Kasus TPPU Rp 349 T, Prof Anthony Budiawan Ragukan Keberanian Aparat Hukum Periksa Menkeu Sri Mulyani

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 3 April 2023 13:44 WIB
Jakarta, MI - Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Prof Anthony Budiawan meragukan aparat penegak hukum yakni KPK, Kejagung dan Polri dalam upaya mengusut tuntas kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp 349 triliun sebagaimana diungkap Menko Polhukam Mahfud MD. Sebab, sudah sejak lama KPK menerima surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tetapi didiamkan. "Tapi KPK-nya yang sekarang surat PPATK sudah dipendam. Maka juga kelihatannya akan sulit untuk benar-benar (membuka kasus TPPU Rp 349 T) secara objketif. Secara hukum menegakkan ini karena buktinya adalah KPK ini juga sudah menerima laporan sejak lama tapi didiamkan," ujar Prof Anthony Budiawan saat berbincang dengan Monitor Indonesia di Jakarta, Senin (3/4). Sekarang ini, kata Prof Anthony, yang dibutuhkan adalah desakan masyarakat agar kasus ini dibuka secara terang berderang. Tanpa tekanan dari publik kasus TPPU Kemenkeu akan menguap begitu saja. Dia juga tak yakin Kejaksaan Agung bisa menangani kasus ini. Sebab, tambahnya, semuanya ini sudah terkontaminasi dan sudah serba sulit. "Kejagung sudah harus dibawah kendali. KPK pun sekarang sudah begitu. Harapannya adalah KPK. Sekarang, publik hanya harus memonitor seperti apa ujung dari megakasus TPPU Kemenkeu tersebut," katanya. Terkait dengan pencekalan Menkeu Sri Mulyani, Dirjen Pajak, dan Dirjen Bea Cukai, Prof Anthony mengatakan untuk saat ini bukan hal mudah. Pencekalan bisa dilakukan apabila parat penegak hukum sudah melakukan penyelidikan atau penyidikan atas kasus itu. "Perintah cekal harus ada alasan Sri Mulyani ini sedang diselidiki atau sedang disidik. Makanya eggak bisa langsung dicekal gitu dari Kemenkumham. Harus ada tindak lanjut dari aparat hukum bahwa mereka ini (Sri Mulyani) dalam status penyelidikan atau penyidikan terhadap TPPU Rp 349 triliun itu," tandasnya.