Tiga Persoalan yang Seharusnya Diurai Polisi Soal Bripka Madih, Apa Saja?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 6 Februari 2023 05:12 WIB
Jakarta, MI - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri meminta kepada pihak kepolisian agar dapat mengurai tiga persoalan dalam kasus sengketa lahan milik orang tua anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih di Bekasi, Jawa Barat (Jabar). Yaitu keberadaan tanah sengketa, dugaan pungli dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). "Keberadaan tanah, pernyataan bahwa pelapor dimintai uang dan tanah oleh oknum penyidik, dan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)," kata Reza, Senin (6/2). Dalam kasus sengketa tanah, Reza menegaskan bahwa seharusnya polisi harus memeriksa dokumen tanah dimaksud dan keabsahannya. Karena kata dia, Polda Metro Jaya telah menyebut bahwa sebagian besar tanah yang digugat Madih sudah habis terjual sejak tahun 2011. Kemudian soal dugaan pungli, polisi juga harus mendalami benar atau tidaknya dugaan praktik pungli tersebut. Jika benar demikian, kata Reza, maka Madih melakukan whistleblowing. Dan persoalan dugaan KDRT, Reza mempertanyakan alasan Polda Metro Jaya tiba-tiba menyorot kasus tersebut. "Kenapa PMJ tiba-tiba mengekspos kasus KDRT tersebut ke publik?" tanyanya. Dalam kasus ini Madih telah diduga melakukan pelanggaran kode etik profesi Polri atas tindakan yang dilakukannya. Dugaan pelanggaran kode etiknya adalah Madih membawa sejumlah orang dan memasang pelang di lahan yang ia klaim miliknya yang dilakukan pada Selasa (31/1) lalu. Aksi Madih itu diduga telah melanggar aturan sebagai anggota Polri, sebab Madih terikat dengan aturan yang harus dipatuhinya. Madih diduga melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Aturan Disiplin Anggota Polri. "Yang berbunyi dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Polri dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah atau Kepolisian Republik Indonesia," kata Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Bhirawa Braja Paksa. Selain itu, Madih juga diduga melanggar Pasal 13 huruf g ayat 1 paragraf 4 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri. Pasal itu mengatur setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian dilarang menggunakan sarana media sosial dan media lainnya untuk aktivitas kegiatan mengunggah dan menyebarluaskan berita yang tidak benar dan atau ujaran kebencian. "Wujud perbuatannya pada hari Selasa tanggal 31 Januari 2023 sekitar jam 13.00 WIB, juga telah memberikan pernyataan oleh media televisi, media online yang memberitakan kasus penanganan perkara tanah di Direktorat Kriminal Umum Polda Metro Jaya," ucap Bhirawa. Saat ini Polda Metro Jaya tengah mendalami dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Madih. Di balik kasus ini Madih juga disebut kepolisian telah dua kali dilaporkan bagian Profesi dan Pengamanan Polda Metro oleh istrinya sendiri yaitu pada 2014 dan 2022. Trunoyudo mengungkapkan pada tahun 2014 Madih dilaporkan terkait KDRT oleh istri pertamanya. "Dilaporkan oleh istri sahnya atas nama SK, (sekarang) sudah cerai. Dan putusannya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," kata Trunoyudo kepada wartawan, Jumat (3/2). Kemudian pada Agustus 2022, Madih dilaporkan oleh istri keduanya SS terkait KDRT. Sampai saat ini, laporan masih diproses Propam Polres Metro Jakarta Timur, sebab SS masih belum bisa dimintai keterangan. Selain ke Propam, SS juga melaporkan Madih ke Polsek Pondok Gede terkait tindakan KDRT. "Saat ini prosesnya tentu akan di-take over oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya terkait pelanggaran kode etik dengan adanya KDRT. Jadi bukan hanya kode etik, dengan adanya laporan tersebut maka patut diduga suatu perbuatan melawan hukum atau tindak pidana," pungkas Trunoyudo. #Bripka Madih#Anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih