Skandal Kecurangan Fasyankes Ancam Keselamatan Pasien

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Desember 2023 03:58 WIB
BPJS Kesehatan (Foto: Dok MI)
BPJS Kesehatan (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kecurangan atau fraud masih menghantui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Kemarin (7/12) Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pada acara Penganugerahan Penghargaan Anti Kecurangan dan Pengendalian Gratifikasi Program JKN di Jakarta menyebut adanya dugaan fraud sebesar Rp 866 miliar.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, menilai kecurangan yang dilakukan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) akan merugikan peserta dan mengancam keselamatan pasien. "Seperti kecurangan readmisi yang sering terjadi, yaitu pasien disuruh pulang dalam kondisi belum layak pulang dan kemudian dalam beberapa hari kemudian disuruh rawat inap lagi," ujar Timboel begitu disapa Monitorindonesia.com, Minggu (10/12).

Dugaan kecurangan yang dilakukan fasyankes yang ditemukan BPJS Kesehatan, lanjut Timboel, memang tentunya menjadi hal biasa yang terjadi setiap tahun, baik kecurangan dalam klaim Sistem Indonesian Case Base Groups (INA-CBG's) dan non-INA-CBGs di rumah sakit maupun kapitasi dan non-kapitasi di  Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Untuk itu, Timboel berharap pihak BPJS Kesehatan serius dalam penanganan masalah kecurangan ini dengan melibatkan kepolisian. Bila memang ada pidana maka lanjutkan hingga ke kejaksaan dan pengadilan. 

"Jangan hanya sanksinya sebatas putus kerja sama dan pengembalian dana ke BPJS kesehatan, yang selama ini dilakukan. Harus ada upaya sanksi yang membuat jera yaitu pidana penjara. Dana yang dikelola oleh BPJS kesehatan adalah dana amanah yang menjadi tanggunjawab negara".

"Dan tentunya pihak BPJS Kesehatan juga bisa membuat sistem pencegahan yang lebih sistemik dan massif yang juga melibatkan pasien JKN sehingga kecurangan dapat diantisipasi dan diminimalisir," imbuhnya. 

Sebelumnya dugaan fraud atau kecurangan diungkap Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti. "Kalau totalnya kan Rp866 miliar ya tahun ini saja, jadi cukup besar," kata  Ghufron Mukti seperti ditulis kantor berita antara.

Ghufron menjelaskan kecurangan tersebut terdiri atas berbagai modus, seperti excessive usage atau penggunaan untuk hal yang tidak perlu dan phantom billing atau klaim palsu tanpa disertai tindakan atau pasien bodong. (Wan)