Tak Lagi Masuk Kriteria, 8,26 Juta Peserta Bantuan Iuran JKN Dicoret

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 16 Juli 2025 10:56 WIB
Sebanyak 8,26 Juta peserta bantuan iuran JKN  telah dinonaktifkan (Foto: Ist)
Sebanyak 8,26 Juta peserta bantuan iuran JKN telah dinonaktifkan (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) mengungkapkan bahwa sebanyak 8.261.801 peserta bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dinonaktifkan selama periode Mei hingga Juni 2025. Kebijakan ini diambil karena mereka dinilai tidak lagi memenuhi syarat sebagai penerima bantuan, khususnya dalam aspek kemampuan ekonomi.

“Total yang dikeluarkan Mei-Juni, 8.261.801 juta lebih penerima PBI. Mereka yang dikeluarkan digantikan oleh mereka yang berada di Desil 1, khususnya yang miskin ekstrem dan miskin,” ujar Gus Ipul dalam keterangannya, Rabu (16/7/2025).

Langkah ini merupakan bagian dari upaya penyempurnaan penyaluran bantuan sosial agar lebih tepat sasaran. Pemerintah menekankan bahwa peserta yang dinonaktifkan adalah mereka yang secara ekonomi dinilai sudah mampu, berdasarkan verifikasi dan pembaruan data sosial.

Gus Ipul juga menyoroti pentingnya penggunaan data tunggal untuk seluruh program bantuan sosial, termasuk PBI JKN, agar tidak terjadi tumpang tindih atau salah sasaran.

“Banyaknya bansos tidak tepat sasaran, hulunya adalah data yang tidak sinkron antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Maka kemudian terbit Inpres Nomor 4 Tahun 2025, karena data tunggal, yang memproses dan menentukan ya tunggal hanya BPS,” jelasnya.

Dengan terbitnya Inpres tersebut, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah berkewajiban mendukung pemutakhiran data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). “Apakah data hari ini sudah sempurna? Belum. Tapi kita sudah sepakat memulainya bersama,” lanjutnya.

Salah satu konsekuensi penerapan Inpres 4/2025 yaitu penonaktifan lebih dari 8 juta data penerima PBI. Meskipun jumlah tersebut besar, kata Gus Ipul,  kuota tidak dikurangi melainkan dialihkan ke penerima yang lebih berhak.

“Kuota tetap. Tapi dialihkan kepada penerima manfaat yang kami anggap lebih berhak daripada 7 juta sebelumnya,” katanya.

Kebijakan penonaktifan peserta PBI dilakukan berdasarkan verifikasi lapangan yang dilakukan oleh Kementerian Sosial bersama Badan Pusat Statistik (BPS). 

“Kami turun ke lapangan dengan SDM yang kami miliki bersama BPS kepada penerima-penerima manfaat ini. Maka kemudian, ada 2 juta lebih ternyata dia sebenarnya tidak berhak menerima PBI,” terang Gus Ipul.

Selain verifikasi lapangan, proses penyaringan juga menggunakan sistem pemeringkatan berdasarkan desil DTSEN. 

“Kita lihat satu persatu desil 1 sampai 4. Tapi desil 5 dan seterusnya kita anggap tidak layak mendapatkan PBI. Maka kemudian jumlahnya ketemu 7 juta lebih, tambahan 800 ribu jadi 8 juta lebih sekarang (tidak layak PBI),” tuturnya.

Ia menekankan bahwa proses pemutakhiran bukan tanpa kekurangan. Oleh karena itu, pemerintah membuka ruang reaktivasi bagi masyarakat yang merasa layak menerima PBI.

Gus Ipul menambahkan, proses reaktivasi dibuka melalui dua jalur, yaitu formal dan partisipatif. Jalur formal dilakukan lewat RT/RW, kelurahan, Dinas Sosial, dan disahkan oleh kepala daerah. Sementara jalur partisipatif bisa diakses melalui aplikasi Cek Bansos, yang memungkinkan masyarakat mengajukan usulan atau sanggahan secara mandiri.

“Dengan menyertakan beberapa hal yang diperlukan supaya kita bisa verifikasi. Ada 39 pertanyaan yang bisa dijawab, untuk kemudian disesuaikan dengan kriteria BPJS. Usul sanggah ini akan diproses sampai ke BPJS, tetapi akhirnya yang menentukan adalah BPJS,” kata Gus Ipul.

Menurutnya, aplikasi SIKS-NG juga bisa digunakan Dinas Sosial untuk mendukung proses reaktivasi. Namun hingga saat ini, dari lebih dari 8 juta data yang dinonaktifkan, baru 25.628 atau 0,3 persen yang telah melakukan reaktivasi.

Dari angka tersebut, 1.822 usulan reaktivasi masih menunggu persetujuan Pusdatin, 2.578 telah disetujui namun belum diaktifkan BPJS, 18.869 sudah aktif sebagai peserta PBI-JK, dan 2.359 aktif namun pindah segmen.

Gus Ipul mengungkapkan bahwa jumlah penerima bantuan sosial saat ini dibatasi hanya untuk 96,8 juta jiwa. Padahal, agar seluruh masyarakat dari kelompok desil 1 hingga desil 4 dapat terjangkau, dibutuhkan alokasi kuota minimal sebesar 112 juta orang.

“Sementara penduduk kita adalah 280 juta lebih. Karena basis kita itu kuota, maka kita memilih prioritas bagi mereka yang paling membutuhkan,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antarinstansi pemerintah agar program bansos semakin tepat sasaran. Harapannya, tidak ada lagi warga miskin yang kesulitan mengakses layanan kesehatan.

“Mudah-mudahan ibu/bapak sekalian, dengan hulunya nanti dari BPS, kami sebagai pihak yang ikut pemutakhiran dan kemudian menetapkan PBI, (semoga) tidak ada lagi pasien yang ditolak oleh rumah sakit. Ini yang sedang kita coba,” tutupnya.

Topik:

menteri-sosial bantuan-sosial peserta-bantuan-iuran-jkn