Kejati Sumut Pertimbangkan Jerat Citraland Tersangka Korporasi Korupsi Aset PTPN I

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 23 Oktober 2025 3 jam yang lalu
Harli Siregar saat menjabat sebagai Kapuspenkum Kejagung. Kini sebagai Kajati Sumut (Foto: Dok MI/Pupspenkum Kejagung)
Harli Siregar saat menjabat sebagai Kapuspenkum Kejagung. Kini sebagai Kajati Sumut (Foto: Dok MI/Pupspenkum Kejagung)

Jakarta, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut) didesak agar menjerat PT Ciputra Land atau Citraland sebagai tersangka korporasi dalam kasus dugaan korupsi penjualan tanah negara yang merupakan aset PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional I melalui kerja sama operasional (KSO) dengan Citraland.

Menyoal itu, Kepala Kejati Sumut Harli Siregar saat berbincang dengan Monitorindonesia.com pada Kamis (23/10/2025) sore menegaskan bahwa pihaknya mempertimbangkan itu.

Sebab, saat ini pihaknya terus mengembangkan penyidikan kasus ini. Tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka baru usai adanya pengembalian Rp 150 miliar dari anak usaha Citraland, PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial (DMKR) pada Rabu (22/10/2025).

"Sesuai keterangan kemarin, penyidik mempertimbangkan penegakan hukum yang berkeadilan di mana hak-hak para konsumen yang telah beritikad baik dan sedang berhubungan dengan korporasi harus dilindungi berarti korporasinya juga harus jalan," tegas mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung itu.

Kajati Sumut Harli Siregar

Kendati, jika korporasi itu mengembalikan semua kerugian negara, makan tidaklah menjeratnya sebagai tersangka korporasi. "Jika korporasi nantinya sesuai hasil perhitungan kerugian negara mengembalikan seluruhnya untuk apa korporasi ditersangkakan," lanjut Harli.

Mantan Kajati Papua Barat ini menambahkan bahwa dalam perkara ini sebenarnya korporasi tidak berkaitan langsung dengan soal pengadaan tanahnya melainkan kewajiban NDP/PTPN terkait soal itu.

"DMKR hanya kewajiban operasional pembangunannya jadi tanggung jawab terhadap hak negara 20% ada di BPN dan NDP/PTPN," ungkap Harli.

Soal bakal ada tersangka baru baik perorangan maupun korporasi, Harli kembali menegaskan semua tergantung dari perkembangan penyidikan.

"Semuanya masih berproses secara transparan jadi kita lihat perkembangannya ya," tandas Harli.

Sementara Asisten Pidana Khusus Kejati Sumut Mochamad Jefry sebelumnya mengatakan bahwa sebelum pengembalian uang dilakukan, penyidik telah menetapkan tiga tersangka. Mereka adalah Direktur PT NDP berinisial IS, eks Kepala Kantor Wilayah ATR/BPN Sumut ASK, dan eks Kepala ATR/BPN Deli Serdang ARL.

Proses hukum masih berjalan dan kerugian negara belum berhenti pada Rp150 miliar tersebut, kata dia. Dalam penyidikan, tim juga mempertimbangkan penegakan hukum yang berkeadilan, dengan memastikan hak para konsumen perumahan Citra Land Helvetia, Citra Land City Sampali, dan Citra Land Tanjung Morawa tetap terjamin.

Sebelumnya, Sekretaris Pendiri Indonesia Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus mendesak Kejati Sumut menjerat PT Ciputra Land sebagai tersangka korporasi di kasus ini.

Bahkan Iskandar menilai PT Ciputra Development ditetapkan sebagai tersangka korporasi. "Di kasus ini harusnya Ciputra Development ditetapkan tersangka korporasi. Tidak sempurna penyidikan dan penuntutan serta penghakiman di pengadilan jika mereka tidak ditetapkan tersangka korporasi," kata Iskandar, Rabu  (15/10/2025).

Iskandar juga mendorong kasus korupsi pengalihan lahan negara yang kemudian disulap menjadi kota swasta oleh Ciputra Group ini diproses hukum jauh sebelum dilakukan penetapan tiga tersangka. Ia yakin kasus ini menjadi kasus dengan kerugian negara terbesar di daerah.

Iskandar Sitorus, Sekertaris Pendiri Indonesian Audit Watch
Iskandar Sitorus (Foto: Dok MI/Istimewa)

"Patut diduga terjadi kerja sama operasional fiktif, penghapusbukuan aset secara ilegal hingga penerbitan sertifikat tanpa dasar hukum. Taksiran kami kasus ini menimbulkan kerugian negara seminimal-minimalnya Rp200 triliun maksimal Rp300 triliun," tandas Iskandar.

Adapun kasus ini bermula dari perubahan status 8.007 hektare lahan HGU PTPN II, yang kemudian menjadi PTPN I Regional I, menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). 

Direktur PT NDP Iman Subekti mengajukan permohonan perubahan HGU menjadi HGB kepada Askani, Kepala Kanwil ATR/BPN Sumut saat itu, dan Abdul Rahim Lubis, eks Kepala ATR/BPN Deli Serdang. Permohonan tersebut dilakukan secara bertahap.

Dalam prosesnya, kedua pejabat tersebut menerbitkan surat HGB atas nama PT NDP yang berasal dari perubahan HGU PTPN II tanpa memenuhi syarat pengembalian 20 persen lahan kepada negara, sebagaimana diatur dalam Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021.

Juru bicara Kejati Sumut Muhammad Husairi menegaskan, meski kerugian negara telah dikembalikan, penyidik tidak menutup kemungkinan penambahan tersangka.

Hingga kini, penyidik telah memeriksa 48 saksi, di antaranya: Kasubdit Penetapan Hak Guna Bangunan Kementerian ATR/BPN Anugerah Satriowibowo, Kepala Bidang Bangunan, Pertamanan, dan Penataan Perkotaan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Deli Serdang Ari Martiansyah, Kepala Kanwil BPN Sumut Sri Pranoto, mantan Kabag Hukum PTPN II, serta perwakilan pengembang Ciputra Land melalui PT DMKR dan PT Pancing Mitra Strategis Kennedy Sibarani.

Topik:

Kejati Sumut PTPN PTPN I PT Ciputra Land Citraland