Diselimuti Dugaan Korupsi, Pembangunan Citraland Harus Disetop Sementara
Medan, MI - Pembangunan kawasan perumahan mewah Citraland Tanjung Morawa harus dihentikan sementara menyusul berkembang kasus dugaan korupsi aset negara milik PT Perkebunan Nusantara I Regional I dan anak perusahaannya PT Nusa Dua Propertindo (NDP), yang saat ini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Penghentian sementara ini bukan bentuk penolakan terhadap pembangunan, melainkan upaya menjaga integritas hukum dan aset negara di tengah proses penyidikan yang sedang berjalan.
"KNPI Sumut meminta agar pembangunan Citra Land dihentikan sementara sampai seluruh proses hukum dan audit kerugian negara diselesaikan. Kita tidak ingin proyek pembangunan berjalan di atas lahan yang status hukumnya masih diselidiki karena berpotensi merugikan negara dan merusak kepercayaan publik,” kata Sekretaris Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumatera Utara (Sumut) Muhammad Tarmizi, Rabu (12/11/2025).
Adapun kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan aset negara berupa lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 8.077 hektare yang dikelola oleh PTPN I Regional I (sebelumnya PTPN II), yang kemudian dialihkan ke PT Nusa Dua Propertindo (NDP) dan digunakan untuk proyek properti berskala besar, termasuk kawasan Citra Land Tanjung Morawa.
Bahwa sejak restrukturisasi BUMN Perkebunan pada 2023, PTPN II telah resmi bergabung menjadi bagian dari PT Perkebunan Nusantara I Regional I di bawah holding PTPN III (Persero).
Namun kasus dugaan korupsi ini mencakup periode sebelum dan sesudah penggabungan, sehingga menjadi perhatian serius publik dan aparat penegak hukum.
Kejati Sumut telah menetapkan sedikitnya empat tersangka, antara lain mantan Direktur PTPN I Regional I, pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut, dan Direktur NDP.
Proses hukum juga sedang menghitung potensi kerugian negara yang diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah, serta telah mencatat pengembalian uang ke kas negara sebesar Rp 150 miliar dari pihak yang terlibat.
KNPI Sumut menilai, dengan status hukum lahan yang belum jelas dan masih dalam penyidikan, lanjutnya pembangunan di atas lahan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelanggaran asas status quo aset negara.
Selain itu, proyek ini juga berpotensi menimbulkan masalah sosial dan lingkungan di sekitar wilayah bekas lahan perkebunan, yang seharusnya melibatkan partisipasi publik dan audit AMDAL yang transparan.
“Kita bukan menolak investasi, tapi kita ingin memastikan pembangunan berjalan di atas dasar hukum yang bersih. Moratorium sementara adalah langkah etis dan rasional untuk melindungi aset negara sekaligus menjaga kepercayaan publik terhadap BUMN dan pengembang,” tegas Tarmizi.
Dengan demikian, pihaknya meminta Kejaksaan Tinggi Sumut segera menuntaskan penyidikan dan mengumumkan hasil audit kerugian negara secara transparan.
Lalu, Pemerintah Provinsi Sumut dan BPN meninjau ulang izin dan status lahan di lokasi proyek Citra Land. DPRD Sumatera Utara menerbitkan rekomendasi moratorium sementara atas pembangunan sampai status hukum lahan benar-benar jelas.
Selanjutnya, Kementerian BUMN melakukan evaluasi tata kelola aset PTPN I Regional I dan anak perusahaannya untuk mencegah praktik serupa di masa depan.
Meminta Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menetapkan seluruh tersangka yang terlibat dalam perkara ini. Baik pejabat maupun pengusaha dan semua oknum yang terlibat dalam perkara ini.
Sebagai organisasi kepemudaan, KNPI Sumut menegaskan bahwa pembangunan di Sumatera Utara harus mengutamakan prinsip keadilan sosial, kepastian hukum, dan keberlanjutan lingkungan.
“Kita ingin Sumatera Utara maju dengan pembangunan yang bersih. Bukan pembangunan yang menyisakan luka hukum dan ketimpangan sosial. Pemuda harus berdiri di garis depan untuk mengawal keadilan dan transparansi publik. Sesuai perintah Presiden RI bapak Prabowo Subianto bahwa korupsi di negeri ini harus ditindak tegas sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku tanpa pandang bulu."
"Kita sama-sama menunggu ketegasan dan kebijaksanaan dari Aparat Penegak Hukum di Sumatera Utara agar kasus ini segera diselesaikan dengan terang dan Transparan,” imbuh Tarmizi.
4 tersangka dan perannya
Irwan Peranginangin
Direktur Utama (Dirut) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II periode 2020-2023 Irwan Peranginangin (IP) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan aset PTPN I Regional I oleh PT NDP melalui kerja sama operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land atau Citraland, pada Jumat (7/11/2025).
Kasidik Kejati Sumut, Arief Kadarman, menjelaskan bahwa peran Irwan dalam kasus penjualan aset negara ini, dengan jabatannya sebagai Direktur PTPN II menginbrengkan assetnya berupa lahan HGU kepada PT Nusa Dua Propertindo.
"Bahwa perbuatan IP selaku Direktur PTPN II Tahun 2020 s/d 2023 yang menginbrengkan assetnya berupa lahan HGU kepada PT. NDP tanpa persetujuan Pemerintah Cq Menteri keuangan," ujar Arif saat konferensi pers di Kantor Kejati Sumut, Medan, Jumat malam.
Atas perbuatan Irwan ini mengakibatkan hilangnya aset negara sebesar 20 persen dari seluruh luas HGU yang telah diubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB).
Tak sendirian, Irwan melakukan perbuatannya itu bersama tersngka lainnya, yakni Direktur PT NDP Iman Subakti (IS), Kepala Kantor BPN Sumatera Utara periode 2022-2025, Askani (ASK), serta Kepala Kantor BPN Deli Serdang periode 2022-2025 Abdul Rahman Lubis (ARL).
Bahwa mereka menerbitkan sertifikat HGB atas nama PT NDP tanpa memenuhi kewajiban kepada negara.
Kini Irwan telah dijebloskan ke sel Rumah Tahanan Kelas I Tanjung Gusta, Kota Medan, selama 20 hari ke depan.
Arief mengatakan penyidik masih melakukan pendalaman terkait kemungkinan keterlibatan pihak lain. “Dengan perintah melakukan penahanan terhadap tersangka selama 20 hari di Rutan Kelas I Tanjung Gusta Kota Medan. Penyidik juga sampai saat ini terus melakukan pendalaman dan pengembangan untuk mencari apakah ada pihak lain yang turut terlibat dalam perkara ini,” ungkapnya.
Iman Subakti
Direktur PT Nusa Dua Propertindo (NDP) Iman Subakti ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Senin (20/10/2025) lalu. Adapun Iman telah ditahan di Rutan Kelas 1 Tanjung Gusta Medan.
Bahwa Iman disebut mengajukan permohonan peralihan hak guna usaha (HGU) PTPN II di beberapa bidang tanah menjadi hak guna bangunan (HGB) dalam kurun waktu 2022-2023 secara bertahap.
Iman bersama dua tersangka sebelumnya sudah ditahan berhasil mengubah izin tanah tersebut meskipun tidak memenuhi syarat. "Yang menyebabkan surat hak guna bangunan atas nama PT Nusa Dua Propertindo yang berasal dari perubahan HGU PTPN II diterbitkan dan disetujui, meskipun dalam prosesnya tanpa memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumut Mochamad Jefry saat konferensi pers di Kantor Kejati Sumut, Senin.
Jefry menjelaskan jika pihaknya masih terus mendalami soal apakah ada suap dalam proses pengurusan izin HGU ke HGB. Namun Iman disebut memiliki peran sebagai pemohon perubahan izin HGU ke HGB.
"Kasus suap menyuap sampai saat ini masih kita dalami dan akan kita sampaikan di rilis berikutnya, namun peran yang dilakukan seperti yang telah kami sampaikan tadi, bahwa tersangka (Iman Subakti) mengajukan permohonan perubahan HGU menjadi HGB yang tidak sesuai dengan ketentuan," jelasnya.
Askani dan Abdul Rahman Lubis
Mantan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Sumut Askani dan mantan Kepala Kantor BPN Kabupaten Deli Serdang Abdul Rahim Lubis ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (14/10/2025) lalu. Keduanya telah dijebloskan ke sel Rumah Tahanan Tanjung Gusta Medan.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Harli Siregar, menyatakan bahwa Askani dan Abdul Rahman Lubi diduga melakukan tindak pidana korupsi pengelolaan, penjualan, pengalihan aset PTPN I Regional I berupa lahan seluas 8.077 hektare oleh anak perusahaan PTPN I yakni PT Nusa Dua Propertindo atau PT NDP melalui kerjasama operasional dengan PT Ciputra Land dalam hal ini PT Deli Megapolitan Kawasan Residensial atau DMKR.
Harli mengatakan, dari hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa antara tahun 2022 hingga 2024 saat keduanya menjabat sebagai kepala BPN, diduga telah memberikan persetujuan penerbitan sertifikat HGB atas nama PT NDP tanpa dipenuhinya kewajiban oleh PT NDP.
Yakni menyerahkan paling sedikit 20 persen lahan HGU yang diubah menjadi HGB.
Sementara Pelaksana Harian Kepala Seksi Penerangan Hukum Muhammad Husairi menyatakan bahwa akibat persetujuan revisi tata ruang yang dilakukan kedua pejabat tersebut, negara dirugikan karena hak atas 20 persen lahan HGU yang diubah menjadi HGB tidak diserahkan PT NDP kepada negara.
"Kewajiban menyerahkan paling sedikit 20 persen lahan HGU yang diubah menjadi HGB tidak dilaksanakan PT NDP setelah revisi tata ruang, dan PT DMKR selaku pengembang telah menjual lahan tersebut kepada konsumen," jelas Husairi.
Sesuai regulasi peralihan status lahan, sambung Husairi, pemilik HGU seharusnya mengembalikan 20 persen lahan tersebut ke negara. Menurut Husairi, ketentuan soal pengembalian 20 persen lahan itu diatur dalam Pasal 165 Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021.
Ia menambahkan lahan milik PTPN I seluas 8.077 hektare yang diserahkan PT NDP kepada Ciputra Land melalui PT DMKR berada di tiga lokasi, yaitu Tanjung Morawa, Helvetia dan Sampali. Ketiga lokasi itu berada di Kabupaten Deli Serdang.
Adapun tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) subsidiari Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (an)
Topik:
Kejati Sumut PTPN II PTPN I CitralandBerita Sebelumnya
Kejaksaan Geledah Kantor Sudin PPKUKM Jaktim, Kasus Apa?
Berita Selanjutnya
Sakit, Pemeriksaan Adik JK Sebagai Tersangka Kasus PLTU Ditunda
Berita Terkait
Korupsi Aluminium, Kejati Sumut Periksa Saksi dari PT Inalum dan PASU
18 November 2025 07:07 WIB
Citraland Dibangun di Atas Aset Korupsi! Pakar Hukum: Seret Semua Mafianya!
15 November 2025 16:57 WIB