Menanti Ciputra Land Tersangka Korporasi Korupsi Aset PTPN I
Jakarta, MI - Di bawah komando Hari Siregar, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) terus mengembangkan penyidikan kasus dugaan korupsi penjualan tanah negara yang merupakan aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional I melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land.
Pengembangan penyidikan terus dilakukan sebab, teranyar Kejati Sumut menerima pengembalian kerugian negara sebesar Rp 150 miliar dari pengelolaan, penjualan, dan pengalihan aset PTPN I Regional I kepada Ciputra Land. Kerja sama kedua perusahaan ini diwakilkan oleh PT Nusa Dua Propertindo (NDP), anak perusahaan PTPN I (sebelumnya PTPN II), melalui kerja sama operasional (KSO) dengan Ciputra Land yang diwakili PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR).
Menurut Kajati Sumut Harli Siregar, pengembalian kerugian negara itu merupakan hasil perhitungan ahli yang ditunjuk Kejati atas kewajiban penyerahan 20 persen lahan dari KSO PTPN I dan Ciputra Land. Sesuai regulasi, setiap peralihan status lahan dari HGU (Hak Guna Usaha) wajib mengembalikan 20 persen lahan ke negara. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 165 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021.
“Penyidikan tidak berhenti di sini. Kami menunggu hasil perhitungan ahli untuk memastikan total kerugian keuangan negara. Jika nilainya melebihi Rp150 miliar, tentu akan ada langkah hukum selanjutnya,” kata Kepala Kejati Sumut Harli Siregar dalam konferensi pers di Medan tadi malam dikutip pada Kamis (23/10/2025).
Harli menegaskan bahwa pengembalian uang negara menjadi pertimbangan dalam proses hukum namun tidak menghapus tindak pidana yang terjadi.
Sementara Asisten Pidana Khusus Kejati Sumut Mochamad Jefry mengatakan, sebelum pengembalian uang dilakukan, penyidik telah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Direktur PT NDP berinisial IS, eks Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Sumut ASK, dan eks Kepala ATR/BPN Deli Serdang ARL.
Proses hukum masih berjalan dan kerugian negara belum berhenti pada Rp150 miliar tersebut, kata dia. Dalam penyidikan, tim juga mempertimbangkan penegakan hukum yang berkeadilan, dengan memastikan hak para konsumen perumahan Citra Land Helvetia, Citra Land City Sampali, dan Citra Land Tanjung Morawa tetap terjamin.
Kasus ini bermula dari perubahan status 8.007 hektare lahan HGU PTPN II, yang kemudian menjadi PTPN I Regional I, menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).
Direktur PT NDP Iman Subekti mengajukan permohonan perubahan HGU menjadi HGB kepada Askani, Kepala Kanwil ATR/BPN Sumut saat itu, dan Abdul Rahim Lubis, eks Kepala ATR/BPN Deli Serdang. Permohonan tersebut dilakukan secara bertahap.
Dalam prosesnya, kedua pejabat tersebut menerbitkan surat HGB atas nama PT NDP yang berasal dari perubahan HGU PTPN II tanpa memenuhi syarat pengembalian 20 persen lahan kepada negara, sebagaimana diatur dalam Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021.
Juru bicara Kejati Sumut Muhammad Husairi menegaskan, meski kerugian negara telah dikembalikan, penyidik tidak menutup kemungkinan penambahan tersangka.
Hingga kini, penyidik telah memeriksa 48 saksi, di antaranya: Kasubdit Penetapan Hak Guna Bangunan Kementerian ATR/BPN Anugerah Satriowibowo, Kepala Bidang Bangunan, Pertamanan, dan Penataan Perkotaan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Deli Serdang Ari Martiansyah, Kepala Kanwil BPN Sumut Sri Pranoto, mantan Kabag Hukum PTPN II, serta perwakilan pengembang Ciputra Land melalui PT DMKR dan PT Pancing Mitra Strategis Kennedy Sibarani.
Jerat Ciputra Land!
Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus mendesak Kejati Sumut menjerat petinggi PT Ciputra Land sebagai tersangka korporasi di kasus ini.
Bahkan Iskandar menilai PT Ciputra Development ditetapkan sebagai tersangka korporasi. "Di kasus ini harusnya Ciputra Development ditetapkan tersangka korporasi. Tidak sempurna penyidikan dan penuntutan serta penghakiman di pengadilan jika mereka tidak ditetapkan tersangka korporasi," kata Iskandar, Rabu (15/10/2025).
Iskandar juga mendorong kasus korupsi pengalihan lahan negara yang kemudian disulap menjadi kota swasta oleh Ciputra Group ini diproses hukum jauh sebelum dilakukan penetapan tiga tersangka. Ia yakin kasus ini menjadi kasus dengan kerugian negara terbesar di daerah.
"Patut diduga terjadi kerja sama operasional fiktif, penghapusbukuan aset secara ilegal hingga penerbitan sertifikat tanpa dasar hukum. Taksiran kami kasus ini menimbulkan kerugian negara seminimal-minimalnya Rp200 triliun maksimal Rp300 triliun," tandas Iskandar.
Topik:
Korupsi PTPN I PTPN Kejati Sumut PT Ciputra LandBerita Sebelumnya
Data Izin Tambang Berbeda, JATAM Bongkar Mufakat Jahat ESDM dan KKP!
Berita Terkait
Kejati Sumut Pertimbangkan Jerat Citraland Tersangka Korporasi Korupsi Aset PTPN I
2 jam yang lalu
Kejati Sumut Terima Pengembalian Kerugian Negara dari Korupsi PTPN I senilai Rp 150 M
18 jam yang lalu
Kejati Sumut Jebloskan Direktur PT Nusa Dua Propertindo Iman Subekti ke Sel Tahanan
21 Oktober 2025 00:29 WIB
Mengungkap Kerugian PTPN II di Proyek Kota Deli Metropolitan Bekerja Sama dengan Bahana Sekuritas
19 Oktober 2025 02:02 WIB