Mahfud MD Klaim Transaksi Gelap Rp 300 T di Kemenkeu Bukan Korupsi Tapi TPPU, Ini Perbedaannya

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 12 Maret 2023 20:08 WIB
Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD baru-baru ini mengklaim bahwa transaksi gelap sebesar Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) adalah tindak pidana pencucian uang (TPPU) bukan tindak pidana korupsi (Tipikor). "Tidak benar isu berkembang di Kementerian Keuangan ada korupsi Rp 300 triliun, yang ada pencucian uang," usai pertemuan dengan perwakilan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di kantornya, Jumat (10/3) Laporan transaksi mencurigakan tersebut melibatkan 476 pegawai Kementerian Keuangan sejak tahun 2009 sampai 2023. "Saya yakin ibu Sri Mulyani dengan segala langkah-langkahnya dan laporan-laporannya di sidang kabinet," ungkapnya. Adapun tindak lanjut dari pencucian uang tersebut akan diserahkan kepada aparat penegak hukum, baik itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Lantas apa sih perbedaan Tipikor dan TPPU itu? Korupsi berasal dari Bahasa latin yaitu Corruptus dan Corruption, artinya buruk, bejad, menyimpang dari kesucian, perkataan menghina, atau memfitnah. Dalam Black Law Dictionary di modul Tindak Pidana Korupsi KPK, Korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi. Dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan tugas dan kebenarankebenaran lainnya. Korupsi itu senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan yang dimaksud tidak selalu berupa uang. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum (masyarakat). Setiap tindakan korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan. Adapun unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 adalah: Pelaku (subjek), sesuai dengan Pasal 2 ayat (1). Unsur ini dapat dihubungkan dengan Pasal 20 ayat (1) sampai (7), yaitu: Dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya. Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat diwakili orang lain. Hakim dapat memerintah supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintah supaya pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan. Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga). Melawan hukum baik formil maupun materil. Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi. Dapat merugikan keuangan atau perekonomian Negara. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Sementara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) adalah sebagai berikut; Pada prinsipnya TPPU adalah upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari berbagai tindak pidana. Tindakan pencucian uang bertujuan untuk memperkaya diri dengan menyamarkan asal usul uang tersebut berasal. Tindak pencucian uang ini sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Yang termasuk perbuatan-perbuatan tindak pidana pencucian uang yaitu: Menempatkan, mentransfer, mengalihkan membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan. Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Meski demikian antara Korupsi dan TPPU ini rupanya saling berhubungan. Hal tersebut secara jelas dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 8 tahun 2010. Penerapan Undang-undang tindak pidana pencucian uang dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dalam putusan Mahkamah Agung No: 1605 K/Pid.Sus/ 2014 hakim Pengadilan Negeri menerapkan Undang-undang No. 8 tahun 2010 tehadap kasus korupsi tersebut, yaitu dengan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara, denda, membayar uang pengganti, dan merampas aset yang dimiliki terdakwa dari hasil tindak pidana. Maka dapat dikatakan bahwa tindak pidana korupsi dan pencucian uang terpisah dan memiliki tujuan yang berbeda, keduanya seringkali terkait erat. Pasalnya, koruptor seringkali mencoba menyembunyikan uang hasil korupsi dengan melakukan tindakan pencucian uang. Sebaliknya, orang yang melakukan TPPU dapat menggunakan uang yang diperoleh dari korupsi sebagai sumber uang yang dicuci atau disamarkan untuk dihilangkan jejaknya agar tidak mudah dilacak. Oleh karena itu, dalam banyak kasus, koruptor juga dituduh melakukan tindak pidana TPPU. Pemerintah dan lembaga penegak hukum biasanya bekerja sama untuk mencegah dan menghukum tindak pidana korupsi dan TPPU, sehingga dapat menghentikan praktik kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat. Namun hal ini masih sulit dilakukan mengingat TPPU ini sudah terorganisir sedemikian rupa. Dalam konsep anti pencucian uang, pelaku dan hasil kejahatan dapat diidentifikasi dengan melacak mereka dan hasil kejahatan kemudian disita untuk kepentingan negara atau dikembalikan kepada pemilik yang sah. Jika aset yang berasal dari hasil kejahatan yang dikuasai oleh pelaku atau organisasi kriminal dapat disita atau dirampas, maka secara otomatis hal ini dapat mengurangi tingkat kejahatan. (LA) #Transaksi Gelap Rp 300 T#Gurita Korupsi Kemenkeu #TPPU#Rafael Alun Trisambodo

Topik:

Korupsi TPPU