490 Ribu Ton Beras Impor Bulog Sempat Tertahan di Pelabuhan - 'Sangat Mugkin Keuntungannya Masuk ke Rekening Siluman'

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 18 Juni 2024 23:49 WIB
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan (Foto: Istimewa)
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat beras impor di Pelabuhan (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Sekitar 490 ribu ton beras impor Bulog dikabarkan sempat tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Situasi ini memungkinkan munculnya biaya demurrage (denda) yang harus dibayar  Badan Urusan Logistik (Bulog) sekitar Rp350 miliar.

Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar sependapat jika ada dugaan korupsi di situ yang dikreasi dan menguntungkan selain para pengusaha, juga pejabat-pejabat dan kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) sendiri.

Maka dari itu, dia meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melacak rekening para pihak yang terlibat di dalamnya. "Sangat mungkin keuntungannya masuk rekening-rekening siluman itu," ujar Abdul Fickar Hadjar saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Selasa (18/6/2024) malam.

Mengusut dugaan korupsi tersebut, Abdul Fickar Hadjar mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bapanas dan Bulog. "Baik kepala maupun oknum pejabat yang bertanggung jawab atas putusan impor beras, harus diperiksa KPK," tegasnya.

Sebagaimana diketahui, bahwa beras impor sebanyak 490.000 ton tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Buntutnya, Perum Bulog berpotensi membayar denda (demurrage) sebesar Rp 350 miliar.

Timbulnya potensi denda ini diduga akibat perubahan kebijakan Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang mengharuskan impor menggunakan kontainer, padahal sebelumnya cukup memakai kapal besar.

Anggota Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina menilai hal ini terjadi akibat kebijakan yang tidak terkoordinasi dengan baik. Nevi khawatir jika biaya demuragge atau denda akibat tertahannya 490.000 ton Beras Impor Bulog di Tanjung Priok dan Tanjung Perak berimbas kepada kenaikan harga di masyarakat.

Sementara itu, pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf menilai KPK bisa memanggil Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Dirut Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

Ia mengatakan pemanggilan terkait mencari apakah ada perbuatan melawan hukum di dalamnya. "Iya (KPK perlu periksa Kepala Bapanas dan Dirut Perum Bulog). Menurut saya perlu diusut KPK apakah ada perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang dalam mengatur bongkar muat barang di pelabuhan," kata Hudi dikutip Selasa (18/6/2024).

Hudi memandang, pentingnya proses hukum dari KPK lantaran biaya demurrage sebesar Rp 350 miliar akibat tertahannya beras impor 490.000 ton berdampak kepada hajat hidup orang banyak.

Salah satu dampak dari biaya demurraga (denda) akibat tertahannya beras impor tersebut ialah kenaikan harga yang akan menjadi beban bagi rakyat. "Jika ada seyogyanya diproses hukum karena hal ini berdampak pada hajat hidup orang banyak yaitu kenaikan harga beras yang dapat membuat beban bagi rakyat," jelas Hudi.

Hudi mengaku khawatir adanya rekayasa terkait tertahannya beras impor 490.000 ton di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. 

Pun, Hudi mempertanyakan Bulog yang sudah berpengalaman dalam mengatur jadwal angkut dan bongkar muat masih melakukan kesalahan.