Warna Mobil AKBP Eko Berbeda Saat Rekonstruksi, Ahli Duga Upaya Hilangkan Jejak!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 4 Februari 2023 21:28 WIB
Jakarta, MI - Perbedaan warna mobil Mitsubishi Pajero yang dipakai pensiunan polisi AKBP Eko Setia BW saat rekonstruksi ulang kecelakaan yang menyebabkan mahasiswa Universitas Indonesia (UI), M Hasya Atallah, meninggal dunia, kini menjadi tanda tanya masyarakat. Pasalnya, berdasarkan rekaman CCTV, tampak mobil Mitsubishi Pajero yang digunakan AKBP Eko Setia BW berwarna hitam. Namun saat rekonstruksi yang digelar pada Kamis 2 Februari kemarin, mobil tersebut dengan nomor polisi B 2447 RFS berwarna putih. Alasannya, warna mobil tersebut telah diubah setelah kasus kecelakaan itu telah selesai yang tertuang dalam surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan nomor B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023 lalu. "Itu karena kemarin sudah SP3, kendaraan ini (warnanya) dikembalikan. Nanti motor juga akan kita kembalikan. Sehingga kemarin sudah diambil pemiliknya (AKBP Eko Setia) itu (stiker) dilepas. Tapi nomor pelat sama semua cuma warna aja," jelas Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman. Namun demikian, Latif tidak merinci lebih jauh mengenai perbedaan warna mobil Mitsubishi Pajero itu. Atas hal ini, mengundang reaksi ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel yang turut mempertanyakan sikap kepolisian atas perubahan warna mobil pajero yang dikendarai AKBP (purn) Eko Setia Bayu Wahono saat rekonstruksi itu. Bahkan dia menduga, perubahan warna mobil pensiunan polisi itu sebagai upaya menghilangkan jejak insiden kecelakaan tersebut. "Jadi, jangan sepelekan itu dengan serta-merta menganggapnya sebagai ganti cat mobil belaka," kata Reza, Sabtu (4/2). [caption id="attachment_511175" align="alignnone" width="713"] Reza Indragiri Amriel (Foto: MI/Aswan)[/caption] Reza juga menilai, sikap kepolisian yang begitu datar terhadap perubahan warna mobil purnawirawan polisi itu mampu menimbulkan opini publik yang liar. Karena menurutnya, perubahan warna itu bisa jadi sebagai tanda untuk menutupi sebuah kesalahan yang dilakukan Eko. "Wajar kalau publik mengendus, jangan-jangan pada kasus ini terjadi lagi kode senyap alias code of silence. Itu loh, subkultur toksik yang ditandai oleh kecenderungan personel polisi menutup-nutupi kesalahan sejawat mereka, tapi publik bisa saja keliru," ungkapnya. Selain itu, Reza juga menilai bahwa penetapan tersangka pada Hasya justru terburu-buru. Karena kata dia, hal tersebut tidak selaras dengan prinsip Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyebut secara gamblang "problem solving dan restorative justice". "Artinya, apalagi dalam kasus laka lantas, masuk akal kalau polisi tidak buru-buru pakai mindset litigasi atau pemidanaan tulen. Termasuk dengan menetapkan seseorang sebagai tersangka, kendati status tersangka juga bukan berarti dia mutlak bersalah," pungkasnya. #Mobil AKBP Eko