KPK Tetapkan 7 Tersangka Korupsi LPEI Rp 3,4 Triliun, Kejagung Kapan?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Juli 2024 3 jam yang lalu
KPK dan Kejagung tengah mengusut korupsi di LPEI (Foto: Dok MI)
KPK dan Kejagung tengah mengusut korupsi di LPEI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Dugaan korupsi di LPEI berawal dar aduan dugaan korupsi yang diterima KPK pada 10 Mei 2023 dan telah masuk tahap penyidikan pada 19 Maret 2024. Dalam kasus ini, KPK menduga negara rugi hingga Rp 3,451 triliun akibat korupsi pemberian kredit ekspor tersebut. 

Indikasi kerugian itu timbul dari kucuran kredit ke tiga korporasi yakni, PT PE Rp 800 miliar, PT RII Rp 1,6 triliun, dan PT SMYL Rp 1,051 triliun.

Adapun tersangka dalam kasus ini telah dicegah ke luar negeri. “Pada tanggal 29 Juli 2024 KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 981 Tahun 2024 tentang larangan bepergian ke luar negeri terhadap tujuh orang warga negara Indonesia. Larangan bepergian ke luar negeri tersebut berlaku selama enam bulan ke depan,” ujar Jubi KPK, Tessa Mahardika, di Jakarta, Rabu (31/7/2024).

Bagaimana dengan Kejagung?
Kasus ini di LPEI ini juga tengah di usut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Kendati, hingga saat ini belum ada informasi lebih lanjut soal pekembangannya.

Kasus dugaan rasuah di LPEI yang ditangani Kejagung itu terjadi pada tahun 2019. Ada dua batch (kelompok) dalam kasus itu yang sedang diusut.

Untuk kelompok pertama, ada empat perusahaan yang akan diusut secara pidana oleh Jampidsus. Laporan disampaikan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin.

“Teman-teman, itu [laporan Sri Mulyani terkait permasalahan debitur Rp2,5 triliun] yang tahap pertama. Nanti ada tahap keduanya,” kata Burhanuddin dalam keterangan persnya, Senin (18/3/2024).

Dalam laporan tersebut, ada empat perusahaan yang menjadi debitur, yakni:
PT RII sebesar Rp 1,8 triliun
PT SMS sebesar Rp 216 miliar
PT SPV sebesar Rp 144 miliar
PT PRS sebesar Rp 305 miliar

Kredit bermasalah ini adalah temuan tim terpadu gabungan dari LPEI, BPKP, Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara disingkat (Jamdatun), dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Awalnya, dugaan penyimpangan Rp 2,5 triliun ini akan diselesaikan melalui Jamdatun. Namun, belakangan ditemukan adanya indikasi korupsi di dalamnya.

"Jadi penyelesaian perkara ini awalnya ada di Bidang Datun. Tapi setelah dilakukan penelitian ternyata ada unsur penyimpangan dalam pembelian fasilitas atau pembiayaan kredit dari LPEI kepada para debitur tadi. Sehingga, karena sudah macet dan sebagainya, kita serahkan ke bidang pidsus untuk me-recovery aset," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat itu.

Untuk kelompok dua, diduga melibatkan 6 perusahaan sebagai debitur. Mereka terindikasi bermasalah dalam pemberian dana ekspor tersebut. Nilainya ditaksir mencapai Rp 3,085 triliun.

“Jaksa Agung menambahkan bahwa akan ada Batch 2 yang terdiri dari 6 perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp3 triliun dan 85 miliar masih dalam proses pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI dan akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDatun) dalam rangka recovery asset,” kata Ketut Sumedana.

Jaksa Agung pun mengingatkan kepada enam perusahaan tersebut agar segera menindaklanjuti kesepakatan dengan Jamdatun, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan. Bila tidak, maka akan diproses pidana.

“Tolong segera tindak lanjuti ini, daripada ada perusahaan ini nanti akan kami tindak lanjuti secara pidana. Sampai saat ini masih pemeriksaan,” tandasnya.