Duduk Perkara Suap dan Gratifikasi Seret Wamenkumham Eddy

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Desember 2023 12:38 WIB
Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej saat tiba di KPK, Senin (4/12)
Wamenkumham, Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej saat tiba di KPK, Senin (4/12)

Jakarta, MI - Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (Eddy Hiariej) memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pada hari ini, Senin (4/12).

"Iya betul informasi yang kami peroleh untuk hadir dengan kapasitas sebagai saksi dalam berkas perkara tersangka lain Senin (4/12)," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri.

Diketahui, Eddy ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya. Satu orang sebagai tersangka pemberi suap dan gratifikasi, dan tiga orang selaku penerima.

Eddy juga dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan atas permintaan KPK kepada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan dan HAM.

Selain itu, KPK juga sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) atua penetapan tersangka ke Presiden Joko Widodo.

Duduk Perkara

Dugaan korupsi yang menyeret nama Eddy dilaporkan Sugeng langsung ke KPK pada Selasa 14 Maret 2023 lalu.

Adalah berkaitan dengan pengurusan akta dan perizinan PT Citra Lampia Mandiri (PT LCM) di Sulawesi Selatan yang diajukan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM.

Berawal saat Direktur PT CLM, Helmut Hermawan (HH) meminta konsultasi hukum kepada Eddy soal sengketa perusahaannya.

Dana sebesar Rp 7 miliar diduga diberikan secara bertahap lewat Yogi Ari Rukman (YAR) dan Yosi Andika (YAM) yang merupakan asisten pribadi (Aspri) orang nomor dua di Kemenkumham itu.

"Pertama, bulan April dan Mei (2022) ada satu pemberian dana masing-masing Rp 2 miliar (jadi) sebesar Rp 4 miliar, yang diduga diterima oleh Wamen EOSH (Eddy) melalui asisten pribadinya di Kemenkumham saudara YAR ini buktinya ni (menunjukkan kertas)," kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (14/3).

Kemudian pada Agustus 2022, Sugeng menyebut ada pemberian uang kembali sebesar Rp 3 miliar secara tunai, dengan pecahan mata uang dolar Amerika Serikat.

"Yang diterima tunai oleh juga asisten pribadi YAR, di ruangan saudara YAR. Diduga atas arahan saudara Wamen EOSH (Eddy)," kata Sugeng.

Setelah IPW melaporkan kasus ini, Eddy Hiariej menjalani klarifikasi di kantor KPK.

Pada saat itu, Eddy menganggap aduan dari IPW sebagai upaya tendensius mengarah ke fitnah yang mencoba merusak reputasinya.

Pengacara Eddy Hiariej, Ricky Herbert Parulian Sitohang, membantah tudingan terkait penerimaan gratifikasi tersebut.

Menurut Ricky, uang yang diterima oleh Yosi adalah honorarium yang diberikan sebagai imbalan atas pekerjaannya sebagai pengacara. 

Ricky juga menegaskan bahwa kliennya tidak menerima sepeser pun dari aliran dana tersebut dan tidak mengetahui aktivitas Yosi terkait kasus tersebut.

"Tidak ada relevansi antara apa yang dilakukan saudara Yosi dengan Prof Eddy. Jadi, Prof. Eddy tidak pernah sepeser pun menerima aliran dana tersebut," katanya.

Kemenkumham sendiri menyebut Eddy Hiariej belum pernah menjalani pemeriksaan dalam proses penyidikan dan belum menerima surat perintah penyidikan (sprindik) atau Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari penyidik KPK.

"Beliau tidak tahu menahu mengenai penetapan dirinya sebagai tersangka yang telah dilaporkan oleh media karena belum pernah diperiksa dalam penyidikan dan juga belum menerima sprindik atau SPDP," kata Koordinator Humas Setjen Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Tubagus Erif Faturahman dalam pernyataan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (10/11).