Berkaca pada Kasus Pagar Laut, FITRA Harap Polri Tak 'Kaburkan' Aktor Utama Izin Tambang di Raja Ampat

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Juni 2025 20:19 WIB
Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi (Foto: Dok MI/FITRA)
Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi (Foto: Dok MI/FITRA)

Jakarta, MI - Kasus dugaan tambang ilegal di Raja Ampat yang saat ini sedang diselidiki Polri menjadi perhatian publik. 

Pun, Polri diharapkan tidak 'mengaburkan' aktor utama di balik kasus tersebut.

Pasalnya, kini dukungan publik pada proses pengusutkan kepolisian sangat penting seperti halnya saat kepolisian beraksi cepat menangkap pelaku tambang emas ilegal pada sekitar Desember 2024. 

Dan langkah pemerintah mencabut izin tambang nikel di kawasan geopark Raja Ampat perlu didukung dan dikawal. 

"Saya melihat penting agar penanganan kasus ini tidak berhenti hanya pada pelaku lapangan," kata Manager Riset dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Badiul Hadi kepada Monitorindonesia.com, Rabu (11/6/2025).

Menurutnya, pengalaman dari kasus pagar laut menunjukkan bahwa penyidikan yang lambat dan terbatas hanya di permukaan berisiko mengaburkan aktor utama di balik kejahatan lingkungan.

"Saat ini, berkaca pada kasus yang sudah ada seperti pagar laut, masyarakat memiliki kekhawatiran penyelidikan tambang Raja Ampat juga akan terhenti sebelum menyentuh pemodal besar atau pihak-pihak yang mengatur izin di belakang layar," jelas Badiul sapaannya.

Bila itu terjadi, tambah dia, maka upaya penyelamatan lingkungan hanya akan menjadi simbolik dan tidak memberi efek jera.

"Karena itu kami mendorong transparansi penuh dari Polri dlm menyampaikan perkembangan penyelidikan. Kemudian enelusuran hingga ke pemodal dan jaringan pendukung tambang ilegal," tegasnya.

Sekiranya pemerintah juga harus memberlakukan kebijakan pencabutan izin bagi perusahaan milik BUMN yang melakukan aktivitas penambangan di Raja Ampat, karena berpotensi merusak lingkungan. 

"Dan yang tidak kalah penting adalah keterlibatan masyarakat dan media untuk mengawasi proses hukum agar tidak dilokalisasi pada pelaku kecil," pungkasnya.

Diketahui, bahwa Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tengah menyelidiki dugaan pidana terkait aktivitas tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Hal ini disampaikan Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol Nunung Syaifuddin.

Menurut penuturannya, penyelidikan dilakukan terhadap empat perusahaan yang izin usaha pertambangan (IUP) nya dicabut.

"Sementara ini saya belum bisa menyampaikan statement (pernyataan), ya. Kita masih dalam penyelidikan,” kata Nunung di Mabes Polri, Rabu (11/6/2025).

Saat disinggung terkait PT GAG Nikel yang masih diizinkan beroperasi di Pulau Gag, Raja Ampat, Nunung belum dapat berkomentar.

“Nanti kita lihat dulu, ya,” ujarnya, dikutip dari Antara.

Diberitakan sebelumnya, terdapat lima perusahaan tambang yang beroperasi di Raja Ampat. 

Kelima perusahaan itu yakni PT Nurham, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT GAG Nikel.

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, dari kelima perusahaan itu, empat perusahaan telah dicabut IUP-nya.

Empat perusahaan yang IUP-nya dicabut yakni PT Nurham, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa.

Bahlil mengatakan keputusan pencabutan IUP milik empat perusahaan tersebut disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam rapat terbatas (ratas) yang dilaksanakan Senin (9/6/2025).

“Dengan mempertimbangkan beberapa hal, Bapak Presiden memutuskan, memperhatikan semua yang ada, mempertimbangkan secara komprehensif, Bapak Presiden memutuskan empat IUP di luar Pulau Gag itu dicabut,” kata Bahlil, Selasa (10/6/2025).

"Jadi mulai terhitung hari ini, pemerintah telah mencabut empat IUP di Raja Ampat,” imbuhnya.

Topik:

Pagar Laut FITRA Raja Ampat Korupsi Pagar Laut