Pakar Hukum Sebut Tiga Tersangka Korporasi Kasus CPO Tidak Dapat Dihukum Lagi! Ini Kata Kejagung

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 17 Juni 2023 19:37 WIB
Jakarta, MI - Pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menilai penetapan tersangka tiga perusahaan dalam korupsi minyak goreng akan sulit masuk persidangan karena termasuk ne bis in idem. Tiga perusahaan itu adalah Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup. Tiga perusahaan itu ditetapkan sebagai tersangka setelah Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, memvonis lima orang terdakwa dengan hukuman 5-8 tahun. Vonis ini telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat kasasi. “Ne bis in idem karena sudah dipidana orang-orang dari ketiga perusahaan tersebut. Artinya atas perbuatan itu telah dihukum dan tidak dapat dihukum lagi,” kata Chairul Huda kepada wartawan, dikutip pada Sabtu (17/6). Sebab penetapan tersangka ini ne bis in idem, Chairul menilai perkara tersebut tidak bisa dibawa kembali ke persidangan. Apabila tetap dipaksakan, menurutnya, hakim akan menolak berkas perkara tersebut. “Kalau pengadilan sependapat dengan pendapat saya, maka di ‘NO’ perkara tersebut,” ujarnya. Chairul juga menanggapi pertimbangan majelis hakim bahwa pihak yng memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi atau tempat di mana para terdakwa bekerja. Sehingga, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya. Menurut Chairul, pertimbangan tersebut bisa menjdi dasar untuk membebaskan para terdKakwa terdahulu. “Karena nyata-nyata perbuatan yang dipandang merugikan keuangan negara merupakan corporate actions. Ini standar ganda, perbuatan katanya menguntungkan perusahaan, tetapi karyawannya dihukum," jelasnya. Apabila para terdakwa terdahulu dibebaskan, kata dia, maka tindak pidana korporasi oleh perusahaan-perusahaan tersebut tidak menjadi ne bis in idem. Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Penarngan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana memperta mempertanyakan di mana letak ne bis in idem penyidikan tersebut. Pasalnya, kata dia, subyek hukum yang disidik berbeda. Untuk penyidikan kali ini adalah badan hukum atau korporasi. Sedangkan, sebelumnya adalah individu. Ketut pun merujuk penyidikan serupa pada kasus-kasus lain. “Kalau mau belajar lebih banyak cek kasus Jiwasraya dan Asabri. Di sana juga ada korporasi,” ujar ketut kepada wartawan, Sabtu (17/6). Ketut menjelaskan, ne bis in idem adalah apabila obyek dan subyek sama dalam kasus yang sama dan pernah ditangani, kemudian diajukan kembali jika sudah inkracht. Ia juga merujuk Pasal 76 KUHP yang menjelaskan ne bis in idem melarang melakukan penuntutan dua kali terhadap subyek dalam perkara yang sama “Jadi korporasi dalam perkara ini belum pernah diadili, tidak termasuk dalam ne bis in idem,” ujar Ketut. Majelis Hakim juga menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi atau tempat di mana para terpidana bekerja. Oleh karena itu, korporasi harus bertanggung jawab untuk memulihkan kerugian negara akibat perbuatan pidana yang dilakukannya. “Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka menegakkan keadilan, Kejaksaan Agung segera mengambil langkah penegakan hukum dengan melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara,” kata Ketut, kemarin. Ketut mengatakan dari hasil penyidikan, ketiga perusahaan tersebut ditetapkan tersangka. Ia mengatakan negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp6,47 triliun akibat perkara ini. Selain itu, perbuatan para terpidana juga telah menimbulkan dampak siginifikan, yaitu terjadinya kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan masyarakat khususnya terhadap komoditi minyak goreng. “Akibatnya, dalam rangka mempertahankan daya beli masyarakat terhadap komoditi minyak goreng, negara terpaksa menggelontorkan dana kepada masyarakat dalam bentuk bantuan langsung tunai sebesar Rp 6,19 Triliun,” kata dia. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) memperberat vonis semua terdakwa kasus korupsi minyak goreng di tingkat kasasi. Kelimanya mendapatkan tambahan hukuman penjara dan denda. Vonis tersebut diputus pada Jumat, 12 Mei 2023. Kelima terdakwa tersebut adalah mantan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Indra Sari Wisnu Wardhana; anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Perekonomian, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei; Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor; Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley M.A; dan General Manager Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang. (LA) #Tersangka Korporasi Kasus CPO