Setiap Lebaran, Setnov dapat Remisi Satu Bulan: Sinyal Lemahnya Pemberantasan Korupsi!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 15 April 2024 14:02 WIB
Ilustrasi Remisi Tahanan (Foto: Istimewa)
Ilustrasi Remisi Tahanan (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Ketua Indonesia Memanggil 57 Institute yang juga eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Praswad Nugraha, menilai pemberian remisi kepada narapidana korupsi sebagai sinyal lemahnya kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Hal itu dia nilai merespons pemberian remisi hari raya Idulfitri 1445 H/2024 M kepada 240 narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Di antara penerima remisi tersebut adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, narapidana kasus korupsi pengadaan E-KTP.

Setnov dengan mudah telah mendapatkan akumulasi pengurangan masa hukuman sebanyak lima bulan dalam dua tahun terakhir. 

“Pemberian remisi terhadap koruptor akan memberikan efek buruk secara luas karena publik akan melihat bahwa pengurangan hukuman menjadi sinyal lemahnya kebijakan pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Praswad dikutip pada Senin (15/4/2024).

Apalagi, diberikan pada saat pemberantasan korupsi berada di titik nadir dengan tidak berfungsinya sistem yang ada, termasuk KPK.

“Jangan sampai ada kesan, KPK lama sudah susah payah menangkap koruptor, pascarevisi UU KPK ada upaya dari pemerintah untuk meringankan sanksi,” ujar Praswad.

Dia menegaskan, kasus korupsi memiliki dampak yang sangat luas terhadap kepentingan publik. 

Sehingga berbagai bentuk peringanan hukuman baik sebelum maupun pascaeksekusi pengadilan, perlu melihat berbagai aspek dan dilakukan secara sangat hati-hati.

“Menjadi pertanyaan, apakah pemberian remisi bagi terpidana yang pada saat dilakukan proses penegakan hukum melakukan berbagai manuver untuk terbebas dari hukuman, layak mendapatkan remisi,” kata Praswad.

“Hal tersebut mengingat upaya yang dilakukan SN (Setya Novanto, red) tidak dapat dianggap main-main. Mulai dari rekayasa sakitnya dia, sampai berbagai upaya intervensi politik.”

Sebelumnya Kepala Lapas Sukamiskin Wachid Wibowo menyebutkan sebanyak 240 narapidana korupsi di lapas tersebut mendapat remisi hari raya Idulfitri 1445 Hijriah.

Termasuk di antara 240 narapidana yang mendapatkan remisi pada Lebaran 2024 itu adalah mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, mantan Ketua DPRD Jawa Barat Irfan Suryanagara, mantan Kepala Korlantas Polri Djoko Susilo dan mantan Bupati Cirebon Sunjaya yang mendapatkan remisi khusus I atau masih harus menjalani sisa pidananya setelah mendapatkan potongan tahanan.

Wachid mengatakan jumlah narapidana di Lapas Sukamiskin sebanyak 381 orang.

Dari jumlah itu, 240 orang yang memenuhi persyaratan untuk mendapat remisi.

“Yang mendapatkan remisi pada hari ini seluruhnya berjumlah 240 orang, yang paling kecil 15 hari dan yang paling besar remisi dua bulan,” katanya di Bandung, Rabu (10/4/2024).

Wachid mengatakan remisi diberikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, tidak hanya tahun ini, Setnov pun mendapat remisi khusus Hari Raya Idulfitri 2023 lalu.

Saat itu Setnov mendapatkan remisi sebanyak 30 hari atau sebulan dan jumlah pemotongan masa tahanan yang diperolehnya tahun ini serupa dengan tahun sebelumnya.

Selain itu, dia juga mendapatkan remisi selama tiga bulan dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 Republik Indonesia (RI) bersama eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi.

Keduanya merupakan narapidana kasus korupsi yang tengah menjalani pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Setnov divonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah kewajiban pembayaran uang pengganti 7,3 juta dollar AS. 

Sementara, Imam Nahrawi adalah terpidana kasus suap pengurusan proposal dana hibah di Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang dihukum tujuh tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsider tiga bulan kurungan. 

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini juga dijatuhi pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 18.154.230.882 atau Rp 18,1 miliar.