Tolak Opsi Sidang In Absentia Harun Masiku, KPK Khawatirkan Hal Ini

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 5 Januari 2024 15:58 WIB
Baliho tangkap Harun Masiku, DPO KPK (Foto: MI/AT)
Baliho tangkap Harun Masiku, DPO KPK (Foto: MI/AT)

Jakarta, MI - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menaikkan kasus Harun Masiku ke persidangan dengan opsi in absentia.

Namun demikian, Ketua KPK sementara Nawawi Pomolango secara tegas menolak opsi persidangan in absentia terhadap mantan calon legislatif (caleg) PDI Perjuangan itu yang sampai saat ini masih buron. 

Pasalnya, menurut Nawawi, sidang secara in absentia dikhawatirkan bisa menghilangkan upaya pengembalian kerugian negara. “In absentia ini bagus pada kasus-kasus di mana terdakwa yang misal melarikan diri, tetapi meninggalkan aset-aset yang dapat menutupi kerugian negara yang telah ditimbulkan,” kata Nawawi Pomolango kepada wartawan, Jumat (5/1).
 
Sidang in absentia bisa diambil KPK berdasarkan Pasal 38 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). 

Opsi itu, menurut Nawawi, biasanya diambil untuk menegakkan hukum bagi terdakwa yang hilang, tetapi asetnya masih diketahui. “Praktik peradilan in absentia ini lebih ditujukan pada penyelamatan kekayaan negara, sehingga, tanpa kehadiran terdakwa, perkara dapat diperiksa, dan diputus oleh pengadilan,” beber Nawawi.
 
Pengadilan, tambah Nawawi, berhak memerintahkan penegak hukum untuk merampas aset terdakwa yang lokasi barangnya diketahui jika menggunakan opsi in absentia. Namun, dalam kasus Harun Masiku, lokasi aset maupun keberadaan sosoknya pun tidak terendus saat ini. “Jadi, sangat berbeda dengan case si Harun Masiku ini,” pungkas Nawawi.

Sebelumnya, KPK masih optimistis dapat membawa buronan korupsi Harun Masiku ke jeruji besi. Meskipun sampai saat ini belum ada kejelasan soal keberadaan politikus PDIP itu. (wan)