Habis Achsanul Qosasi, Terbitlah Ahmadi Noor Supit?


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kasus dugaan korupsi penempatan dana iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB), naik ke level penyidikan.
Hanya saja Surat Perintah Penyidikan (Sprindik)-nya masih dalam proses administrasi.
"Masih proses administrasi penerbitan Surat Perintah Penyidikan," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto saat berbincang dengan Monitorindonesia.com, Senin (23/9/2024) siang.
Adapun KPK menduga Bank BJB melakukan markup dana penempatan iklan pada 2021-2023 dengan nilai total Rp200 miliar, atau terjadi penggelembungan mencapai 100 persen.
Kabarnya sudah lima orang ditetapkan sebagai tersangka. Salah satunya dirut bank milik pemerintah provinsi dan daerah, Jawa Barat dan Banten itu.
Bahkan, aliran dana iklan Bank BJB diduga mengalir kepada Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi dan Anggota V BPK Ahmadi Noor Supit.
Tessa menyatakan bahwa semua saksi atau pun tersangka dalam kasus ini tetap akan diperiksa, namun semua tergantung pada kebutuhan penyidikan lembaga anti rasuah itu.
"Tentunya semua pihak yang dibutuhkan keterangannya untuk memperkuat dugaan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani akan dipanggil," tegas jubir berlatar belakang penyidik Polri itu.
Tessa pun mengaku belum mengetahui sosok tersangka kasus tersebut. Karena dia tidak mengikuti eksposenya. Namun dia kembali menegaskan bahwa jika Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) kasus ini masih dalam proses administrasi.
"Bila sudah terbit Surat Perintah Penyidikan, tentu bergantung pada kebutuhan Penyidikan," kata Tessa.
Meski KPK belum membeberkan detail konstruksi kasus ini, namun duit haram itu diduga mengalir ke Ahmadi Noor Supit agar BPK menghapus soal temuan tersebut.
Ketua BPK Isma Yatun dimintai tanggapan Monitorindonesia.com, namun diceuki. Sikap pejabat negara meladeni wartawan pun patut diragukan.
Pola mengakali aliran duit itu jauh lebih cantik apa yang pernah dilakukan bekas Anggota BPK Achsanul Qosasi.
Mantan Anggota III BPK, baru-baru ini terbukti menerima suap Rp 40 miliar dalam proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Suap tersebut untuk mengamankan status opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kemenkominfo dengan cara menghilangkan temuan BPK yang mengarah pada indikasi korupsi proyek BTS. Ironisnya, Achsanul hanya divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan.
Catatan Monitorindonesia.com soal Achasanul Qosasih, bahwa dalam sidang lanjutan pada Selasa (14/5/2024) lalu jaksa membeberkan uang Rp40 miliar diperoleh Achsanul Qosasi karena telah ikut mengondidikan audit proyek pengadaan tower BTS 4G BAKTI Kominfo.
Dia disinyalir menerbitkan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan (LPK) atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo yang di dalamnya tidak ditemukan kerugian negara.
"Bahwa Pemeriksaan Kepatuhan atas Persiapan, Penyediaan dan Pengoperasioan BTS 4G Tahun Anggaran 2022 pada BAKTI Kemenkominfo bertujuan supaya Penyelidikan di Kejaksaan Agung dihentikan berdasarkan temuan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu tahun 2022 yang tidak menemukan adanya kerugian negara," demikian ungkap jaksa.
Saat dicecar jaksa soal alasan tak mengembalikan uang Rp40 M tersebut, Achsanul Qosasi mengaku sempat bingung.
Penyerahan uang itu sebelimnya dilakukan di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
(Pasal 4 UU31/1999, ditegaskan "Dalam hal pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan pasal 3 telah memenuhi unsur-unsur pasal dimaksud, maka pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara, tidak menghapuskan pidana terhadap pelaku tindak pidana tersebut. Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara hanya merupakan salah satu faktor yang meringankan")
Kepada Majelis Hakim, Achsanul Qosasih juga mengaku tak tahu cara mengembalikan uang tersebut.
Alasannya, Achsanul Qosasi sudah tak memiliki kontak nomor orang yang menyerahkan uang tersebut. "Sedang berpikir bagaimana cara mengembalikannya."
"Saya diskusi sama Pak Sadikin, nomor telponnya pun sudah enggak ada. Dia enggak kenal juga orangnya. Bingung," jawab Achsanul Qosasi.
Terlebih ada pemberitaan tentang pengembalian uang Rp27 M oleh Menpora Dito Ariotedjo yang viral.
Alhasil karena gelap mata, Achsanul Qosasi pun menyewa sebuah rumah di kawasan Kemang, Jakarta Selatan untuk menyembunyikan uang tersebut.
Alasan selanjutnya, Achsanul Qosasi merasa psikisnya sedang tak baik-baik saja.
Katanya, hal itu karena dia mencermati laporan keuangan banyak lembaga negara.
Memang terkadang sederhana Yang Mulia, tapi jabatan saya pada saat itu sedang memeriksa banyak kementerian lembaga. Bisa dibayangkan kondisi psikologis saya pada saat itu, Yang Mulia."
"Saya sedang memeriksa, mengeluarkan surat tugas begitu banyak kepada 38 Kementerian dan Lembaga, 6 penerusan dan utang pinjaman program luar negeri, total 43 surat tugas," ujar Achsanul Qosasi.
Peran Achsanul Qosasi
Catatan Monitorindonesia.com, berdasarkan fakta persidangan, Achsanul disebut menerima uang sebesar 2,6 juta dollar Amerika Serikat (USD) atau setara Rp 40 miliar dari Direktur Multimedia Berdikari Sejahtera, Windi Purnama.
Uang yang diberikan Windi Purnama berasal dari Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak. Galumbang memberikan uang untuk Achsanul berdasarkan perintah dari Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), Anang Achmad Latif.
Achsanul diberikan uang untuk membantu pemeriksaan pekerjaan BTS 4G 2021 yang dilaksanakan oleh Bakti supaya mendapatkan hasil wajar tanpa pengecualian (WTP).
Selain itu, uang pelicin puluhan miliar ini diberikan supaya BPK tidak menemukan kerugian negara dalam pelaksaan proyek BTS 4G yang dilaksanakan pada 2021.
Anang memberikan uang kepada Achsanul lantaran ketakutan atas Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) terhadap Belanja Modal Tahun Anggaran (TA) 2021 untuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Terlebih permasalah dalam proyek ini juga sudah diusut Kejaksaan Agung. Oleh sebab itu, Achsanul pun memanggil Anang untuk datang ke Kantor BPK Slipi. Di situ, Anang diminta menyiapkan uang Rp 40 miliar.
Achanul Qosasi mengatakan ‘tolong siapkan 40 milyar’ sambil menyodorkan kertas yang berisikan tulisan nama penerima dan nomor telepon,” kata jaksa.
“Terdakwa (Achsanul) mengatakan ‘ini nama dan nomor telepon penerimanya dan kodenya Garuda’,” ucap jaksa menirukan komunikasi Achsanul dengan Anang. Setelahnya, Anang pun menelepon Irwan Hermawan dan Windi Purnama untuk menyiapkan Rp 40 miliar yang diberikan kepada seseorang bernama Sadikin Rusli di Hotel Grand Hyatt Jakarta.
“Alasan Anang Achmad Latif memberikan uang tersebut karena ketakutan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi maka BPK akan memberikan penilaian atau temuan yang merugikan proyek BTS 4G seperti kemahalan harga, kelebihan spesifikasi atau over spec, inefisiensi,” demikian jaksa.
Perlu digarisbawahi, tersangkutnya anggota III Badan Pemeriksa Keungan atau BPK, Achsanul Qosasi, sebagai tersangka korupsi pada proyek BTS 4G merupakan akumulasi dari upaya pelemahan dan politisasi lembaga pemeriksa keuangan negara.
Mengingat peran BPK yang sentral dalam pemberantasan korupsi, sepatutnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK direvisi agar proses pemilihan anggota BPK dilakukan oleh panitia seleksi yang independen.
Sebelum Achsanul terdapat sejumlah nama pegawai BPK yang terjerat kasus korupsi. Misalnya, pada April 2021, mantan anggota IV BPK, Rizal Djalil, divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Rizal dinilai terbukti menerima 100.000 dollar Singapura atau sekitar Rp 1 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo.
Selain itu masih ada lagi kasus lainnya menyeret oknum Anggota BPK.
Adapun kasus jual beli opini BPK bukanlah suatu hal baru. Nama auditor BPK kerap muncul dalam kasus korupsi.
Sempat ramai, suap auditor BPK juga muncul dalam persidangan korupsi Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkap adanya permintaan uang dari auditor BPK Rp 12 miliar untuk stempel WTP Kementerian Pertanian.
Praktik semacam ini menunjukkan pentingnya pembenahan BPK dan vonis korupsi yang dapat menimbulkan efek jera.
Seharusnya, pembenahan BPK perlu dimulai sejak tahapan seleksi pimpinan.
Achsanul Qosasi dulunya merupakan politisi dan mantan anggota DPR Komisi XI Fraksi Demokrat.
Tidak hanya Achsanul, tercatat 6 dari 9 anggota BPK merupakan bekas anggota DPR dan kader partai.
Persyaratan dan metode seleksi anggota BPK terlalu memberi peluang besar bagi politisi menjadi pimpinan BPK tanpa masa jeda atau cooling-off period.
Dalam UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK juga tidak ada persyaratan calon anggota BPK tidak berstatus anggota partai.
Adapun anggota BPK terpilih periode 2024-2029 yakni, Komisi XI adalah Akhsanul Khaq, Budi Prijono, Daniel Lumban Tobing, Bobby Adhityo Rizaldy dan Fathan Subchi.
Mereka berasal dari berbagai latar belakang atau profesi mulai dari pegawai BPK, politikus, hingga anak buah presiden terpilih Prabowo Subianto. (wan)
Topik:
Achsanul Qosasi Terbitlah Ahmadi Noor Supit Bank BJB Korupsi BTS KominfoBerita Sebelumnya
KPK Sebut Sprindik Korupsi Bank BJB Masih Proses Administrasi, Tersangka segera Dipanggil!
Berita Selanjutnya
Kejagung Periksa Sejumlah Saksi dalam Kasus Duta Palma
Berita Terkait

Penerima Dana Korupsi BTS Rp243 M hampir Semua Dipenjara, Dito Ariotedjo Melenggang Bebas Saja Tuh!
2 Oktober 2025 03:14 WIB

Bank BJB Bersama Pemkot Bekasi Launching Program KUR Dorong UMKM
29 September 2025 17:34 WIB

Puan Maharani Menangis Usai Suaminya Ditangkap Kejagung Hoaks, Ini Kasus Korupsi Menyeret Nama Happy Hapsoro
29 September 2025 14:16 WIB

KPK Soal Jadwal Pemanggilan Ridwan Kamil Terkait Kasus Pengadaan Iklan BJB: Secepatnya
16 September 2025 19:04 WIB