Komisaris PT Rancang Bangun Mandiri Cahyana Dharmawan akan Diperiksa KPK di Korupsi RSUD Koltim

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Desember 2025 9 jam yang lalu
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo (Foto: Dok MI/Adelio Pratama)

Jakarta, MI - Komisaris PT Rancang Bangun Mandiri, Cahyana Dharmawan Putra akan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi berupa suap proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur (Koltim), Jumat (5/12/12025).

KPK juga memanggil Direktur Fasilitas Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes, Ghotama Airlangga; Katimker Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) Rujukan, Romadona; dan Direktur PT Pilar Cadas Putra, Bambang Nugroho.

"Hari ini Jumat (5/12), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi terkait dugaan TPK dalam pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur (Koltim)," kata Juru Bicara (Jubir) KPK, Budi Prasetyo.

Materi pemeriksaan saksi bakal diungkapkan setelah pemeriksaan rampung. Kata Budi, pemeriksa dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan (Jaksel). "Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ucap Budi.

KPK telah menahan tiga tersangka baru di kasus ini pada Senin (24/11/2025). Adalah ASN Bapenda Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga orang kepercayaan Bupati Koltim nonaktif Abdul Aziz, Yasin (YSN); staf Kementerian Kesehatan, Hendrik Permana (HP); serta Direktur Utama PT Griksa Cipta, Aswin Griksa (AGR).

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Kamis (7/8/2025) yang mengamankan 12 orang. Abdul Aziz ditangkap sehari setelahnya, Jumat (8/8/2025), usai menghadiri Rakernas Partai NasDem 2025 di Hotel Claro, Makassar.

Dari OTT tersebut, KPK menetapkan lima orang tersangka, yakni Bupati Kolaka Timur 2024–2029 nonaktif Abdul Aziz (ABZ); PIC Kementerian Kesehatan untuk pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH); serta PPK proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Ageng Dermanto (AGD). Selain itu, dua pihak swasta juga ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Deddy Karnady (DK) dari PT Pilar Cerdas Putra (PT PCP) dan Arif Rahman (AR) dari KSO PT PCP.

Konstruksi perkara

Kasus bermula pada 2023 ketika Hendrik Permana diduga menawarkan jasa membantu meloloskan dan mengamankan pagu Dana Alokasi Khusus (DAK) bagi sejumlah daerah dengan imbalan fee 2 persen. Pada Agustus 2024, Hendrik bertemu Ageng Dermanto selaku PPK proyek RSUD Koltim untuk membahas desain rumah sakit sebagai bagian dari pengurusan DAK, yang kemudian meningkat signifikan dari Rp47,6 miliar menjadi Rp170,3 miliar.

Untuk memastikan DAK tidak hilang, Yasin—yang disebut sebagai orang kepercayaan Abdul Aziz—memberikan uang Rp50 juta kepada Hendrik sebagai tanda keseriusan. Ia juga memberikan Rp400 juta kepada Ageng untuk mengurus perkara “di bawah meja” dengan pihak swasta, termasuk Deddy Karnady dari PT Pilar Cerdas Putra.

Sepanjang Maret hingga Agustus 2025, Yasin menerima Rp3,3 miliar dari Deddy melalui Ageng, lalu mengalirkannya kepada Hendrik sebesar Rp1,5 miliar. Saat OTT dilakukan, KPK mengamankan uang Rp977 juta dari Yasin.

Aswin Griksa selaku Direktur Utama PT Griksa Cipta juga diduga menerima Rp365 juta dari total Rp500 juta yang diberikan Ageng sebagai penghubung antara PT Pilar Cerdas Putra dan pihak proyek.

Atas perbuatannya, ketiga tersangka dijerat Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Catatan: Redaksi Monitorindonesia.com mencantumkan nama saksi menjunjung asas equality before the law. Bahwa prinsip fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, jabatan, atau kekuasaan. Maka pihak bersangkutan jika keberatan, redaksi Monitorindonesia.com terbuka melayani hak jawab dan/atau bantahan.

Topik:

KPK