9 Tahun Petral Bubar: Mafia Gasnya Belum Keluar Semua!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 21 Agustus 2024 14:14 WIB
PT Pertamina (Persero) (Foto: MI/Net/Ist)
PT Pertamina (Persero) (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta MI - Waktu berlalu dan kasus mafia gas di Pertamina Energy Trading Limited atau yang disingkat Petral seolah hilang ditelan bumi. Kini publik kembali diingatkan bila perkara itu masih diusut dengan adanya pemanggilan dan pemeriksaan sejumlah saksi pada beberapa waktu lalu.

Saksi mayoritas eks dan pejabat PT Pertamina. Yakni, Vice President Corporate Strategic Planning PT Pertamina, Heru Setiawan; Assistant/Analyst Crude Import & Exchange Opt. PT Pertamina 2010–2016 Novianti Dian Pratiwiningtyas; PJS VP ISC PT Pertamina, Rusnaedy; dan Senior Vice President Corporate Strategic Growth PT Pertamina, Gigih Prakowo

Dari empat saksi itu, hanya Heru yang hadir diperiksa KPK.

"Saksi HS hadir dan penyidik terus menggali keterangan terkait dengan supply chain pembelian minyak bumi (crude oil) dan BBM (Mogas 88)," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Jumat (9/8/2024) malam.

Sementara, Novinta dan Rusnaedy memohon penjadwalan ulang dengan alasan kesehatan.

Teruntuk Gigih dikabarkan telah meninggal dunia.

Pada Kamis (8/8/2024), KPK memanggil Junior Analyst Claim PT Pertamina, Nining Kusmanetiningsih; Direktur Pengolahan PT Pertamina, Rukmi Hadihartini; Vice President Integrated Supply Planning PT. Pertamina Tafkir Husni; dan Mantan Assistant Manager Product Market Analyst (eks Assistan Manager Claim Officer) PT Pertamina, Sri Hartati.

Dari 4 saksi itu, hanya Sri Hartati tak memenuhi panggilan KPK karena surat pemanggilan yang retur ke penyidik. "Saksi NK, RH, dan TH hadir. Penyidik masih mendalami keterangan terkait dengan supply chain pembelian minyak bumi (crude oil) dan BBM (Mogas 88)," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi, Kamis (8/8/2024).

Pada Rabu (7/8/2024), KPK memanggil Manager Integrated Supply Planning PT Pertamina, Lina Rosmauli Sinag; Eks Direktur Umum PTMN PT Pertamina, Luhur Budi Djatmiko; VP Legal Counsel Downstream PTMN PT Pertamina, Mei Sugiharso;  danBOD Support Manager PT Pertamina, Mindaryoko

Lau, pada Selasa (6/8/2024) KPK memanggil mantan dewan komisaris PES dan mantan Direktur Keuangan PTMN PT Pertamina, Ferederick ST Siahaan, mantan dewan direksi PTMN PT Pertamina, Ginanjar Sofyan; Senior Analyst Downstream PT Pertamina, Imam Mul Akhyar; dan Account Receivables Manager PT Pertamina, Iswina Dwi Yunanto

Tessa Mahardika Sugiarto menyatakan bahwa 4 saksi itu hadir dalam pemeriksaan. "Semua saksi hadir," kata Tessa.

Sementara pada Kamis (1/8/2024) KPK memanggil Cost Management Manager - Management Acct. Controller PT Pertamina Agus Sujiyarto; Manager Market Analysis Development PT Pertamina, Anizar Burlian; Manager Crude Product and Programming Commercial PT Pertamina, Cendra Buana Siregar dan Direktur Utama PT Anugrah Pabuaran Regency, Lukman Neska.

Hanya Agus Sujiyarto yang menjalani pemeriksaan, sisanya mangkir dengan dalih telah pensiun dan sakit.

Adapun pengusutan ini merupakan salah satu komitmen KPK untuk menuntaskan tunggakan perkara yang dimiliki KPK. Khususnya, perkara lama yang telah memiliki tersangka.

Sementara pihak PT Pertamina menyatakan menghormati proses hukum di KPK. "Itu kewenangan penegak hukum. Kami menghormati proses hukum yang berjalan," kata Fadjar Djoko Santoso, VP Corcom Pertamina kepada Monitorindonesia.com, Rabu (7/8/2024).

Akhir cerita Petral

Petral merupakan unit usaha Pertamina yang bermukim di Singapura. Petral mengemban tugas sebagai broker penyedia minyak untuk dijual Pertamina.

Namun tahun lalu tugasnya telah berpindah ke tangan Integrated Supply Chain (ISC) -Pertamina, sehingga Petral sering hanya diberi kesempatan untuk ikut menjadi salah satu peserta lelang pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang yang diadakan ISC-Pertamina.

Setelah bertahun-tahun menjadi calo migas dan berkali-kali menjadi wacana pemerintah untuk dibubarkan, tepat pada Rabu (13/5/2025) pemerintah Indonesia resmi membubarkan Petral dengan alasan secara bisnis Petral tidak signifikan.

"Kami melihat bahwa peran Petral sudah tidak lagi signifikan dalam proses bisnis Pertamina sehingga kami putuskan mulai hari ini dilakukan penghentian kegiatan Petral," kata Direktur Utama Pertamina Dwi Sutjipto saat itu.

Langkah tersebut akan didahului dengan uji kepatutan keuangan dan hukum, serta audit investigasi yang akan dilakukan auditor independen.

"Supaya betul-betul transparan, kita sertakan auditor yang independen dan kualifikasinya bagus. Kami juga akan mengikutkan instansi pemerintah terkait, misalnya Badan Pemeriksa Keuangan," tuturnya.

Kegiatan bisnis Petral, terutama menyangkut ekspor dan impor minyak mentah dan produk kilang, akan sepenuhnya dijalankan oleh Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina.

"Pada saat yang sama, Pertamina juga akan merampungkan perbaikan tata kelola dan proses bisnis yang dijalankan oleh ISC," kata dia.

Keputusan ini membuat segala hak dan kewajiban Petral yang masih ada akan dibereskan atau diambil alih oleh Pertamina, termasuk segala betuk aset juga akan dimasukkan sebagai bagian dari BUMN itu.

Sementara itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said saat itu menyampaikan bahwa selama ini PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) sangat lekat dengan persepsi negatif.

"Reputasi Petral ini, apa boleh buat, lekat dengan persepsi negatif. Ada banyak praktik yang ditengarai tidak transparan. Penyelesaian dari reputasi ini harus dengan tindakan likuidasi," kata Sudirman di Jakarta.

Dia menjelaskan bahwa hal tersebut menjadi salah satu alasan kuat untuk membubarkan PT Petral. Menurut dia, melalui pembubaran Petral maka akan memberikan ruang bagi Pertamina untuk memperbaiki tata kelolanya ke depan.

"Ini disambut baik, karena memang sesuai dengan arahan Presiden. Kita harus memutus masa lalu yang buruk, dan itu juga sejalan dengan rekomendasi tim reformasi tata kelola migas," jelasnya.

Keputusan tersebut diambil sebagai bentuk komitmen untuk memutus praktik buruk di masa lalu dalam pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah.

Ia berpendapat, Petral menjadi tempat para mafia migas untuk leluasa mencari keuntungan melalui impor BBM dengan mekanisme yang tidak sesuai prinsip keadilan.

Alasan lainnya, tuturnya, terkait dengan upaya efisiensi yang akan diperoleh Pertamina melalui pembubaran anak perusahaan yang beroperasi di Singapura tersebut.

"Jelas di masa lalu ada penyimpangan. Jadi pemerintah berkepentingan untuk membuat pasokan mata rantai efisien dan masyarakat mendapat harga BBM yang wajar," tukasnya.

Ekonom Faisal Basri mengatakan pembubaran Petral tersebut memudahkan pemerintah untuk menjaring mafia migas. "Itu seperti membakar sarang tawon, begitu sarangnya dibakar tawonnya bertebaran". 

"Ada yang emosi sehingga memudahkan pemerintah untuk memetakan orang dibaliknya," kata mantan tim Anti Mafia Migas tersebut.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik Sofyano Zakaria mendukung reformasi tata kelola minyak dan gas terkait pengalihan fungsi Petral ke Pertamina untuk pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Indonesia.

Ia menjelaskan selama ini perusahaan nasional yang bergerak dalam perdagangan Migas nyaris jadi penonton karena pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang hampir semuanya jatuh ke tangan pengusaha non-nasional.

"Pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk pemenuhan kebutuhan nasional, selama ini ditangani ISC dan Petral, melalui tender terbuka hanya melibatkan National Oil Company (NOC) yang nyatanya pula tidak terbatas hanya pada produksinya sendiri dan produsen minyak atau kilang termasuk di dalamnya Major Oil Company pula," katanya.

Menurut dia ini adalah waktu yang tepat untuk reformasi bagi perusahaan nasional dapat berperan aktif dalam pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang.

Hal ini tentunya dengan bantuan serta dukungan mutlak pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi dan mendorong para perusahaan nasional untuk dapat berpartisipasi yang pada akhirnya berdampak baik bagi negara seperti nilai tukar rupiah, kenaikan pajak dan devisa lebih stabil, mengingat dalam satu bulan saja pada saat harga minyak rendah telah terjadi transaksi sekitar 1,1 miliar dolar AS.

Pertamina, seharusnya pula memberi kesempatan kepada badan usaha nasional yang berbentuk PT, untuk dapat berkembang menjadi perusahaan internasional trading minyak mentah dan BBM, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara pengimpor minyak terbesar di kawasan Asia Pasific.

Menurut dia, ISC-Pertamina harusnya mengikutkan perusahaan Indonesia berbentuk PT dalam tender pengadaan minyak yang diadakan berikutnya. Bila ingin transparan gunakanlah perusahaan dalam negeri karena bila terjadi penyimpangan bisa diawasi oleh kepolisian, kejaksaan dan KPK.

Pada awalnya Petral didirikan pada 1969 dengan nama Petral Group, sahamnya dipegang oleh Petral Oil Marketing Corporation Limited di Bahama dan berkantor di Hong Kong.

Selain itu, saham tersebut dipegang juga oleh Petral Oil Marketing Corporation di California, Amerika Serikat.

Pada 1978 kedua perusahaan tersebut dilebur menjadi Petra Oil Marketing Limited kemudian 1972 hingga 1992 saham tersebut dibeli oleh Zambesi Investment Limited yang terdaftar di Hong Kong dan Pertamina Energy Service Pte Limited yang terdaftar di Singapura.

Pada 1998 diakuisisi oleh PT Pertamina Persero dan diubah namanya pada 2001 menjadi Pertamina Trading Energy Limited.

Setelah pemerintah mengumumkan pembubaran Petral (Pertamina Energy Trading Limited), Pertamina berhasil menghemat Rp250 miliar per hari.

"Transaksi (impor minyak) yang beredar tiap hari sebesar 150 juta dolar AS atau setara Rp1,7 triliun per hari, setelah pembubaran Pertamina menghemat 22 juta dolar Amerika (setara Rp250 miliar)," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said saat diskusi "Energi Kita".

Dia mengatakan pembubaran Petral bukanlah hal yang sulit karena yang dibutuhkan pemerintah adalah keberanian dan komitmen untuk mewujudkan tata kelola migas yang bersih.

"Ini suatu yang sederhana hanya soal keberanian memberantas yang mau menyogok. Bukan enggak boleh jualan, hanya saja harus mengikuti tata kelola yang berlaku," beber Sudirman.

Meskipun banyak pihak yang tidak setuju dengan pembubaran Petral, Sudirman tidak takut jika kebijakan tersebut mengancam jabatannya.

"Mandat saya pertama menertibkan Kementerian ESDM, orang-orang yang melawan dan bikin repot adalah orang-orang yang tidak mau ESDM tertib. Perkara menteri diganti penertiban ESDM harus tetap jalan," kata Sudirman.

Terkait dengan kasus yang kini digas KPK lagi, jika menilik ke belakang tepatnya September 2014 merupakan awal mula KPK menetapkan Bambang Irianto sebagai tersangka. 

Kala itu Bambang Irianto dijerat KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Utama Petral dan Managing Director Petamina Energy Service (PES) periode 2009-2013. KPK menduga praktik mafia migas sebetulnya dilakukan PES, sedangkan Petral diposisikan sebagai 'paper company'. Petral berkedudukan hukum di Hong Kong, dan PES berkedudukan hukum di Singapura.

Gara-gara mafia migas, impor minyak dan BBM yang dilakukan Pertamina menjadi tidak efisien lantaran ada 'perantara' yang mencari rente. 

Hasil audit forensik yang pernah diungkap Menteri ESDM terdahulu, Sudirman Said, menunjukkan adanya transaksi tidak jelas senilai USD 18 miliar dalam transaksi jual beli minyak mentah dan BBM oleh Petral.

"KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka yakni BTO (Bambang Irianto)," kata Laode M Syarif yang dulu masih menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, dalam konferensi pers di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019) lalu.

Di lain sisi tim penyidik KPK masih melakukan komunikasi dengan pihak luar negeri untuk mendapatkan sejumlah informasi dan data yang dibutuhkan untuk segera menuntaskan kasus tersebut.

“Komunikasi dengan yurisdiksi negara lain tersebut masih terus berjalan,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada Monitorindonesia.com, Rabu (21/8/2024).

Topik:

Petral KPK Mafia Gas PT Pertamina Korupsi Pertamina