Akal Busuk Kabasarnas Cs Soal Lelang Proyek Pengadaan Barang dan Jasa, Hanya Formalitas Saja!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 27 Juli 2023 13:04 WIB
Jakarta, MI - Kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas terjadi karena terdapat persekongkolan antara pejabat Basarnas dengan perusahaan peserta lelang dengan mengakali sistem pengadaan elektronik (e-procurement). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini sudah menetapkan Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfianto (HA), dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas RI Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC). Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan, bahwa dalam suatu kesepakatan terkait pemberian sejumlah komisi atau fee dan janji buat menunjuk atau memenangkan perusahaan yang membayar komisi itu. "Bagaimana bisa padahal sudah menggunakan e-procurement? Dan ternyata memang bisa. Jadi sistem apapun yang dibangun ketika itu dilakukan persekongkolan maka jebol juga. Tentu dalam proses lelangnya pun itu sudah diatur, atau dengan kata lain proses lelang hanya sekadar formalitas," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (26/7). Padahal, lanjut Alexander, pada beberapa waktu lalu program digitalisasi pengadaan barang dan jasa pemerintah diluncurkan sebagai salah satu ikthiar terkait pencegahan korupsi, supaya tidak terlampau bertumpu pada penindakan hukum. Pemerintah meyakini sistem pengadaan secara elektronik itu bisa menekan potensi rasuah dalam proyek-proyek pemerintahan. "Salah satu cara peserta lelang mengakali sistem pengadaan elektronik adalah tetap mengikuti prosedur dengan menyertakan perusahaan pendamping yang ditengarai ikut bersekongkol. Atau bahkan perusahaan pendamping itu dimiliki oleh orang yang sama yang nanti akan memenangkan lelang," beber Alexander. Terkait dokumen perusahaan peserta lelang, menurut Alexander ada kemungkinan para tersangka memasukkan fail itu secara elektronik dari satu perangkat komputer. Hal itu, kata Alexander, biasanya akan terungkap dalam proses audit forensik digital. "Dokumen ini di-upload lewat komputer yang mana, dari tempat yang sama itu biasanya akan terungkap modus-modus seperti itu. Nanti kami akan mendalami proses lelang pengadaan barang dan jasa di Basarnas," jelas Alexander. Menurut Alexander, perkara dugaan suap yang menyeret nama Henri berpangkal dari proyek pengadaan di lingkungan Basarnas. Dia mengatakan, Basarnas sebelumnya menggelar sejumlah tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE pada 2021. Dua tahun berselang, atau tepatnya pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan yang mencakup pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar. Selanjutnya, pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp 17,4 miliar, dan pengadaan kendaraan kendali jarak jauh (remotely operated vehicle/ROV) untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 89,9 miliar. Proyek pengadaan itu diikuti oleh PT Intertekno Grafika Sejati (IGS), PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), dan PT Kindah Abadi Utama (KAU). Para petinggi masing-masing perusahaan itu yakni MG Komisaris Utama PT MGCS, MR Direktur Utama PT IGK, dan RA Direktur Utama PT KAU, kemudian mendekati Henri supaya perusahaan mereka memenangkan lelang proyek. Pendekatan kepada Henri dilakukan secara personal melalui perantara Afri Budi Cahyanto. Dalam beberapa kali pertemuan antara para bos perusahaan dengan Henri menghasilkan kesepakatan penetapan jatah komisi sebesar 10 persen. Dari pertemuan itu pula, Alex mengatakan, Henri berjanji siap mengondisikan dan menunjuk perusahaan MG dan MR sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun 2023. Sedangkan perusahaan RA menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan public safety diving equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024). Alexander menjelaskan, KPK mendapat laporan kemudian mengawasi gerak-gerik para tersangka. Mereka kemudian menggelar operasi tangkap tangan (OTT) yang diawali dengan diterimanya informasi dari masyakarat mengenai dugaan adanya penyerahan sejumlah uang pada penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengondisian pemenang tender proyek di Basarnas pada Selasa (25/7). Kemudian pada hari itu, tim KPK mendapat informasi adanya penyerahan sejumlah uang dalam bentuk tunai dari pihak swasta berisinial MR kepada pejabat Basarnas, ABC, di salah satu parkiran bank di Mabes TNI Cilangkap. Penyidik KPK yang sudah mengintai para pelaku melakukan OTT sekitar pukul 14.00 WIB. Operasi itu dilakukan di sejumlah lokasi yakni jalan raya Mabes Hankam di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur dan di wilayah Jatiraden, Jatisampurna, Kota Bekasi. "Tim KPK kemudian langsung mengamankan MR, ER, HW di Jalan Mabes Hankam, Cilangkap dan ABC di salah satu restoran soto di Jatisampurna, Bekasi," kata Alex dalam jumpa pers, Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023). "Turut diamankan goodie bag yang disimpan dalam bagasi mobil ABC yang berisi uang Rp 999,7 juta," sambung Alexander. Letkol Afri Budi beserta pihak lainnya dan barang bukti uang Rp999,7 juta kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk lanjutan permintaan keterangan. Dalam operasi itu mulanya KPK menangkap 11 orang. Pihak swasta yang ditangkap dalam OTT itu terdiri dari pimpinan dan staf PT Intertekno Grafika Sejati, yakni MR (Marilya) selaku Direktur Utama, JH (Johhannes) selaku Direktur Keuangan, dan RK (Rika) Manajer Keuangan PT IGS. Selain itu adalah ER (Erna) SPV Treasury PT IGS, DN (Daniel) dan EH (Esther) selaku staf keuangan PT IGS, serta HW (Herry W.) yang merupakan supir MR. Pihak swasta lain yang turut ditangkap berasal dari PT Kindah Abadi Utama (KAU) yaitu RA (Roni Aidil) selaku Direktur Utama PT KAU, SA (Sari) selaku bagian keuangan, dan TM (Tomi) selaku staf operasional. Henri dan Alfi diduga menerima suap dari Mulsunadi Gunawan (MG) selaku Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS), Marilya, dan Roni Aidil. Ketiganya pun dijerat sebagai tersangka pemberi suap. KPK menduga Henri Alfiandi bersama-sama Afri Budi telah menerima suap dengan total Rp 88,3 miliar dari sejumlah proyek pengadaan di Basarnas tahun 2021 hingga 2023. Proses hukum terhadap Henri Alfiandi dan Afri Budi akan diserahkan ke pihak TNI. Langkah ini dilakukan mengacu ketentuan yang berlaku. “Terhadap dua orang tersangka HA dan ABC yang diduga sebagai penerima suap penegakan hukumnya diserahkan kepada Puspom Mabes TNI untuk proses hukum lebih lanjut yang akan diselesaikan oleh tim gabungan penyidik KPK dan tim penyidik Puspom Mabes TNI sebagaimana kewenangan yang diatur di dalam undang-undang,” pungkas Alexander.