Novel Beda Pendapat dengan Fahri Soal OTT Rektor Unila, Warganet: Bubarin Aja KPK Daripada Jadi Tameng Pejabat Koruptor

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Agustus 2022 15:43 WIB
Jakarta, MI - Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri dapat pujian dari berbagai pihak. Pujian itu datang dari Politikus Partai Gelora Fahri Hamzah yang menyebutkan bahwa tindakan KPK tersebut layak diapresiasi. "Kita suka atau tidak, cara kerja @KPK_RI mengungkap korupsi penerimaan masiswa baru patut diapresiasi karena caranya lebih rumit dari OTT," kata Fahri melalui tweetnya seperti dikutip Monitorindonesia.com, Senin (22/8). Pada umumnya, menurut Fahri, para pengkritik KPK sekarang lebih menyoroti karena KPK tidak lagi dramatis, bukan substansi dari kemampuan KPK mengungkap kasus kasus sulit. "Di sinilah @KPK_RI harus tetap sabar dan mempertajam cara kerjanya, bukan sekedar OTT yang sensasional!," lanjutnya. OTT Itu, tambah dia, cara kerja lama, tidak perlu dilakukan kalau memang tidak terlalu penting. Justru yang penting adalah pengungkapan perkara besar dan sulit berbasis kepada Audit (seperti dalam kasus lampung ini) yang selama ini jarang dipakai oleh KPK. "Ini waktunya mengedepankan audit! ke depan, alangkah indahnya kalau @KPK_RI dan @KejaksaanRI bekerjasama dengan POLRI untuk bersih-bersih pasca kasus FS ini. Pasti hasilnya akan sangat diapresiasi masyarakat. Mohon inisiatifnya bapak presiden!," jelasnya. Pujian ini, rupanya dikritik pengguna Twitter lainnya yang mengatakan bahwa KPK sudah tak diharapkan lagi dan lebih baik di bubarkan daripada jadi tameng pejabat koruptor. "Ngomong opo, revisi undang-undang KPK yang bikin KPK gak bisa diharapkan lagi, bubarin aja daripada cuman jadi tameng pejabat koruptor," komentar Brothoyudo. Selain itu, mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan turut mengomentari cuian Fahri Hamzah itu, bahwasanya jika kasus pencurian uang rakyat yang terjadi di Unila merupakan hal memalukan. Rektor Unila, Karomani diketahui, ditangkap tangan oleh KPK dengan dugaan suap. Karomani disebut mematok uang Rp100-350 juta untuk mahasiswa baru supaya diterima di Unila. "Pujian yang berlebihan.. Kasus suap rektor Universitas Lampung ini spt korupsi pungli layanan publik. Korbannya banyak, saksinya banyak.Jadi lebih mudah utk dilakukan OTT. Bang @Fahrihamzah, mengomentari juga mesti jujur.. Gimana mas @febridiansyah ?," kata Novel Baswedan. Menurut Novel Baswedan, kasus tersebut merupakan hal parah dan memalukan yang terjadi di lingkungan pendidikan. Pasalnya, lingkungan pendidikan yang seharusnya memberikan didikan selain ilmu pengetahuan, juga karakter, tetapi menjadi tempat praktik tindakan kriminal. "Walaupun mmg kasusnya parah dan memalukan. Pimpinan lembaga pendidikan yg seharusnya membentuk karakter, dan menjadi teladan Integritas. Koruptif saja nggak boleh eh malah korupsi," katanya. Dalam kasus ini, selain Karomani, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain dalam perkara tersebut, yakni Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Unila, Heryandi (HY); Ketua Senat Unila, M Basri (MB); serta pihak swasta yang diduga pemberi suap, berinisial AD. Tersangka penerima suap yakni Karomani, Heryandi, dan Basri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sedangkan tersangka pemberi suap yakni Desfiandi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. [Aan]