyawanya secara berencana, keluarganya diintimidasi, dilakukan obstruction of justice, dituduh pemerkosa, dituduh pelaku kekerasan seksual, tetapi hanya dihukum 8 tahun. "Mohon maaf ya, saya pikir bukan cuman keluarganya yang marah, masyarakat disini juga pada marah, ini tidak terhitung nih DM instagram ke saya, facebook saya, telepon saya, yang mengataan abang harus bersuara bang, ini tidak adil. Seharusnya kan itu ada pilihan di pasal 340 KUHP diancam dengan hukuman pidana paling lama dua puluh (20) tahun penjara, seumur hidup, atau hukuman mati dalam hal ini Putri Candrawathi," ungkapnya. "Seumur hidup saja keluarga tidak setuju. Apalagi 8 tahun? Ini sangat tidak mencerminkan rasa keadilan buat korban. Padahal, ibu ini (Putri Candrawathi) tidak pasif, perbuatannya aktif," timpalnhya. Martin menyebut pernyataan Putri Candrawathi yang tidak ingin Brigadir Yousa meninggal dunia itu adalah kebohongan semata. Sebab, Putri sudah terlibat perencanaan pembunuhan dimulai dari mengajak Brigadir Yosua ke rumah Duren Tiga. Martin lantas menjelaskan, bahwa pada konteks Yuridis Pasal 340 KUHP, pelaku pembunuhan berencana harusnya mendapatkan ancaman hukuman mati, seumur hidup atau 20 tahun penjara. Ia pun berharap ke depannya majelis hakim bisa memberikan vonis lebih tinggi dibandingkan dengan tuntutan Jaksa. "Ini boro-boro tiga (ancaman hukuman) ini, ini 8 tahun. Kalau gini caranya jangan salahkan masyarakat kalau dikit-dikit main hakim sendiri. Jangan sampai masyarakat menilai pembunuhan berencana bukan kejahatan serius, ini kejahatan serius. Ingat! di Medan, Hakim dibunuh, pembunuh dan istrinya divonis hukuman mati. Ini apa-apaan pembunuhan berencana cuma 8 tahun. Kalau menurut saya bebaskan sajalah, dituntut 8 tahun bebaskan saja, menurut kami bebaskan saja," tutur Martin. Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan 8 tahun penjara terhadap istri mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi atas kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan terdakwa Putri terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di rumah dinas Sambo di Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan. "Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Putri Candrawathi dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi masa penangkapan dan menjalani penahanan sementara," kata Jaksa saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Jakarta, Rabu (18/1). [caption id="attachment_510577" align="alignnone" width="468"] Putri Candrawathi (Foto: MI/Aswan)[/caption] Jaksa penuntut umum (JPU) menilai adanya unsur sengaja dari terdakwa Putri Candrawathi terkait perannya dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada tanggal 8 Juli 2022 lalu. Jaksa menyebutkan bahwa Putri memiliki unsur sengaja dalam bentuk kehendak dan pengetahuan untuk merencanakan terlebih dahulu peristiwa yang akan terjadi pada tanggal 8 Juli 2022 dengan diawali perintah kepada Ricky Rizal untuk mengamankan senjata milik Brigadir J. “Terdakwa Putri memiliki rentang waktu yang panjang untuk berpikir atas semua tindakan, dan perannya, dan memiliki rentang waktu yang panjang untuk memastikan akibat dari perbuatan tersebut, yaitu dimulai dari hari Kamis tanggal 7 Juli 2022 di rumah Magelang,” ujar Jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/1). “Terdakwa Putri meminta saksi Ricky Rizal Wibowo melucuti senjata api jenis HS milik Korban Nofriansyah, dan senjata api jenis styer,” tambah jaksa. Lebih lanjut, Putri juga disebut tidak memiliki niatan untuk mengembalikan senjata api milik Brigadir J yang diamankan oleh Ricky Rizal hingga tanggal 8 Juli 2022 sekitar pukul 15.40 WIB. “Sehingga peran fisik terdakwa Putri Candrawathi dengan sengaja tidak mengembalikan senjata api dinas jenis HS milik korban Nofriansyah yang disimpan di dalam dashboard mobil Lexus LM nomor polisi B 1 MAH menjadi petunjuk kuat adanya kehendak dan rencana Terdakwa Putri Candrawathi terhadap senjata api jenis HS, akan digunakan dan sudah dipersiapkan untuk mendukung skenario tembak menembak di rumah dinas duren tiga nomer 46 yang disusun oleh saudara Ferdy Sambo dan Terdakwa Putri Candrawathi dan juga sebagai rencana untuk merampas nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat,” jelas jaksa. (Wan)