Marak Kasus Mutilasi, Pakar Hukum Dorong Pelaku Dihukum Mati

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 19 Juli 2023 20:53 WIB
Jakarta, MI - Maraknya kasus pembunuhan dan mutilasi sangat meresahkan masyarakat. Sampai pertengahan tahun ini saja sudah terjadi dua kasus. Hal ini harus disikapi secara serius dan cepat oleh kepolisian. Karena ini merupakan kejahatan yang sadis membuat korban menjadi mati, dengan cara pelaku memotong-motong dan membuang secara terpisah bagian tubuh korban. "Mutilasi ini memiliki tujuan untuk menghilangkan jejak dari tindakan pembunuhan yang biasanya sudah direncanakan dengan motif ekonomi, menguasai barang kepemilikan korban termasuk demi balas dendam," ujar pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Azmi Syahputra kepada Monitorindonesia.com, Rabu (19/7). Azmi menjelaskan, sanksi kasus ini mengacu pada Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan menerapkan Pasal 338 KUHP termasuk dikaitkan dengan Pasal 340 KUHP dalam praktiknya hukuman bagi para pelaku tindak kejahatan mutilasi semestinya dengan ancaman pidana seumur hidup dan atau pidana mati. "Karenanya agar penegakan hukum pidana berkualitas dan ada efek jera bagi pelaku, harus diterapkan sanksi maksimal tersebut, selain pidana mati atau penjara seumur hidup tanpa kompromi yang ditempatkan pada Lapas Khusus dalam proses peradilan sebelum eksekusi," tegas Azmi. "Termasuk terapkan pula sanksi tambahahan lain berupa denda termasuk pencabutan hak tertentu bagi pelaku , sanksi ini diperlukan agar dapat mengendalikan kejahatan lebih khusus pada pelaku," imbuh Azmi. Seperti diketahui, kasus mutilasi kembali menggemparkan warga Sleman setelah adanya penemuan beberapa potongan tubuh korban di sungai Bedog, Bangunkerto, Turi, beberapa waktu lalu. Dua orang ditetapkan tersangka dalam kejadian ini. Sebelumnya, kasus mutilasi juga terjadi di sebuah penginapan di wilayah Pakem, pada Maret lalu. Pelaku memutilasi korban dan meninggalkannya begitu saja di toilet penginapan tersebut. (Wan)

Topik:

Polri Pembunuhan azmi syahputra mutilasi