Lima Pejabat Bakti Jadi Saksi Tersangka Korupsi BTS yang Berani Ancam "Meratakan" Kemenkominfo

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 November 2023 01:19 WIB
Naek Parulian Washington Hutahaean alias Edward Hutahaean, sebagai tersangka korupsi BTS 4G Bakti Kominfo (Foto: Istimewa)
Naek Parulian Washington Hutahaean alias Edward Hutahaean, sebagai tersangka korupsi BTS 4G Bakti Kominfo (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) memeriksa lima orang saksi dalam kasus korupsi BTS 4G Badan Aksesbilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Lima saksi dari Bakti Kominfo itu diperiksa atas nama tersangka Edaward Hutahaean dan kawan-kawan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumendana mengatakan pemeriksaan tersebut untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalama kasus yang merugikan negara Rp 8,032 triliun ini.

"Lima saksi itu adalah HH selaku Staf Divisi Lastmild Backhaul Direktorat Infrastruktur BAKTI, WN selaku Ketua Tim PMU BAKTI, GP selaku Kepala Divisi LTIBU2 Infrastruktur Lasmile/Backhaul BAKTI, IPP selaku Staf BAKTI Infra Lastmils BAKTI dan BS selaku Perwakilan BAKTI di PT Palapa Timur Telematika," ujar Ketut, Selasa (31/10).

Diketahui, bahwa Naek Parulian Washington Hutahaean (NPWH) alias Edward Hutahaean ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat, 13 Oktober 2023 lalu. Edward disebut sebagai pihak yang sempat menawarkan untuk menutup kasus ini dengan imbalan uang sebesar 2 juta dolar Amerika.

Edward juga merupakan satu-satunya tersangka yang berani mengancam akan "membumihanguskan" Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) jika keinginannya tak terpenuhi. Hal ini terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada beberapa waktu lalu.

Mantan Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif (Terdakwa) dalam sidang itu menyebut, bahwa Edward sempat mengatakan bahwa jika tak segera diurus sedari awal maka kasus tersebut akan menjadi masalah besar. 

Kepada Anang Edward mengatakan masalah BTS merupakan proyek besar sehingga butuh dana besar untuk bisa menghentikan pengusutannya. “Pada saat itu, beliau menyebutkan angka 8 juta US dollar,” kata Anang.

Tak hanya itu, menurut Anang, Edward pun sempat memintanya untuk menyiapkan USD 2 juta dalam waktu tiga hari jika serius menerima tawaran tersebut. Ia pun mengaku terkejut dengan jumlah uang yang diminta dan menolak permintaan itu. “Saya kaget, saya bilang ‘Pak kalau uang sebesar itu mending dipenjara saja, karena saya tidak punya uang sebesar itu’,” kata Anang menggambarkan percakapannya dengan Edward.

Merespons jawaban Anang, Edward disebut menyarankannya untuk minta bantuan pada Galumbang. Alasannya Edward menilai Anang memiliki kedekatan dengan bos Moratelindo itu. Anang pun kembali bertanya kepada Edward. “Saya tanya ‘kenapa Pak Galumbang beliau kan tidak ikut BTS?’ Beliau jawab ‘kan Pak Galumbang pernah bermitra dengan Bakti dengan proyek Palapa Ring-nya,” ujar Anang mengulang perkataan Edward.

Menurut Anang, pria yang mengaku punya koneksi banyak di Kejaksaan Agung itu kemudian menjelaskan bahwa Galumbang termasuk orang yang pernah menikmati proyek dari Kominfo.

Anang pun menyebut Edward kerap mendekatinya dan meminta proyek dari Bakti, dan mengancam akan ‘meratakan’ Kemenkominfo bila tak diberi proyek. “Kalau di kami ada kira-kira untuk sejenis quality service seluler itu nilainya Rp 250 miliar, lalu ada pekerjaan semacam dana center juga yang dia inginkan dari Kominfo,” kata Anang.

Anang pun saat itu mengatakan Edward bahkan pernah mengancam akan membolduzer seluruh pihak di Kementerian Kominfo bila tidak memberikan dana yang ia minta. (An)