MISTERI Kasus Vina Cirebon dan Kopi Sianida, Menyeruak Pasca Film Dirilis!


Jakarta, MI - Dua kasus yang masih misteri hingga saat ini. Yakni Kasus kopi sianida, pembunuhan Wayan Mirna Salihin diduga oleh Jessica Kumala Wongso. Kasus ini terjadi pada 6 Januari 2016 dan dugaan pembunuhan terhadap Vina di Cirebon pada 27 Agustus 2016.
Dua kasus ini kembali menyeruak di muka publik pasca filmnya dirilis. Film kasus kopi sianida lewat layanan streaming Netflix menayangkan serial dokumenter bertajuk "Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso". Sementara Vina Cirebon lewat layar lebar dengan judul "Vina: Sebelum 7 Hari".
Gelombang dukungan untuk mendapatkan keadilan bagi almarhum Vina Cirebon dan Jessica Wongso yang kini mendekam dipenjara semakin menguat setelah 8 tahun peristiwa tersebut terjadi.
Vina Cirebon
Film Vina: Sebelum 7 Hari viral di media sosial setelah beberapa hari dirilis. Film horor ini justru mengungkap sederet fakta terbaru kisah nyata kasus pembunuhan yang menginspirasi film ini.
Para penonton film ini menelusuri napak tilas kasus pembunuhan yang terjadi di Cirebon, Jawa Barat, itu. Kasus pembunuhan yang menimpa Vina dan kekasihnya, Rizky atau Eky tersebut terjadi pada 27 Agustus 2016 di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon.
Saat kejadian awal, Vina dan Rizky sempat diduga sebagai korban kecelakaan lalu lintas. Namun, ada kejanggalan berupa luka yang ditemukan di tubuh korban akhirnya bisa mengungkap tabir kasus ini.
Perkembangan terbarunya, masih ada 3 tersangka yang belum ditangkap dari total 11 pelaku.
Divisi Profesi dan Pengamanan (Divpropam) Polri diminta turun tangan mengusut kasus ini. Dalam hal ini memeriksa anggota polisi yang diduga terlibat dalam penyidikan kasus Vina.
"Tidak menutup kemungkinan, di propam juga melakukan penyelidikan terkait satuan-satuan yang terlibat dalam proses penyelidikan itu," tegas pengamat kepolisian, Bambang Rukminto dalam sebuah wawancara dikutip Monitorindonesia.com, Minggu (19/5/2024).
8 tahun bergulir, kasus ini baru menyeruak lagi. Kasus ini terkesan dibiarkan berlarut-larut. Maka Rukminto menduga ada intervensi dalam kasus ini
“Rata-rata ada intervensi-intervensi di luar kepentingan hukum, entah itu intervensi politik, ekonomi, dan intervensi atasan. Hal-hal seperti itu sering terjadi,” jelasnya.
Adapun dugaan intervensi ini ramai diperbincangkan di sosial media karena sampai saat ini tiga tersangka pelaku masih bebas berkeliaran.
Kendati demikian, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengaku tidak menemukan indikasi adanya intervensi dalam penyidikan kasus Vina itu.
Selaku pengawas eksternal, Kompolnas mengikuti penangan kasus tersebut sejak awal. Kasus ini mulanya diproses di Polres Cirebon Kota, lalu ditarik ke Polda Jabar.
Menurut Yusuf, kalau dihubungkan dengan penangan kasus di awal, para kuasa hukum pelaku telah memberikan perlawan hukum cukup serius. Bahkan, dari penanganan itu ada personel Polres Cirebon yang sampai dilaporkan ke Propam Polri.
"Jadi, itu (intervensi) kurang masuk akal ya. Karena dari pihak pelaku ada pendampingan cukup serius dari para penasehat hukumnya," kata Yusuf dalam sebuah wawancara, Sabtu (18/5/2024).
Pun, Yusuf mensinyalir, spekulasi liar soal intervensi muncul lebih disebabkan karena tiga orang tersangka yang belum berhasil ditangkap. "Mungkin yang dimaksud intervensi, ini seolah-olah (3 tersangka) ada 'kesengajaan' dibiarkan. Inilah yang kita klarifikasi ke Polda Jabar. Tapi waktu itu memang sudah ada DPO, sudah ada pencarian, hanya saja belum ketemu," bebernya.
Karena itu, menurut Yusuf, tuduhan polisi tidak profesional karena adanya intervensi dalam penyidikan tidak cukup beralasan. Maka dari itu dia mengimbau Polri mengenyampingkan tuduhan intervensi tersebut sepanjang Polri sudah melakukan tugasnya dengan profesional.
"Kami juga mendorong Polda Jabar agar tiga tersangka secepatnya ditangkap. Sebab kalau belum tertangkap, kasus ini akan dianggap belum tentus," katanya.
Kejanggalan versi Hotman Paris, pengacara keluarga Vina
Dalam kunjungannya menemui keluarga almarhum Vina di Cirebon, pengacara kondang Hotman Paris mengungkap kejanggalan di balik berita acara pemeriksaan (BAP) dari 8 tersangka kasus ini.
Hotman yang kini turut mengawal penuntasan kasus kematian Vina sejak 2016 telah menyampaikan fakta menarik tersebut kepada Polda Jawa Barat.
"Yang menarik, delapan orang (pelaku) ini pada saat di BAP pertama menyatakan ada tiga orang lagi pelaku. Tapi kemudian berubah sesudah dilimpahkan ke kejaksaan, berubah BAP-nya," ujar Hotman Paris di daerah Grogol, Jakarta Barat, Sabtu (18/5/2024).
Menurut Hotman, secara logika tidak mungkin delapan orang pelaku itu bersama-sama mengarang kejadian di awal pemeriksaan. "Karena mereka saat BAP terpisah, dikatakan ada tiga orang lagi, tapi pada saat dilimpahkan ke kejaksaan mereka mengubah BAP sehingga ada pengaruh di sini".
"Sehingga tiga orang ini bahkan sampai sekarang alamat tidak jelas. Harusnya di BAP itu ada," sambung Hotman Paris.
Hotman meminta Kepolisian untuk membuka kembali kasus ini dan mencari keberadaan tiga pelaku tersebut.
Adapun ciri-ciri tiga diduga pelaku sebagaimana disampaikan pihak Polda Jabar adalah Pegi alias Perong (30) memiliki tinggi badan sekitar 160 cm. Pegi berbadan kecil, kulitnya hitam, dan berambut keriting.
Andi (31), berciri badan kecil dengan tinggi sekitar 165 cm. Kulit Andi juga gelap dan memiliki rambut lurus.
Sementara Dani (28) berbadan sedang dengan tinggi sekitar 170 cm. Kulitnya sawo matang dan berambut keriting.
Mereka terkahir diketahui tinggal di Desa Banjarwangun, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon.
Kejanggalan versi kuasa hukum terpidana
Para pengacara dari 8 terpidana kasus pembunuhan itu menyatakan jika banyak kejanggalan dalam proses penanganan tersebut. Adapun para pengacara dari delapan terdakwa tersebut adalah Titin, Jogi Nainggolan dan Widyaningsih.
Titin yang merupakan pengacara dari terdakwa Sudirman dan Saka Tatal masih meyakini jika kedua kliennya tidak terlibat dalam kasus tersebut. Dengan kata lain, ia menganggap jika dua kliennya itu merupakan korban salah tangkap.
Berdasarkan fakta persidangan, dia menjelaskan bahwa Sudirman dan Saka Tatal ditangkap saat adanya peristiwa yang awalnya disebut sebagai kecelakaan lalu lintas.
Peristiwa itu terjadi pada 27 Agustus 2016 sekitar pukul 22.00 WIB. Vina dan Muhammad Rizky atau Eky jadi korban meninggal saat ini.

"Setelah laporan kecelakaan itu, kemudian ada dari orang tua korban diinformasikan telah terjadi kecelakaan dan itu memang anaknya. Kemudian orang tua dari korban tersebut mendatangi Polsek Talun dan melihat kondisi motor," katanya, Sabtu (18/5/2024).
"Terungkap di persidangan seperti itu. Saya mengungkap fakta persidangannya seperti itu," sambung Titin.
Namun, karena kondisi sepeda motor yang ditunggangi Vina dan Eky masih dalam keadaan mulus atau utuh, orang tua korban kemudian memiliki keyakinan lain. Orang tua korban meyakini jika apa yang dialami Vina dan Eky bukanlah kecelakaan lalu lintas.
Orang tua salah satu korban yang merupakan anggota kepolisian kemudian menelusuri peristiwa yang menimpa anaknya. "Mungkin karena naluri kepolisiannya tergerak, kok anaknya meninggal tapi motornya utuh. Akhirnya dia punya pemikiran ini bukan karena kecelakaan".
"Maka menelusurilah orang tua yang bersangkutan dari TKP ditemukannya korban, mengarah 500 meter ke arah Talun dan mengarah 500 meter ke arah Jalan Perjuangan," beber Titin.
Setibanya di Jalan Perjuangan, kata Titin, orang tua korban kemudian bertemu dengan dua orang berinisial D dan A. Dari dua orang tersebut, orang tua korban kemudian menggali informasi terkait peristiwa yang menimpa anaknya.
"Di Jalan Perjuangan, ketemu lah dengan A dan D. Kemudian ditanyakan dengan memperlihatkan motor korban. 'Pernah nggak lihat motor ini dikejar?' D dan A menyatakan pernah melihat".
"Orang tua korban kemudian memberikan nomor handphone kepada D dan A untuk menginformasikan apabila melihat orang yang mengejar motor yang diperlihatkan itu," jelas Titin.
Selang beberapa waktu kemudian, D dan A menghubungi orang tua korban. Keduanya memberi informasi terkait adanya orang-orang yang sedang berkumpul dan dianggap terlibat dalam peristiwa yang menimpa Vina dan Eky.
Menurut Titin, orang-orang yang sedang berkumpul itu kemudian ditangkap. Termasuk dua kliennya yaitu Sudirman dan Saka Tatal.
"Si D dan A menelepon lah orang tua yang bersangkutan. 'Pak orangnya sudah ngumpul di sini'. Kebetulan di sekitar SMPN 11 ada yang berkumpul sekitar 9 atau 10 orang. Diangkut lah orang-orang itu. Dibawa kemananya kita enggak tahu".
"Tapi itu dalam bentuk penangkapan. Di dalam fakta persidangan diakui memang tidak didahului oleh surat penangkapan," kata Titin.
Hadi Saputra, Jaya, Eka Sandi, Sudirman, dan Supriyanto tak kenal Vina dan Eky
Jogi Nainggolan mengungkapkan bahwa para terdakwa yang dibelanya tidak mengenal korban Vina dan Eky.
"Justru mereka para klien kami tidak mengenal para korban keduanya, lima terdakwa termasuk 3 orang lain yang sudah divonis," kata Jogi, Sabtu (18/5/2024).
Ketiga pelaku lain yang dimaksud adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, dan Saka Tatal. Dia menegaskan bahwa para kliennya tidak terlibat dalam kasus tersebut, menjawab tudingan publik bahwa para terdakwa berusaha menutupi sosok Egi.
Jogi Nainggolan justru mengklaim bahwa para terdakwa ini adalah korban. "Mereka tidak ada di lokasi, inilah kejanggalan, bahwa klien kami adalah korban rekayasa hukum penyidik Polres Cirebon Kota," jelasnya.
Ia mengungkapkan bahwa pada malam kejadian, kelima kliennya sedang nongkrong bersama teman-teman di sebuah gang dekat rumah Ibu Nining. Menurutnya, kliennya juga bukan anggota geng motor, melainkan pekerja bangunan.
"Mereka para buruh kasar pekerja bangunan, tidak ada hubungannya dengan geng motor," ujarnya. Dia menceritakan bahwa malam itu, kliennya menginap di rumah Pak RT.
Sehingga kelima terdakwa yang kini sudah jadi narapidana itu tidak tahu soal kejadian tersebut. "Sehingga mereka 9 orang pindah ke rumah Pak RT, termasuk anak Pak RT namanya Kavi. Di sana mereka tidur sampai besok paginya. Ada saksinya," jelasnya.
Penarikan keterangan BAP
Kejanggalan soal 8 terpidana yang mengubah berita acara pemeriksaan (BAP) saat pelimpahan berkas dibenarkan Polda Jabar.
Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Komisaris Besar Polisi Surawan, saat berkas pelimpahan dan pemeriksan di Polda Jabar, ke-8 pelaku ini mencabut sendiri keterangannya. "Mereka mencabut sendiri (keterangannya), jadi pada saat berkas pelimpahan ke Polda, saat pemeriksaan di Polda mereka mencabut," kata Surawan.
Surawan menjelaskan, saat diperiksa Polda Jabar, para tersangka didampingi kuasa hukumnya. Hingga kini, polisi tidak mengetahui alasan ke-8 orang pelaku ini mencabut keteranganya. "Alasannya belum, masih kita dalami," tegasnya.
Polisi juga akan memeriksa 8 terpidana itu lagi untuk mengetahui alasan mereka mencabut keterangan tersebut. Pun, juga akan mendalami apakah ada dugaan intervensi dari pihak luar yang menyebabkan para pelaku mencabut keterangannya.
"Akan diperiksa kembali 8 orang itu, pasti ada pendalaman lagi, terutama kita kejar ketiga DPO itu. Soal (Intervensi) ini, nah ini sedang didalami," tambahnya.
Surawan juga menegaskan, ketiga DPO benar adanya dan bukan fiksi. "Ada (pelaku)," singkatnya.
Sementara itu, Mabes Polri telah ikut turun tangan menangani kasus ini. "Tim sudah turun dari Mabes Polri dan Polda Jabar. Mohon doanya ya agar bisa terungkap," kata Sekretaris Pribadi (Sekpri) Kapolri Kombes Pol Ahrie Sonta dalam akun X.com (Twitter) dikutip Monitorindonesia.com, Minggu (19/5/2024).
Ahrie juga membuka partisipasi masyarakat yang memiliki informasi apapun terkait kasus ini agar disampaikan ke petugas. Sebab, cara itu bisa membantu proses penyidik. "Bila ada informasi bisa sharing ya," jelasnya.
Vonis
Pengadilan Negeri Cirebon telah menjatuhkan vonis kepada delapan dari total sebelas pelaku pembunuhan Vina dan Eki pada 27 Mei 2017 silam. Mereka adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramadhani, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Sudirman, dan Saka Tatal.
Mereka divonis dengan hukuman seumur hidup, terkecuali seorang pelaku anak yang dihukum 8 tahun penjara. Putusan itu jauh lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) dengan hukuman mati.
Dakwaan jaksa menyebutkan, kasus rudapaksa dan pembunuhan itu terjadi di lahan kosong belakang bangunan showroom mobil seberang SMP Negeri 11 Cirebon, Jalan Perjuangan, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon.
Para pelaku secara bersama-sama melakukan perbuatan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain. Setelah kedua korban meninggal dunia, para pelaku membuang korban ke jalan layang dengan dikondisikan seolah merupakan korban kecelakaan.
Perlu diketahui, pelaku pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon adalah sekelompok geng motor. Mereka melakukan pembunuhan berencana terhadap Eki dan rudapaksa dan serta rudapaksa terhadap Vina.Kedua korban saat tewas masih berumur 16 tahun.
Kopi Sianida
Kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin yang sempat menggemparkan Indonesia dengan "Kopi Sianida" pada 2016, kembali menjadi perbincangan publik.
Pemicunya, layanan streaming Netflix merilis film dokumenter yang menceritakan kasus fenomenal tersebut yang menetapkan Jessica Wongso sebagai pembunuhnya. Film dokumenter tersebut berjudul Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso.
Netflix resmi merilis film dokumenter terbaru berdurasi 86 menit yang berjudul Ice Cold: Murder, Coffee, and Jessica Wongso pada Kamis 28 September 2023.
Kasus "Kopi Sianida" kembali diangkat dan menjadi perbincangan karena dianggap memiliki kejanggalan.
"Film dokumenter ini memaparkan pertanyaan-pertanyaan tak terjawab yang melingkupi persidangan Jessica Wongso, bertahun-tahun setelah kematian sahabatnya, Mirna Salihin," tulis Netflix Indonesia.
Film dokumenter yang turut diproduksi oleh Beach House Pictures ini menghadirkan wawancara eksklusif dengan Jessica, ayah dan saudara kembar Mirna, pengacara Jessica, star Kafe Olivier, rdan jurnalis yang mendalami kasus.
Netflix juga melakukan wawancara terhadap beberapa narasumber lain, ayah dan saudara kembar Mirna, pengacara Jessica, dan jurnalis yang mendalami kasus tersebut.
Setelah dokumenter rilis, kasus Mirna kembali diperbincangkan oleh publik. Selama kasus tersebut bergulir, berbagai televisi Indonesia menyiarkan secara langsung persidangan yang memakan waktu 10 bulan, dari bulan Januari hingga Oktober 2016.
Kasus Mirna yang meninggal karena racun sianida ini menjadi kasus pertama yang persidangannya disiarkan secara langsung, baik media massa nasional maupun internasional.
Kronologi
Awal kasus Mirna dimulai ketika ia mengadakan reuni bersama teman kuliahnya, saat menempuh pendidikan di Billy Blue College, Australia. Reuni tersebut rencananya akan dihadiri oleh empat orang yaitu Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, Hani Boon Juwita, dan Vera. Namun, reuni hanya dihadiri oleh tiga orang, Vera batal hadir.
Mereka sepakat pertemuan reuni tersebut diadakan di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pada 6 Januari 2016, pukul 17.00 WIB. Jessica Wongso datang lebih dulu sekitar pukul 15.32 WIB, dengan alasan menghindari 3 in 1 atau aturan lalu lintas yang mewajibkan minimal 3 orang dalam satu mobil.

Karena datang dulu, Jessica memesan es kopi Vietnam dan dua cocktail. Setelah pesanan datang, Mirna Salihin dan Hani sampai di Kafe menghampiri Jessica yang duduk di meja nomor 54.
Kedatangan mereka berdua disambut oleh Jessica, mereka bertegur sapa dan menanyakan kabar. Setelah basa-basi selesai, Mirna dan Hani duduk. Setelah duduk, Mirna meminum kopi vietnam yang telah dipesan oleh Jessica. Selang beberapa menit, Mirna kejang-kejang, mulutnya mengeluarkan buih dan tidak sadarkan diri.
Mirna pun dibawa ke klinik di Grand Indonesia. Karena butuh penanganan medis lebih lanjut, Mirna Salihin dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo. Namun, di tengah perjalanan sebelum sampai di rumah sakit, Mirna menghembuskan napas terakhir. Ayah Mirna, Edi Dharmawan merasa ada kejanggalan dari kematian anaknya.
Dia pun memutuskan melaporkan hal ini ke Polsek Metro Tanah Abang. Pada 16 Januari 2016, tim Puslabfor Polri menemukan ada 3,75 miligram zat sianida di dalam kopi yang diminum Mirna.
Racun itu terdeteksi sudah berada dalam lambung Mirna. Kepolisian pun meningkatkan status penyelidikan kasus ini menjadi penyidikan. Usai gelar perkara dan hasil pemeriksaan mulai dari CCTV cafe, keluarga, dan pegawai kafe, akhirnya Polisi lantas menetapkan Jessica menjadi tersangka pada 29 Januari 2016.
Pihak pengacara Jessica dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan negeri Jakarta Pusat. Hasilnya, pengajuan praperadilan itu ditolak oleh Hakim. Setelah lima bulan kemudian, Jessica baru menjalani sidang pertama sebagai terdakwa tepatnya 15 Juni 2016.
Tercatat ada 32 kali persidangan dan puluhan saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) guna membuktikan dakwaannya. Hingga, pada 27 Oktober 2016, majelis hakim menyatakan terdakwa Jessica dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana kepada Mirna, motifnya sakit hati karena dinasihati soal asmara. Jessica pun divonis dengan hukuman penjara selama 20 tahun.
Vonis Pengadilan negeri itu langsung dijawab pihak Jesicca dengan pengajuan banding dan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun upaya itu gagal, Hakim Pengadilan Tinggi PT dan MA justru menguatkan putusan hakim Pengadilan Negeri.
Pihak Jessica pun sempat mengajukan upaya lagi ke MA untuk peninjauan kembali (PK), tapi hasilnya tetap sama. Jessica tetap dinyatakan bersalah dalam kasus ini. Setelah melakukan 20 kali persidangan selama 10 bulan, Jessica ditetapkan sebagai tersangka oleh hakim karena menaruh sianida di dalam es kopi Vietnam.
Jessica ditetapkan 20 tahun penjara. Walaupun Jessica Wongso telah dijatuhi hukuman 20 tahun penjara, kasus ini masih meninggalkan banyak pertanyaan tanpa jawaban. Kasus kopi sianida ini telah menyedot perhatian masyarakat Indonesia.
Proses pembuktian di persidangan berlangsung alot. Di satu sisi, kamera CCTV tidak secara langsung menangkap upaya memasukkan racun ke kopi milik Mirna dan Jessica pun berbelit dalam memberikan keterangan.
Kuasa hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan kini tengah menyiapkan novum atau bukti baru dalam kasus ini untuk peninjauan kembali (PK) baru. (wan)
Baca selengkapnya 'Novum Jalan Pembebasan Jessica Kumala Wongso' di SINI
Topik:
Vina Cirebon Jessica Wongso Kopi Sianida