UU MK Direvisi Agar Hakim Tak Independen?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 19 Mei 2024 10:47 WIB
Mahkamah Konstitusi (MK) saat akan membacakan putusan sidang perselisihan hasil Pemilihan Presiden 2024 pada Senin (22/4/2024)
Mahkamah Konstitusi (MK) saat akan membacakan putusan sidang perselisihan hasil Pemilihan Presiden 2024 pada Senin (22/4/2024)

Jakarta, MI - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI bersama pemerintah telah menyetujui RUU tentang Perubahan Keempat UU No. 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi untuk dibawa ke Pembicaraan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI. 

Persetujuan atas revisi UU MK itu ditetapkan dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM (Menko Polhukam) yang mewakili pemerintah pada Senin (13/5/2024) lalu. 

Hal tersebut memancing pertanyaan publik. Selain karena prosesnya yang dinilai terburu-buru, persetujuan itu dilakukan DPR saat masih berada pada masa reses, karena masa sidang selanjutnya baru dimulai pada keesokan harinya, Selasa (14/5/2024).

Regulasi masa jabatan hakim konstitusi yang diubah dalam rancangan revisi UU MK berada pada Pasal 23A dan dan Pasal 87.

Pasal 23A mengatur bahwa masa jabatan hakim MK adalah 10 tahun.

Pasal 87 mengharuskan hakim yang telah lima tahun menjabat untuk mendapat persetujuan ulang dari lembaga yang mengusungnya. Tiga lembaga yang berhak mengusulkan pencalonan hakim MK adalah baik DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung. Sang hakim bisa melanjutkan jabatannya hingga 10 tahun jika mendapatkan persetujuan tersebut.

Pasal 87 juga mengatur, para hakim yang telah menjabat 10 tahun harus mendapat persetujuan serupa agar bisa meneruskan jabatan sampai usia pensiun.

Pada dua proses itu, lembaga pengusul bisa memberi persetujuan atau mengajukan calon hakim konstitusi baru.

Menurut mantan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna, perubahan regulasi soal masa jabatan itu mengancam independensi hakim. Karena harus mendapatkan persetujuan dari lembaga pengusul di tengah masa jabatan, Palguna menilai para hakim berpotensi membuat putusan yang selalu menguntungkan lembaga pengusulnya.

“Karena kalau Anda tidak ‘baik-baik’ di lima tahun berkuasa menjadi hakim konstitusi, walaupun ayat 1 mengatakan masa jabatan 10 tahun, ‘kami punya kewenangan loh untuk mengeluarkan Anda, kami mempunyai kewenangan untuk mengganti Anda dengan hakim yang baru’. Kan seolah-olah mau menyampaikan begitu,” kata Palguna dikutip Monitorindonesia.com, Minggu (19/5/2024).

Lebih dari itu, Palguna menyebut pasal-pasal yang diubah dalam rancangan revisi UU MK saling bertentangan. Dia merujuk Pasal 23A yang menyatakan masa jabatan hakim MK adalah 10 tahun. Namun pada Pasal 87, hakim yang telah menjabat lebih dari 10 tahun dapat meminta persetujuan untuk meneruskan jabawan asalkan belum berusia 70 tahun.

Sementara mantan hakim konstitusi lainnya, Hamdan Zoelva, menyoroti tidak adanya materi dalam bagian pertimbangan dan penjelasan umum draf perubahan UU MK. “Lalu ini apa maksud perubahannya?” tanya Hamdan. “Kacau negara ini kalau pembentuk undang-undang seperti ini,“ ucapnya.

Hamdan menilai berbagai persoalan substansial pada draf revisi UU MK muncul bukan karena ketidaktahuan anggota DPR maupun pemeirntah. “Saya memastikan memang ada kehendak di balik rumusan formal untuk melumpuhkan atau paling tidak mempengaruhi independensi MK. Secara implisit, bisa dibaca seperti itu,“ kata Hamdan.

Merujuk sejarah, Hamdan yakin rapat paripurna DPR akan mengesahkan revisi tersebut. Dia berkata, tidak pernah ada draf UU yang batal disahkan setelah dibawa ke rapat paripurna.

Anggota Komisi III dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan, berkata pihaknya belum mengambil sikap akhir terkait pengesahan revisi UU MK ini. “Saya menunggu arahan,“ ujarnya.

Dalam catatan Monitorindonesia.com, bahwa sejumlah hakim Mahkamah Konstitusi seperti Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo berpotensi terkena imbas revisi UU MK apabila DPR mengesahkannya menjadi UU. 

Pasalnya, Pasal 87 RUU MK mengatur bahwa hakim konstitusi yang sudah menjabat selama lebih dari 5 tahun baru bisa melanjutkan hingga 10 tahun apabila disetujui oleh lembaga pengusul. 

Umur jabatan Saldi, Enny, dan Suhartoyo telah melampaui lima tahun, tetapi belum mencapai 10 tahun. Saldi dan Enny merupakan hakim konstitusi yang diusulkan oleh presiden, sementara Suhartoyo diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA). 

Topik:

UU MK MK Hakim MK