Joko Widodo Berhak Keluarkan Keputusan Pemberhentian Ketua MK Anwar Usman

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 November 2023 07:54 WIB
Joko Widodo menandatangani berita acara pengambil sumpah Anwar Usman sebagai hakim konstitusi, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (7/4) (Foto: Ist)
Joko Widodo menandatangani berita acara pengambil sumpah Anwar Usman sebagai hakim konstitusi, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (7/4) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Hakim konstitusi periode 2003-2008, Maruarar Siahaan menyatakan bahwa seharusnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman seharusnya malu usai dipecat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Kendati, menurutnya yang mengeluarkan keputusan pemberhentian paman Gibran Rakabuming Raka itu adalah Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Karena sorry to say, Pak Anwar iparnya presiden. Yang mengeluarkan keputusan pemberhentian nanti ya Pak Presiden," ujar Maruarar, Selasa (7/11) malam.

Sementara itu, mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva menyatakan bahwa, seharusnya hal itu tidak boleh terjadi pada hakim dan MK. 

"Setelah mendengarkan putusan MKMK, ternyata banyak sekali hal-hal yang seharusnya tidak boleh terjadi pada hakim dan MK," ungkapnya.

Yang dilakukan adik ipar Joko Widodo itu, menurut dia akan berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap MK. Baik dalam proses pemeriksaan maupun saat keputusan. 

Hal ini sebagaimana tercermin dalam putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres.

Menurut Zoelva lagi, MKMK tak salah dalam bersikap dan itu sudah tepat.

"Kami dapat memahami putusan yang dikeluarkan oleh MKMK," tandasnya.

Adapun putusan MK itu diketahui membuat warga negara Indonesia yang di bawah 40 tahun bisa menjadi capres atau cawapres asal pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dalam Pemilu atau Pilkada. 

Diberitakan, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim. 

MKMK memutuskan bahwa Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK.

"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11). 

"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi

kepada hakim terlapor," tambahnya. 

Oleh karena itu, MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

MKMK memerintahkan, Anwar Usman tidak bisa mengikuti pencalonan Ketua MK. 

"Hakim Terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai Ketua MK hingga masa jabatan sebagai hakim konstitusi berakhir," tegas Jimly. 

MKMK juga melarang Anwar Usman terlibat atau melibatkan diri, dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pilpres, pileg, dan pilkada. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan konflik kepentingan.

"Yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan," pungkas Jimly. 

Sebagaimana diketahui, MKMK telah menerima sebanyak 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi dalam putusan MK soal batas minimal usia capres dan cawapres tersebut. 

Selain Anwar Usman, delapan hakim konstitusi lain juga turut dilaporkan, yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic, Guntur Hamzah, dan Wahiduddin Adams yang juga menjadi anggota MKMK.

Atas laporan tersebut, MKMK telah menggelar serangkaian rapat MKMK mulai dari sidang pendahuluan, dan sidang pemeriksaan lanjutan.

Dalam sidang tersebut, MK mendengarkan keterangan pelapor, 9 hakim konstitusi, ahli, dan saksi sejak Kamis (26/10) hingga Jumat (3/11). MKMK menggelar sidang terbuka saat mendengar keterangan pelapor dan ahli dan sidang tertutup terhadap sembilan hakim MK. (An)