Penunjukan Karyoto Sebagai Kapolda Metro Jaya: Antara Prestasi dan Kepentingan Politik

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 30 Maret 2023 18:51 WIB
Jakarta, MI - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Studies (ISESS) Bambang Rukminto mencium ada gelagat syarat kepentingan politik dalam mutasi Kapolda Metro Jaya. Yaitu Irjen Karyoto menggantikan Irjen Fadil Imran yang diangkat dalam jabatan baru sebagai Kabaharkam Polri. Menurut Bambang sapaan akrabnya, salah satu indikasi kuatnya adalah bahwa Irjen Karyoto tidak memiliki pengalaman pernah menjabat sebagai Kapolda sebelum ini. Sementara, kata dia, tahapan Pemilu 2024 sudah mulai dilakukan dengan segala persiapan serta dinamika politik yang terjadi. “Asumsi yang muncul dan mengarah ke politik itu wajar, karena pelaksanaan pemilu tinggal 11 bulan lagi,” kata Bambang kepada wartawan, Kamis (30/3). Bambang Rukminto pun mewanti-wanti agar pimpinan Polri tak lagi mengeluarkan TR baru untuk penggantian Kapolda Metro Jaya sampai dengan kurun waktu hingga 6 bulan ke depan. Menurut Bambang, jika hal tersebut terjadi, tentu akan menimbulkan berbagai sepekulasi terhadap Korps Bhayangkara tersebut. “Akan sangat rawan bila dalam waktu kurang 6 bulan ada pergantian-pergantiam lagi,” lanjut Bambang. Di lain sisi, menurut Bambang, penunjukan Irjen Karyoto sebagai Kapolda Metro Jaya tidak profesional. Sebab Irjen Karyoto belum pernah sama sekali memimpin satuan wilayah setingkat Polda. “Kalau (penunjukan Irjen Karyoto sebagai Kapolda Metro Jaya) karena alasan profesional untuk membangun kultur Polri yang baik, promosi jabatan yang terstruktur, dan transparansi, itu tidak tampak,” kata Bambang. Padahal, secara kultural Polri, syarat bagi anggota kepolisian untuk menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya sebenarnya cukup berat. Jabatan Kapolda Metro Jaya, kata dia, biasanya selalu diisi oleh perwira tinggi Polri yang pernah menjabat mantan kapolda di wilayah lain. “Bahkan dulu ada prasyarat Kapolda Metro Jaya yang merupakan Polda tipe A+ harus diisi oleh sosok yang pernah menjabat Kapolda minimal di dua tempat, yang salah satunya adalah tipe A,” beber Bambang. Terlebih lagi, tambah Bambang, Kapolda Metro Jaya merupakan jabatan vital dan strategis karena memiliki tanggung jawab dan kewenangan terkait keamanan Ibu Kota. “Sementara, jabatan Kapolda Metro Jaya ini adalah jabatan pertama Irjen Karyoto sebagai kapolda,” kata Bambang lebih lanjut. Karena itu, Bambang memandang bahwa penunjukan Irjen Karyoto sebagai Kapolda Metro Jaya lebih karena syarat dengan makna politik. Apalagi, penunjukan tersebut dilakukan menjelang pemilihan umum atau Pemilu 2024. “Susah untuk tidak menghubungkan pengangkatan Irjen Karyoto sebagai Kapolda Metro dengan politik,” kata Bambang. Seperti diketahui, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan empat surat telegram berisi daftar mutasi ratusan personel kepolisian mulai dari perwira tinggi, perwira menengah, dan pertama. “Terdapat empat surat telegram mutasi tanggal 27 Maret 2023. Secara keseluruhan terdapat 473 personel,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (29/3/2023). Rinciannya, empat surat telegram mutasi tersebut antara lain ST/712/KEP./2023 berisi mutasi 8 personel, ST/713/KEP./2023 tentang mutasi 155 personel, ST/714/KEP./2023 soal mutasi 193 personel, serta ST/715/KEP./2023 mutasi terhadap 117 personel. Dari ratusan personel kepolisian yang dimutasi tersebut, terdapat tujuh kepala kepolisian daerah atau Kapolda yang diganti oleh Kapolri. Salah satunya adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran. Irjen Fadil Imran dimutasi berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST: 713/III/KEP./2023 yang ditandatangani Wakapolri Komjen Gatot Eddy Prabowo atas nama kapolri tanggal 27 Maret 2023. Fadil Imran dimutasi sebagai Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Polri menggantikan Irjen Arief Sulistyanto yang memasuki masa pensiun. Kemudian, Jenderal Listyo Sigit menunjuk Irjen Karyoto sebagai Kepala Polda Metro Jaya setelah menjadi Perwira Tinggi (Pati) Bareskrim Polri yang saat ini bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Prestasi Karyoto Diketahui, Karyoto adalah seorang anggota Polri dengan pangkat Inspektur Jenderal Polisi. Dia telah menjabat sebagai Deputi Penindakan di KPK sejak bulan April 2020. Irjen Pol Karyoto memiliki banyak prestasi yang diunggulkan selama menjabat sebagai Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK. Irjen Karyoto menangani sejumlah kasus besar, seperti kasus suap yang melibatkan Edhy Prabowo saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan, kasus suap Juliari Batubara saat menjabat Menteri Sosial, serta kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe. Selain itu, Irjen Karyoto juga menangani kasus dugaan suap mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani Maming, dan kasus suap yang menjerat mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri, Ardian Noervianto. Di masa jabatannya sebagai Deputi Penindakan, KPK juga menangani kasus suap yang melibatkan dua Hakim Agung, Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Irjen Karyoto juga terlibat dalam investigasi kasus dugaan korupsi Formula E dan kasus dugaan korupsi mantan pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. Kasus terbaru yang diumumkan saat Irjen Karyoto masih menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK adalah dugaan korupsi yang melibatkan Bupati Kapuas, Ben Brahum S Bahat, dan istrinya, Ary Egahni Ben Bahat. Ary merupakan anggota DPR dari Fraksi NasDem. Keduanya diduga menerima Rp 8,7 miliar dari tindak korupsi dan telah ditahan. (LA)