Harga Minyak Anjlok, Putusan Tarif Trump dan Isu OPEC+ jadi Pemicu


Jakarta, MI - Harga minyak global tergelincir lebih dari satu persen pada Kamis (29/5/2025), terkoreksi dari penguatan sebelumnya. Pelemahan ini terjadi di tengah kecemasan investor atas sejumlah faktor geopolitik dan kebijakan global.
Salah satu pemicunya adalah putusan pengadilan Amerika Serikat (AS) yang membatalkan sebagian besar tarif menyeluruh yang diberlakukan Presiden Donald Trump.
Selain itu, pelaku pasar juga mewaspadai kemungkinan sanksi baru dari Washington yang dapat membatasi suplai minyak mentah dari Rusia.
Di sisi lain, perhatian tertuju pada pertemuan OPEC+ terkait potensi kenaikan produksi pada Juli.
Kontrak berjangka (futures) minyak WTI ditutup melemah 1,5 persen menjadi USD60,94 per barel, sementara Brent anjlok 1,2 persen ke level USD64,15.
Sebelumnya, harga sempat menguat setelah pengadilan AS pada Rabu memutuskan, Trump telah melampaui kewenangannya saat menetapkan tarif menyeluruh atas impor dari mitra dagang AS.
Namun, pengadilan tidak diminta untuk menilai tarif sektor tertentu seperti mobil, baja, dan aluminium yang diberlakukan lewat undang-undang berbeda.
Meski demikian, harga minyak berjangka mulai turun sepanjang sesi perdagangan, setelah para pejabat senior pemerintahan Trump meremehkan dampak putusan tersebut dan menegaskan masih ada jalur hukum lain yang bisa digunakan.
"Reaksi awal pasar terhadap putusan pengadilan atas tarif Trump mulai memudar seiring berjalannya sesi," ujar analis dari konsultan energi Ritterbusch and Associates, Jim Ritterbusch, dilansir dari Reuters.
"Salah satu interpretasinya adalah, tidak banyak yang berubah. Ketidakpastian soal tarif Trump sejak awal masih akan berlanjut, karena proses hukum belum selesai dan beberapa tarif sektoral seperti mobil dan suku cadangnya masih berlaku," sambungnya.
Harga minyak juga mendapat tekanan tambahan setelah Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol, menyampaikan bahwa permintaan minyak dari China masih tergolong lemah. Selain itu, situasi di Rusia dan Iran turut menambah ketidakpastian yang memengaruhi pasar minyak.
Sementara itu, AS dan Iran diketahui sedang menggelar pembicaraan untuk mengekang aktivitas nuklir Iran yang meningkat pesat sejak AS keluar dari kesepakatan nuklir 2015. Kesepakatan itu sebelumnya membatasi aktivitas nuklir Iran secara ketat.
"Kita melihat kekhawatiran yang naik turun soal situasi Iran, apakah kita semakin dekat ke arah konflik atau justru menuju kesepakatan damai," tutur analis senior di Price Futures Group, Phil Flynn. "Saat ini pasar bergerak secara teknikal sekaligus emosional."
Dari sisi suplai, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan mitranya (OPEC+) diprediksi akan menyetujui percepatan peningkatan produksi pada bulan Juli dalam pertemuan yang dijadwalkan Sabtu mendatang.
"Kami memperkirakan kelompok menyetujui tambahan pasokan sebesar 411.000 barel per hari. Kami juga memperkirakan peningkatan serupa terus dilakukan hingga akhir kuartal III-2025, seiring fokus kelompok ini bergeser ke pertahanan pangsa pasar," pungkas analis ING dalam catatannya.
Meski begitu, pasar juga mencemaskan kemungkinan sanksi baru atas minyak mentah Rusia.
Topik:
minyak harga-minyak-mentah-dunia