Melawan! Konglomerat Ini Nilai Sprindik Kejagung Tak Sah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Maret 2024 19:14 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI (Foto: MI/Aswan)
Kejaksaan Agung (Kejagung) RI (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Konglomerat asal Surabaya, Budi Said menilai surat perintah penyidikan (Sprindik) dari Direktur Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) soal kasus dugaan kasus korupsi emas di PT Aneka Tambang (ANTAM), tidak sah.

Hal ini sebagaimana termaktub dalam dokumen permohonan gugatan praperadilan Budi Said (tersangka) yang sidangnya telah digelar pada hari ini, Rabu (6/3/2024) namun tidak dibacakan. "Dianggap sudah dibacakan," ujar Hakim Tunggal PN Jaksel, Luciana Amping di persidangan.

Adapun dalam surat penyidikan yang teregister dalam Prin-01/F.2/Fd.2/01/2024 tertanggal 02 Januari 2024 dan penetapan tersangka pada nomor TAP-01/F.2/Fd.2/01/2024 tertanggal 18 Januari 2024 ini seharusnya tidak sah karena objek penyidikan berada dilingkup perdata. 

"Tidak sah dan batal demi hukum karena objek penyidikan masih dalam lingkup hukum perdata," dalam dokumen gugatan praperadilan Budi Said.

Selain itu, Budi Said juga menekankan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan Kejagung pada (18/1/2024) juga dinilai tidak sah. Dengan demikian, konglomerat di bidang properti itu meminta Kejagung mengembalikan barang yang telah disita. 

"Memerintahkan termohon [Kejagung] agar segera mengembalikan kepada pemohon yaitu dokumen dan barang-barang sitaan milik pemohon atau milik siapapun ke tempat asalnya darimana barang-barang disita," dalam petitum gugatan prapid Budi Said. 

Sebelumnya, Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Kuntadi menekankan bahwa permohonan gugatan praperadilan merupakan hak setiap warga. Dia juga tidak mempersoalkan anggapan kubu Budi Said soal sah atau tidaknya penyitaan. 

"Ya itu hak dia lah, tapi yang jelas kita hadapi, maksimalkan dengan tuntutan sesuai dg ketentuan. Setiap warga negara boleh mempertahankan haknya, tapi APH juga harus menjalankan tugasnya," kata Kuntadi, Selasa (6/3/2024). 

Adapun dalam perkara ini, Budi Said telah ditetapkan tersangka bersama General Manager PT Antam, Abdul Hadi Aviciena (AHA).

Dari hasil penyidikan, terungkap bahwa AHA memanfaakan jabatannya sebagai General Manager Antam untuk berkongkalikong dengan Budi Said terkait pembelian emas 1,136 ton.

Pembelian itu dilakukan di luar mekanisme legal yang telah diatur, sehingga dibuat seolah-olah ada diskon yang diberikan Antam.

"Dimaksudkan untuk mendapatkan kemudahan, memutus pola, kontrol dari Antam terhadap keluar-masuknya daripada logam mulia dan termasuk di dalamnya untuk mendapatkan seolah-olah harga diskon yang diberikan oleh Antam," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi, Jumat (2/2/2024).

Kemudian untuk menutupi stok emas yang tercatat resmi di Antam, AHA diduga berperan membuat laporan fiktif.

Perbuatan mereka dalam perkara ini dianggap merugikan negara hingga Rp 1,2 triliun.

"Telah melakukan permufakatan jahat merekayasa transaksi jual-beli emas, menetapkan harga jual di bawah yang ditetapkan PT Antam seolah-olah ada diskon dari PT Antam. Akibatnya PT Antam merugi 1,136 ton logam mulia atau setara 1,2 triliun," ujar Kuntadi.

Karena perbuatan itu, mereka dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jucto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.