Bank Jepara Artha: Tersangkut Duit Ilegal Pemilu 2024 hingga Dugaan Korupsi Rp 220 Miliar


Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi yang menyelimuti Bank Jepara Artha saat ini sudah memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan kredit fiktif tersebut.
Lima tersangka tersebut yaitu JH, IN, AN, AS, dan MIA. Informasi yang diterima, dua orang merupakan pimpinan, dua orang lainnya sebagai kepala bagian dan satu tersangka lainnya merupakan debitur dari luar kota.
Sebelum tersangkut dugaan korupsi, terdapat rentetan masalah yang menerpa bank plat merah tersebut.
Bahwa pada periode Januari-Mei 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut 12 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPRS (Syariah). Salah satunya BPR Jepara Artha (BJA). Bank milik Pemkab Jepara, Jawa Tengah (Jateng) ini, umurnya lebih dari 70 tahun.
Citra bank ini sempat tercoreng kasus dana kampanye ilegal Partai Gerindra menjelang Pemilu 2024.
Adapun Bank Jepara Artha didirikan Pemkab Jepara atas dasar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jepara tanggal 24 September 1951 (tambahan lembaran Provinsi Jawa Tengah pada 21 Desember 1953 Seri C No.26). Artinya, bank yang beralamat di JlJenderal Ahmad Yani No 62, Pengkol V, Jepara, Jawa Tengah ini, umurnya sudah 73 tahun.
Bank ini sempat tidak beroperasi, tetapi kemudian diaktifkan kembali dengan Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah tingkat II Jepara No. 539/581 tanggal 23 Juli 1988.
Selanjutnya sesuai dengan perkembangan menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) berdasarkan Perda Kabupaten Dati II Jepara No. 22 tanggal 28 November 1995 yang disahkan dengan keputusan Gubernur KDH TK 1 Jawa tengah No. 188.3/152/1996 tanggal 6 Juni 1996 dan mendapat Ijin Usaha Menteri Keuangan RI No. Kep-077/KM.17/1998 tanggal 18 Februari 1998.
PD BPR Bank Jepara Artha berubah badan hukum menjadi PT Bank Jepara Artha (Perseroda), sesuai Perda Kabupaten Jepara Nomor 10 Tahun 2018 dan disetujui OJK, sesuai Keputusan Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY Nomor KEP-75/KR.03/2020 tanggal 13 Mei 2020.
Menjelang Pemilu 2024, BPR Jepara Artha bank ini disebut-sebut memberikan kredit yang nilainya cukup besar. Sepanjang 2022-2023, BPR ini menyalurkan kredit Rp102 miliar untuk 27 debitur.
Menariknya, dana tersebut ditransfer ke MIA yang diduga salah seorang simpatisan partai politik dan tim sukses (times) dari caleg Partai Gerindra. Dana yang ditransfer ke MIA, mencapai Rp94 miliar.
Dana itu kemudian dipindahkan ke sejumlah perusahaan, yakni PT Boga Halal Nusantara, PT Bumi Manfaat Gemilang, PT Panganjaya Halal Nusantara. Bahkan, ada juga yang meluncur ke Koperasi Garudayaksa Nusantara, atau KGN Corp.
Tak hanya itu, kasus kredit macet yang dipantik dana ilegal parpol membuat resah para nasabah Bank tersebut. Bahkan bergulir informasi BPR milik Pemkab Jepara itu diambang kebangkrutan.
Alhasil, pemilik tabuangan melakukan penarikan dana massal alias rush. Disebutkan banyak masyarakat mengambil secara bersamaan, hingga antrean penarikan sampai pada akhir Januari 2024. Selanjutnya, Pemkab Jepara membentuk tim penyehatan BPR Bank Jepara Artha.
Pada 13 Desember 2023 lalu, OJK menetapkan BPR Jepara Artha (Perseroda) berstatus pengawasan Bank Dalam Penyehatan (BDP) dengan pertimbangan TKS memiliki predikat Tidak Sehat. Kemudian pada 30 April 2024, OJK menetapkan BPR Bank Jepara Artha berstatus pengawasan Bank Dalam Resolusi (BDR).
Pertimbangannya, OJK telah memberikan waktu yang cukup kepada direksi BPR termasuk kuasa pemilik modal untuk melakukan upaya penyehatan.
Selanjutnya, berdasarkan Salinan Keputusan Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan Nomor 4 Tahun 2024 tanggal 13 Mei 2024 tentang Penyelesaian Bank Dalam Resolusi PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda).
Lalu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank Jepara Artha dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPR.
Penyertaan modal yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jepara menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk mendirikan PT. BPR Bank Jepara Artha belum memiliki kejelasan apakah akan kembali atau tidak.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara, Edy Sudjatmiko mengatakan modal yang diberikan Pemkab yaitu senilai Rp24 miliar. PT. BPR Bank Jepara Artha sendiri sudah dinyatakan bangkrut dan dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 20 Mei 2024 lalu.
Pun, Pemkab Jepara hanya bisa menunggu lewat Gugatan Perdata yang saat ini masih berproses di Pengadilan Negeri Jepara. Pemkab menggugat Direksi dan Komisioner PT. BPR Bank Jepara Artha. “Saya juga tidak ngerti (bisa kembali atau tidak). Ini kan, sedang kita upayakan lewat perdata,” katanya, Sabtu (19/10/2024) lalu.
Upaya tersebut diambil sesuai dengan amanat dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dalam amanat itu, pemkab hanya bisa mengupayakan lewat gugatan perdata. “Modal itu sudah diserahkan. Untuk upaya pengembalian itu hanya lewat perdata. Sesuai dengan permendagri. Tapi kalau upaya lain tidak diatur,” jelasnya.
Sesuai aturan, modal yang sudah diserahkan kepada bank tidak bisa ditarik dalam kondisi apapun. Pihaknya juga memastikan bahwa modal tersebut tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Ia menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa melakukan upaya gugatan pidana. Karena yang bisa mempidanakan adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Kita tidak bisa menggugat secara pidana. Jadi harapannya cuma pada hasil sidang perdata itu saja,” tandasnya.
Penyidikan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha. Penyidikan itu terjadi pada PT Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun 2022-2024.
Penyidikan sendiri telah dilakukan sejak tanggal 24 September lalu. "KPK memulai penyidikan untuk dugaan TPK perkara sebagaimana tersebut di atas dan telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto.
Tak hanya itu, sebanyak lima orang yang diduga menjadi tersangka juga telah dilakukan pencegahan ke luar negeri. Pencekalan sendiri telah diminta sejak tanggal 26 September. “Tanggal 26 September 2024, KPK telah mengeluarkan SK Nomor 1223 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian ke Luar Negeri. Terhadap 5 (lima) orang Warga Negara Indonesia yaitu JH, IN, AN, AS dan MIA,” kata Tessa.
Tessa menjelaskan larangan bepergian tersebut dilakukan agar memudahkan tim penyidik melakukan pemeriksaan. Keputusan tersebut berlaku untuk enam bulan pertama.
Siap saja tersangkanya?
Berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, dirincikan bahwa ada dua tersangka dari kasus tersebut merupakan mantan pimpinan Bank Jepara Artha, dua kepala bagian Bank Jepara Artha, dan satu debitur dari luar kota. Dua pimpinan itu adalah JH dan IN.
Kemudian dua kepala bagian tersebut yakni AN dan AS. Serta debitur asal luar kota yang ditetapkan sebagai tersangka adalah MIA. Untuk debitur ini juga dikabarkan aktif di salah satu partai politik.
JH diduga Jhendik Handoko, sementara IN diduga Direktur Bisnis dan Operasional, Iwan Nur (IN). Keduanya juga sudah dinonaktifkan sebelum Bank Jepara Artha diambil alih LPS.
Penonaktifan ini buntut keduanya tersangkut kasus dana haram kampanye dari parpol tertentu sebagaimana temuan PPATK. Penonaktifan itu juga sebagai tindak lanjut atas pengawasan OJK.
JH diduga tersangka dalam kasus ini juga ditandai dengan pernyataan Hendra Wijaya, kuasa hukum JH yang membenarkan jika kliennya JH sudah menyandang status tersangka. “Benar, klien saya (JH) sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,” kata Hendra kepada wartawan, Rabu (9/10/2024).
Tak hanya itu, Hendra Wijaya membenarkan jika ada penyitaan mobil jenis Toyota Fortuner dari rumah kliennya. Namun, ia memastikan mobil tersebut bukan atas nama JH, tapi keluarganya.
Penyitaan mobil tersebut dilakukan pekan lalu di rumah JH di Kecamatan Mlonggo. ''Mobil Toyota Fortuner, atas namanya bukan JH,'' kata Hendra.
Hendra mengaku telah mendampingi JH sejak berita acara pemeriksaan (BAP) pada bulan Agustus lalu. Ia juga menyebut tersangka sangat kooperatif. Sampai saat ini tersangka masih tinggal di rumahnya. ''Tersangka kooperatif sekali,'' tegas Hendra.
Hendra pun mengaku kecewa, karena dari empat direktur, hanya sebagian yang ditetapkan tersangka. Pasalnya, dia menduga pencairan kredit melibatkan direktur lain yang tidak turut ditetapkan tersangka oleh KPK.
Begitu juga dengan komisaris dan para debitur lain yang jumlahnya cukup banyak. ''Yang menikmati uangnya sebanyak Rp 342,5 miliar kan dikucurkan ke semua debitur. Ada banyak itu (debitur) di Semarang,'' tandasnya.
Sementara itu, Tessa menyatakan bahwa diperkirakan jumlah kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 220 miliar. “Taksiran kerugian negara pada perkara BPR Jepara Artha sekitar Rp220 miliar,” kata Tessa saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Jum'at (11/10/2024).
Meski begitu, saat ini KPK belum mengumumkan nama dan jabatan para tersangka lantaran proses penyidikan sedang berjalan. KPK juga belum melakukan penahanan terhadap para tersangka.
Di sisi lain, KPK memastikan bakal melacak aliran dana kasus dugaan korupsi kredit usaha di PT. Bank Perkreditan Rakyat Bank Jepara Artha (Perseroda) terkait kebutuhan dana kampanye ilegal.
“Ini terkait dana kampanye. Apakah akan di-trace (lacak) lebih jauh? tentu,” ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2024).
Asep menjelaskan, tujuan pelacakan aliran dana kasus korupsi tersebut untuk melengkapi berkas perkara penyidikan kasus dugaan korupsi kredit usaha di PT Bank Artha Jepara hingga terusut tuntas.
“Kemana uang itu mengalir kita akan check untuk keperluan apa?, karena itu diharapkan supaya terang dari mana asalnya dan kemana dan lain lain,” pungkas Asep.
Topik:
KPK Bank Jepara Artha