Rp17 Triliun Bansos Salah Sasaran

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 22 September 2025 08:27 WIB
Antrian Penerima Bantuan Sosial (Foto: Ist)
Antrian Penerima Bantuan Sosial (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Penyaluran bantuan sosial (bansos) kembali jadi sorotan. Badan Komunikasi Pemerintah mengungkapkan bahwa bansos senilai Rp14-Rp17 triliun tidak tepat sasaran.

Informasi ini dibagikan lewat unggahan di akun resmi Instagram @pco.ri dan @kemensosri pada Jumat (19/9/2025). Dalam unggahan berbentuk data grafis itu, disebutkan 45 persen bansos Program Keluarga Harapan (PKH) dan sembako salah sasaran.

“45 persen bansos PKH (Program Keluarga Harapan) dan sembako tidak tepat sasaran,” demikian data yang ditampilkan di bagian pertama. 

Besarnya angka ini mendorong pemerintah melakukan digitalisasi tata kelola penyaluran bantuan sosial.

Dalam unggahan itu dijelaskan, hasil pemutakhiran data kemiskinan melalui Data Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan verifikasi lapangan, menemukan banyak penerima bansos yang tidak memenuhi syarat. 

Untuk PKH, tercatat ada 616.367 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang dinilai tidak layak, sementara pada bansos sembako jumlahnya mencapai 1.286.066 KPM.

Dalam keterangan di unggahan tersebut, Badan Komunikasi Pemerintah menyatakan pentingnya pemanfaatan teknologi digital secara optimal untuk mendukung pengentasan kemiskinan.

“Masih banyaknya penyaluran bansos yang tidak tepat sasaran menjadi alasan utama Pemerintah untuk segera membenahi sistem yang ada," tulis keterangan tersebut.

Pemerintah tengah melaksanakan proyek percontohan Perlindungan Sosial (Perlinsos) Digital dengan pemutakhiran Identitas Kependudukan Digital (IKD) di Banyuwangi, Jawa Timur. Pemerintah menyebut program itu sekaligus juga untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia yang lebih tepat sasaran.

Plt Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial (Kemensos) Joko Widiarto mendukung penuh digitalisasi bansos. Dia menerangkan, melalui portal Perlinsos, akan semakin memudahkan masyarakat mengajukan bantuan.

Joko menyampaikan bahwa Kemensos sudah memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi mensukseskan program Pemerintah. Khususnya bagi yang miskin dan belum menerima bansos.

"(Program) ini lebih mudah lagi. Bisa tinggal foto-foto, bisa mendaftar. Upaya digital juga terus kita kembangkan, bekerja sama dengan dinas lain, supaya bansos tepat sasaran," ujar Joko.

Melalui skema baru ini, warga penerima manfaat dapat mendaftar langsung melalui portal Perlinsos dengan otentikasi IKD dan verifikasi biometrik.

Joko menjelaskan, proyek percontohan di Banyuwangi menjadi pintu awal transformasi digital layanan publik melalui pemanfaatan Digital Public Infrastructure (DPI), yang mencakup identitas digital, pembayaran digital, dan pertukaran data.

Program uji coba ini difokuskan pada penyaluran bansos melalui portal Perlinsos, karena manfaatnya langsung dapat dirasakan masyarakat. Bagi warga yang tidak memiliki ponsel, akan dibantu oleh 167 Pendamping Keluarga Harapan (PKH) Kemensos dan 25 Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk mengikuti proses pendaftaran di Desa Kemiren dan Kelurahan Lateng.

Uji coba ini menargetkan 640 ribu keluarga dari kelompok ekonomi terbawah (desil 1–5) Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Dalam satu bulan ke depan, setidaknya 300 ribu kepala keluarga diharapkan sudah teregistrasi. Data tersebut akan menjadi dasar evaluasi sebelum program diperluas secara nasional.

“Ini hanya uji coba. Kalau kemudian ini solid datanya, solid evaluasinya mungkin kita bisa merekomendasikan untuk di roll out nasional," tutur Direktur Eksekutif Bidang Sinkronisasi Kebijakan Program Prioritas Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Tubagus Nugraha, Jumat (19/9/2025).

Direktur NEXT Indonesia, Herry Gunawan, mengungkapkan bahwa selama ini penyaluran bansos masih kerap tidak tepat sasaran. Ia mencatat, sebagian masyarakat dari desil 7–10, yakni kelompok yang sudah mendekati kelas menengah hingga atas, bahkan termasuk kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN), masih menerima bansos.

Herry menekankan pentingnya pemutakhiran data penerima agar bantuan benar-benar jatuh ke tangan yang berhak. Ia juga mendorong pemerintah membangun sistem pengawasan dan monitoring yang lebih kuat.

“Kalau ada penerima manfaat sudah keluar dari golongan yang harus disubsidi, maka bantuannya mesti berbeda. Misalnya jadi kredit usaha semacam KUR. Dengan demikian, ada keberlanjutan,” pungkasnya.

Topik:

bantuan-sosial bansos penyaluran-bansos