Top Markotop! Cukup 1 Tahun, Indonesia Cetak 6 Kasus Korupsi Terpopuler

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Desember 2023 16:57 WIB
Ilustrasi - Korupsi di Indonesia (Foto: MI/Net/Ist)
Ilustrasi - Korupsi di Indonesia (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Top markotop, sepanjang tahun 2023 setidaknya ada 6 kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) menjadi terpopuler di Indonesia.

Pengungkapan kasus korupsi itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Lembaga ini berfungsi untuk mencegah dan memberantas korupsi secara profesional, optimal, intensif, serta berkesinambungan.

Namun mirisnya dari data yang diungkap Transparency International Indonesia (TII), pada tahun 2022 indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia berada di angka 34 atau turun empat poin dari tahun 2021.

Penurunan peringkat ini lantaran kerap ditemukan praktik korupsi di lembaga penegakan hukum. Hal ini menunjukkan penegakan hukum anti korupsi belum terbukti efektif dalam mencegah dan memberantas korupsi. Entah siapa yang salah?

Catatan Monitorindonesia.com, Sabtu (30/12), berikut berita kasus korupsi terpopuler: 

1. Lukas Enembe

Mantan Gubernur Papua 2 periode, Lukas Enembe ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi dan gratifikasi pada Selasa, 10 Januari 2023. Penetapan tersangka Lukas Enembe bertempatan saat laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 2017.

PPATK menemukan pengelolaan uang tak wajar dengan nilai transaksi mencapai ratusan miliar rupiah untuk setoran tunai ke Singapura hingga pembelian jam tangan mewah.

Setelah tak tersengar kabarnya, Lukas kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi senilai Rp 1 Miliar setelah sekitar 5 tahun sejak kasusnya terendus, tepatnya pada Senin, 5 September 2022.

Berita Lukas Enembe ada di sini

 2. Jonny G Plate

Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika RI, Jonny G Plate menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastuktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022.

Penetapan sebagai tersangka ini dilakukan oleh Kejaksaan Agung pada Rabu (17/5/2023).

Usai ditetapkan sebagai tersangka Jonny langsung ditahan mengenakan rompi tahanan Kejagung warna merah muda. 

Akibat kasus korupsi ini, negara dirugikan sebesar Rp 8 Triliun. Kerugian keuangan negara tersebut terdiri atas tiga hal biaya kegiatan penyusunan kajian pendukung, markup harga, dan pembayaran BTS yang belum terbangun.

Akibat perbuatannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis 15 tahun penjara terhadap Johnny G Plate, dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo.

Berita Johnny G Plate ada di sini

 3. Syahrul Yasin Limpo (SYL)

Setelah Jonny G Plate, selanjutnya giliran mantan Menteri Pertanian periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang terlibat kasus korupsi.

Mantan Gubernur Sulawesi Selatan tersebut diduga melakukan pemerasan dalam jabatan, melakukan gratifikasi, serta pencucian uang di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo usai menjalani pemeriksaan pada Jumat (13/10/2023).

SYL bersama dua anak buahnya, Kasdi dan Hatta disebut telah menikmati uang sekitar Rp13,9 miliar.

Uang itu di antaranya digunakan untuk membayar cicilan kartu kredit dan pembelian mobil Alphard.

SYL dkk disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Syahrul Yasin Limpo ada di sini

4. Firli Bahuri

Firli Bahuri mantan ketua KPK, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Selain pemerasan, penyidik gabungan saat ini tengah mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus yang menjerat Firli Bahuri.

Saat ini penyidik sedang melakukan pengembangan apakah Firli Bahuri akan dijerat dengan pasal TPPU atau tidak.

Penyidik masih mengumpulkan sejumlah bukti setelah itu baru akan memutuskan nasib Firli Bahuri.

Tetapi, Firli telah dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.

Dirinya terancam hukuman paling singkat empat tahun hingga seumur hidup.

Berita Firli Bahuri ada di sini

5. Edward Omar Sharif Hiariej 

Edward Omar Sharif Hiariej yang merupakan Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) periode 2020-2024, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi.

Selain Eddy -sapaan akrab Edward-, KPK juga menetapkan 3 orang menjadi tersangka, yaitu dua asisten pribadinya bernama Yogi Arie Rukmana, dan Yosi Andila Mulyadi; serta Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan pada Kamis, (7/12/2023).

Dalam perkara ini, KPK menduga Eddy melalui dua asistennnya menerima uang suap sebanyak miliaran Rupiah dari Helmut.

Uang diduga diberikan oleh Helmut agar Eddy membantu pengesahan badan Hukum PT Citra Lampia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.

Berita eks Wamenkumham Eddy ada di sini

6. Henri Alfiandi

Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau disebut Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi (HA) jadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus ini terungkap setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT). Henri diduga menerima suap Rp 88,3 miliar terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas tahun Anggaran 2021-2023.

Berita Henri Alfiandi ada di sini

Catatan:

Anjloknya skor sebesar 4 poin ini menjadi penurunan yang terburuk sejak era reformasi. Selain itu, hal tersebut juga disertai dengan merosotnya peringkat Indonesia dari 96 -pada tahun 2021- lalu ke peringkat 110 dari 180 negara disurvei. 

Penurunan baik dari segi poin maupun peringkat IPK Indonesia ini sejatinya merupakan cerminan atas buruknya komitmen pemberantasan korupsi yang dijalankan di masa pemerintahan Joko Widodo, termasuk penindakan kasus korupsi. 

Hal ini setidaknya terkonfirmasi dari catatan TII yang menunjukkan bahwa indikator penegakan hukum antikorupsi terbukti belum efektif dalam memberantas korupsi.

Jika ditarik sepanjang tahun 2022, kondisi korupsi di Indonesia memang semakin mengkhawatirkan. Korupsi terjadi hampir di seluruh sektor pemerintahan, baik lembaga ekstekutif, legilsatif, terakhir korupsi hakim agung semakin melengkapi korupsi di sektor yudikatif. 

Alhasil prinsip check and balances antar tiga cabang kekuasaan tersebut menjadi tidak berjalan. Alih-alih menjadi penyeimbang, masing-masing dari lembaga tersebut justru turut dalam pusaran korupsi. Sehingga, anecdotal dari trias politicia menjadi trias koruptika sangat tepat menggambarkan fonemena tersebut. (Wan)

Baca selengkapnya berita hukum Monitorindonesia.com di sini