UU Perampasan Aset Obat Mujarab Atasi Korupsi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Desember 2023 03:41 WIB
Ilutrasi tersangka kasus dugaan korupsi (Foto: MI/Aswan)
Ilutrasi tersangka kasus dugaan korupsi (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Undang-Undang (UU) Perampasan Aset bakal menjadi obat mujarab dalam penangangan kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) karena atas keserahakan pelakunya.

Sebagaimana diketahui bahwa, meski tak kunjung dibahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sudah ada di DPR RI pasca Presiden Joko Widodo menerbitkan surat presiden (surpres)-nya. Surpres itu diterima DPR RI pada awal Mei 2023.

Saat itu, DPR menyatakan bahwa pembahasannya dimulai dari rapat pimpinan (Rapim) sebelum dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus).

Kini, UU Perampasan Aset menjadi sorotan calon Presiden (Capres) nomor urut 1 Anies Baswedan.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengaku yakin, jika UU perampasan aset diketok, akan membuat efek jera terhadap koruptor. "Jenis pelanggaran karena rasa takut itu menghadapinya harus dengan membuat efek jera," kata Anies usai berkunjung ke Vihara Welas Asih Cirebon, Sabtu (9/12).

Bagi Anies, hukuman yang pantas koruptor bukan ditahan. Tapi harus dimiskinkan dengan merampas asetnya. "Memberikan hukuman yang menjerakan dan hukuman tersebut bukan lokasi tapi konsekuensi jadi miskin. Kita rampas seluruh aset koruptor itu," lanjut Anies. 

Lebih lanjut, Anies menjelaskan, perilaku korupsi yang ditangani oleh KPK adalah tindakan individu maupun kelompok atas dasar keserakahan.

Oleh karena itu, memberi efek jera tidak boleh tanggung-tanggung. JIka harta kekayaan koruptor tidak disita, maka besar kemungkinan mereka akan mengulangi perbuatannya. 

Bahkan, tegas dia, pelaku tetap menikmati kekayaan hasil korupsinya meski sudah bebas.

"Yang diinginkan koruptor itu hedonis, hidup berlebih konsumtif begitu dimiskinkan hilang semua. Tapi kalau sekedar dihukum dan uangnya ya tetap milik koruptor," Anies menandaskan.

Dengan demikian, diharapkan RUU Perampasan Aset dapat menjadi solusi yang menjadi dasar hukum yang dapat dijalankan tanpa harus menunggu selesainya proses hukum yang berjalan.

Sederhananya, RUU Perampasan Aset bertujuan untuk menghadirkan cara untuk dapat mengembalikan kerugian negara (recovery asset) sehingga kerugian yang diderita oleh negara tidak signifikan. 

Untuk diketahui, berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, RUU ini telah melewati perjalanan yang cukup panjang sejak awal tahun 2010. 

Pada periode Prolegnas 2015-2019, RUU ini termasuk dalam program legislasi nasional, namun tidak pernah dibahas karena tidak masuk dalam daftar prioritas RUU. 

Kemudian, pada periode Prolegnas 2020-2024, RUU Perampasan Aset kembali dimasukkan dan Pemerintah mengusulkan agar RUU ini dimasukkan dalam Prolegnas 2020, sayangnya usulan tersebut tidak disetujui oleh DPR RI. 

Pada tahun 2023, pemerintah dan DPR RI mencapai kesepakatan untuk memasukkan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas 2023. 

Namun itu, terdapat dugaan terjadinya kendala pelaksanaan perampasan aset sendiri yang tidak lepas dari dua hal penting.

Pertama, kurangnya politik hukum negara. Kedua, eksistensi aset yang berada di luar negeri. (Wan)